Oleh : Rusli Abdul Roni, HoU & Dosen
Departemen Ilmu Sosial & Humaniora,
College of Continuing Education (CCEd)
Univesti Tenaga Nasional (UNITEN)
Kampus Putrajaya Selangor-Malaysia
rusli@uniten.edu.my
PEMILU serentak atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 yang segera digelar 27 November 2024 di berbagai daerah di Indonesia bukan hanya sekadar momentum politik, tetapi juga penentu masa depan bangsa. Dalam perhelatan demokrasi ini, harapannya adalah melahirkan pemimpin-pemimpin yang mampu membawa perubahan, memperjuangkan kepentingan rakyat, dan menjawab tantangan global. Namun, ada kekhawatiran yang muncul, jangan sampai Pilkada berubah menjadi “Pilkuda” atau Pemilihan Kepala Daerah yang penuh kekacauan, konflik, dan sekadar formalitas belaka, tidak memberi makna signifikan terhadap kemuliaan NKRI ini.
Pilkada dan Tantangan Demokrasi Lokal
Sistem Pilkada adalah salah satu wujud nyata dari demokrasi di tingkat lokal. Dalam sistem desentralisasi Indonesia, pemimpin daerah memegang peran kunci dalam pengelolaan sumber daya, pembangunan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan Masyarakat daerahnya. Namun, demokrasi lokal tidaklah bebas dari tantangan. Salah satu masalah utama dalam Pilkada adalah politik uang (money politics). Praktik ini tidak hanya merusak integritas demokrasi, tetapi juga menanamkan bibit-bibit korupsi di kalangan pemimpin yang terpilih. Calon yang menang bukan karena kompetensinya, tetapi karena kekuatan finansialnya, sering kali memprioritaskan pengembalian modal politik daripada kepentingan rakyat. Selain itu, polarisasi politik dan konflik horizontal juga menjadi ancaman nyata. Dalam beberapa Pilkada sebelumnya, kita telah menyaksikan bagaimana perbedaan pilihan politik memicu gesekan antar masyarakat. Hal ini tidak hanya merusak harmoni sosial, tetapi juga mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
Peluang dan Risiko
Disinyalir bahwa praktik sistem Pilkada Serentak 2024 adalah salah satu perhelatan demokrasi terbesar di dunia. Kenapa tidak? Ya, dengan ribuan kandidat yang akan bertarung di berbagai tingkatan, momentum ini memberikan peluang besar untuk mendorong perubahan di daerah-daerah. Namun, dengan skala yang begitu masif, risiko kegagalan juga semakin tinggi.
Salah satu tantangan terbesar adalah logistik dan pengawasan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memastikan bahwa seluruh proses berjalan lancar, mulai dari pencalonan, kampanye, hingga penghitungan suara. Kekurangan dalam pengawasan pastinya akan membuka celah bagi kecurangan, baik dalam bentuk manipulasi data, intimidasi pemilih, maupun pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Peran Masyarakat dalam Menjaga Kualitas Pilkada
Untuk memastikan Pilkada Serentak 2024 tidak berubah menjadi Pilkuda, masyarakat harus memainkan peran aktif. Kesadaran politik masyarakat adalah kunci utama untuk menekan praktik-praktik negatif seperti politik uang dan kampanye hitam. Masyarakat harus berani mengatakan “tidak” pada politik uang. Pilihan yang didasarkan pada uang hanya akan menghasilkan pemimpin yang tidak kompeten. Pendidikan politik kepada masyarakat perlu terus digalakkan, terutama di daerah-daerah yang rawan terhadap manipulasi politik.
Selain itu, peran media dan organisasi masyarakat sipil juga sangat penting. Media harus mampu memberikan informasi yang objektif dan mendalam tentang kandidat, program kerja, dan isu-isu lokal yang relevan. Liputan dan laporan media yang netral dan tidak memihak akan membantu masyarakat membuat keputusan yang lebih rasional.
Pemilu Digital: Peluang atau Ancaman?
Teknologi digital juga akan memainkan peran penting dalam Pilkada Serentak 2024. Kampanye di media sosial, aplikasi pemantauan pemilu, hingga penggunaan big data untuk memetakan preferensi pemilih menjadi hal yang tidak bisa dihindari. Namun, teknologi juga membawa ancaman berupa penyebaran hoaks dan manipulasi opini publik.
Fenomena “buzzer politik” menjadi salah satu tantangan diantara sekian tantangan yang ada. Jika tidak dikendalikan, buzzer bisa menciptakan narasi yang membingungkan dan memecah belah masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, termasuk pemerintah, platform digital, dan masyarakat, untuk bekerja sama dalam menangani berbagai ancaman dan ketidak kondusifan suasana akibat persaingan yang kurang sehat tersebut.
Membangun Pemilu yang Berintegritas
Pilkada Serentak 2024 harus menjadi momentum untuk memperbaiki kualitas demokrasi lokal di Indonesia. Semua pihak dari berbagai element, mulai dari pemerintah, penyelenggara pemilu, partai politik, hingga masyarakat, harus berkomitmen untuk menjaga integritas proses ini. Antara langkah konkret yang dapat diambil antara lain:
1. Penguatan pengawasan pemilu. KPU, Bawaslu, dan lembaga terkait harus memastikan bahwa semua tahapan Pilkada berjalan sesuai aturan. Penggunaan teknologi seperti e-rekap dapat membantu meningkatkan transparansi.
2. Sanksi tegas bagi pelaku pelanggaran. Pelaku politik uang, kampanye hitam, atau kecurangan lainnya harus diberi sanksi yang setimpal untuk memberikan efek jera.
3. Pendidikan politik yang masif. Partai politik, LSM, dan media harus berperan aktif dalam memberikan edukasi politik kepada masyarakat.
Pilkada yang Bermartabat untuk Masa Depan Bangsa
Perhelatan Pilkada Serentak 2024 merupakan ujian besar bagi demokrasi Indonesia. Jika tidak dikelola dengan baik, Pilkada bisa berubah menjadi “Pilkuda” yang hanya menghasilkan pemimpin tanpa visi dan integritas. Namun, jika semua pihak berkomitmen untuk menjaga proses ini tetap bersih dan transparan, Pilkada bisa menjadi titik awal bagi kebangkitan daerah-daerah di seluruh Indonesia. Masyarakat memiliki kekuatan besar untuk menentukan masa depan bangsa. Pilihan yang bijak dan rasional bukan hanya akan melahirkan pemimpin yang berkualitas, tetapi juga memastikan bahwa demokrasi tetap menjadi alat untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Jangan biarkan Pilkada Serentak 2024 menjadi sekadar formalitas; jadikan momen ini sebagai langkah nyata untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Selamat Memilih Wallahu a’lam. (***)
Discussion about this post