Jambiday.com, JAMBI- Pemerintah Provinsi Jambi masih menghadapi berbagai tantangan dalam optimalisasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Sejumlah faktor, mulai dari lemahnya pengawasan, rendahnya kesadaran wajib pajak, hingga sistem pendataan yang belum sepenuhnya digital, menjadi penghambat dalam pencapaian target pendapatan asli daerah (PAD).
Data dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Jambi, realisasi Pendapatan Negara di Provinsi Jambi Capai Rp910,94 Miliar per Maret 2025 (rilis DJPb). DJPb mencatat realisasi pendapatan negara hingga triwulan I tahun 2025 mencapai Rp910,94 miliar. Capaian ini setara dengan 11,65 persen dari total target pendapatan negara di wilayah Jambi yang ditetapkan sebesar Rp7,82 triliun sepanjang tahun ini.
Kabid Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II DJPb Provinsi Jambi, Asyep Syaefudin menyebutkan bahwa angka ini mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun 2024. Tercatat penurunan sebesar 44,62 persen secara tahunan (year-on-year). Salah satu faktor utama penurunan tersebut adalah adanya perubahan regulasi dan sistem perpajakan, termasuk pemusatan wajib pajak (WP) cabang yang menyebabkan penerimaan terpusat di pusat, bukan lagi di daerah.
Dari total pendapatan yang terealisasi, penerimaan dari sektor perpajakan sebesar Rp651 miliar dari target Rp7,2 triliun. Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp259 miliar dari target sebesar Rp605,34 miliar. Capaian ini setara dengan 11,65 persen dari total target pendapatan negara di wilayah Jambi yang ditetapkan sebesar Rp7,82 triliun sepanjang tahun ini.
Hal ini mendapat perhatian dari Wakil Ketua I DPRD Provinsi Jambi, Ivan Wirata. Dirinya meminta pemerintah daerah melakukan evaluasi menyeluruh. Di mana titik buta PAD, sehingga bisa terpetakan dan dicari solusinya.
“Harus ada langkah konkret, legislatif sekarang bekerja sudah optimal. Dari Pansus PI (participasi Interest) dan Pansus Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk itu pemerintah ataupun eksekutif melalui pak gubernur instruksikan OPD yang baru dilantik agar mengoptimalkan PAD. Dan pemerintah secara komprehensif, bisa mengidentifikasi kendaraan yang masuk ke Jambi. Jalin kolaborasi yang baik dengan pihak lain seperti Dirlantas. Jika kendaraan tersebut operasional di Jambi, langsung diminta urus Biaya Balek nama kendaraan. Dan juga Jasa Raharja bisa suporting data kepada Bapenda agar bekerja maksimal dan fokus dalam mencari dan peningkatan PAD. Semua sektor harus dimaksimalkan, sekarang sedang menyusun RKPD, baru ke arah ke RPJMD. Jika angka belum pasti, ini bahaya untuk kita. Bisa-bisa terjadi lagi defisit jilid 2, terus menyusun skenario untuk membantah. Bukan mencari solusi agar tidak terjadi, itu yang tidak benar,” tegas Bang Ivan Wirata (BIW) via panggilan WhatsApp, Senin (02/06/25).
Menurut Ivan, ada beberapa masalah yang dihadapi terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Provinsi Jambi, antara lain:
1. Terdapat angkutan batubara yang menggunakan minyak ilegal drilling non subsidi sehingga mengakibatkan kehilangan potensi penerimaan pbbkb pajak bahan bakar kendaraan bermotor
2. Masih terdapat kendaraan bekas pakai yang belum membayar pajak kendaraan bermotor yang menjadi kewajiban pemilik kendaraan tersebut
3. Masih terdapat kendaraan luar daerah yang beroperasi di wilayah Provinsi Jambi terutama kendaraan batu bara sehingga pajaknya tidak menjadi PAD Provinsi Jambi
4. Masih terdapat kendaraan bermotor yang mati pajak di atas 2 tahun sebanyak 1100 unit
5. Masih belum optimalnya tim optimalisasi pajak daerah dalam upaya meningkatkan PAD
6. Bagaimana proses finalisasi Perda PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) dengan PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang KUPDRD.
”Optimalisasi sumber yang ada, seperti biaya sewa incenerator di Bungo. Pengelolaan Hotel Tepian Ratu, pajak kendaraan bermotor dan beberapa sumber lainnya. Serta, kita juga harus agresif untuk melakukan pencarian sumber PAD baru, tingkatkan kualitas SDM nya. Diversifikasi sektor yang bisa menjadi sumber PAD potensial, misal dari sektor perkebunan itu bagi hasil kelapa sawit ditingkatkan. Terus pertambangan regulasinya harus ketat hingga jelas kontribusinya. Atau kita lihat sektor kreatif lainnya sebagai sumber pendapatan baru seperti bidang tehnologi dan sumber daya alam berkelanjutan. Belum lagi dari BLUD yang ada, itu minta kontribusi nyatanya,” tegas BIW.
Dengan meningkatnya PAD, jelas BIW tentu memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi PAD, semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi. PAD yang kuat memberikan kemampuan bagi Pemda untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik yang lebih luas, sehingga mendorong aktivitas ekonomi lokal.
”Tidak sebatas mimpi bagi masyarakat Jambi memiliki ruas jalan yang mulus, pelayanan publik yang baik serta pendidikan gratis jika PAD kita tinggi dan kemampuan fiskal kita baik. Jujur, saat ini kondisi fiskal kita tidak baik-baik saja. Mengkhawatirkan, jika kondisi terus begini dan tidak ada perubahan kinerja dari Pemda,” pungkas BIW. (OYI)
Discussion about this post