Jambiday.com, JAMBI – Pemerintah Provinsi Jambi diminta menyusun kebijakan yang komprehensif untuk menyelesaikan akar masalah struktural perekonomian terutama ketimpangan pendapatan dan kemiskinan. Pernyataan ini disampaikan Pengamat Ekonomi Jambi Dr. Noviardi Ferzi saat diminta tanggapannya tentang keberhasilan Visi Jambi Mantap (28/4) kemarin.
Menurutnya, selama ini pemerintah cenderung hanya mengandalkan cara mudah dengan menggelar program rutin yang terbukti tidak efektif mempersempit jurang kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan mengurangi kemiskinan.
“Mohon maaf Program Jambi MANTAP itukan sebagian program rutin yang dari dulu – dulu sudah ada, bantuan bibit, modal dan lain – lainnya, tapi di reduksi ulang oleh pak Gubernur. Padahal program rutin itu terbukti tidak efektif mempersempit jurang kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan mengurangi kemiskinan.”
Noviardi juga mengatakan, apa yang ia sampaikan ini tentu akan diserang oleh buzzer dan para intelektual tukang disekeliling kekuasaan, tapi faktanya, bisa dilihat pada capaian di tiga tahun Program Jambi mantap.
” Ini saya kutip data satu aja, tentang jumlah penduduk miskin Provinsi Jambi turun dari 7,7 % tahun 2022 menjadi 7,58 % tahun 2023 atau sebesar 0,19, menurut saya ini adalah penurunan kemiskinan yang semu. Dikatakan semu, faktanya tak terjadi perubahan apa – apa di lapangan, ” ungkapnya.
Ia pun mengingatkan ada perubahan mendasar dari pola pembangunan ekonomi yang menyebabkan kontribusi pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan lapangan kerja makin sedikit dari tahun ke tahun.
“ Dulu dalam lingkup daerah setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi masih bisa menyerap 6000-8000 ribu tenaga kerja. Sementara saat ini tiap 1 persen pertumbuhan hanya menyerap 2000 – 4000 tenaga kerja, ngak percaya liat saja serapan tenaga kerja kita di Jambi di banding pertumbuhan ekonomi, Jumlah pengangguran dari 86,46 ribu orang pada Agustus 2022 menjadi 85,58 ribu orang pada Agustus 2023. Bandingkan aja serapannya,” ungkapnya.
Menurut dia, kini muncul kecenderungan kebijakan ekonomi kurang mempedulikan pengembangan dari identifikasi sektor dan pelaku ekonomi yang berkontribusi terhadap pertumbuhan. Hal itu terlihat dari keberpihakan pemerintah dan juga perbankan terhadap sektor ekonomi konglomerat ketimbang ekonomi rakyat serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan pertanian.
Daerah, lanjut dia, lebih mudah memberikan izin pembangunan tambang dan mall daripada pembangunan sentra UMKM maupun pertanian. Begitu juga perbankan, kucuran kredit ke sektor UMKM, pertanian, dan wilayah luar Kota tidak mengalami pertumbuhan signifikan.
“Kalau terus seperti itu, penambahan tenaga kerja dari usia produktif tiap tahun tidak akan bisa diserap oleh pertumbuhan ekonomi. Ini akan menambah kemiskinan dan memperlebar ketimpangan kesejahteraan,” ungkapnya.
Disparitas atau ketimpangan pendapatan dan kesenjangan sosial di Jambi yang menganga saat ini akibat kurangnya keberpihakan terhadap masyarakat bawah. Pemerintah daerah seolah asyik dengan program-programnya tapi sejatinya tidak peduli dengan kondisi rakyat sesungguhnya.
“Kelihatannya adil dan kompetitif bagi semua pihak, namun nyatanya hanya ke kelompok elit saja yang bisa mengakses, lihat saja proyek – proyek infrastruktur, hanya mereka yang diuntungkan,” imbuhnya.
Noviardi pun mengingatkan agar mekanisme dalam distribusi dana pembangunan perlu diperbaiki karena sistem distribusi yang sedang berjalan tidak merata dan dapat memicu ketimpangan pendapatan antar-penduduk di daerah.
Kesenjangan ekonomi dan ketimpangan sosial yang terus melebar akibat makin kuatnya perbedaan kesempatan antar kelompok masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya.
“Proses kesenjangan bermula dari kesempatan memanfaatkan sumberdaya yang tidak merata, baik itu politik, pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi,” pungkasnya. (RED)
Discussion about this post