Wednesday, September 10, 2025
  • Jambiday
  • Disclaimer
  • Pedoman
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Perlindungan
No Result
View All Result
Bacaan Online Negeri Jambi
  • INTERNASIONAL
  • NASIONAL
  • DAERAH
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • JAMBI
    • KERINCI
    • MERANGIN
    • MUAROJAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAIPENUH
    • TANJAB BARAT
    • TANJAB TIMUR
    • TEBO
  • EKBIS
  • KESEHATAN
    • COVID-19
  • KHAZANAH
    • BUDAYA
    • RELIGI
    • SELOKO
  • KRIMINAL
  • OLAHRAGA
  • OPINI
  • ORGANISASI
  • PARLEMEN
  • PEMERINTAHAN
    • PEMKAB
    • PEMKOT
    • PEMPROV
  • PEMILU
    • BAWASLU
    • KPU
  • PENDIDIKAN
  • POLITIK
    • CALEG
    • PARTAI POLITIK
Bacaan Online Negeri Jambi
  • INTERNASIONAL
  • NASIONAL
  • DAERAH
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • JAMBI
    • KERINCI
    • MERANGIN
    • MUAROJAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAIPENUH
    • TANJAB BARAT
    • TANJAB TIMUR
    • TEBO
  • EKBIS
  • KESEHATAN
    • COVID-19
  • KHAZANAH
    • BUDAYA
    • RELIGI
    • SELOKO
  • KRIMINAL
  • OLAHRAGA
  • OPINI
  • ORGANISASI
  • PARLEMEN
  • PEMERINTAHAN
    • PEMKAB
    • PEMKOT
    • PEMPROV
  • PEMILU
    • BAWASLU
    • KPU
  • PENDIDIKAN
  • POLITIK
    • CALEG
    • PARTAI POLITIK
No Result
View All Result
Plugin Install : Cart Icon need WooCommerce plugin to be installed.
Bacaan Online Negeri Jambi
No Result
View All Result
Home OPINI

Maulid Nabi SAW: Teladan Kepemimpinan di Tengah Krisis Politik dan Kehilangan Moral

Oleh: Rusli Abdul Roni (Dosen & Pengamat Sosial. rusli@uniten.edu.my)

by Redaksi
07/09/2025
in OPINI
0
1
VIEWS
PostTweetShareScan

MUNGKIN kita sepakat bahwa saat ini kita benar-benar sedang berada di era yang ketandusan moral meskipun dalam dunia digital yang serba canggih. Di tengah gelombang krisis moral dan politik yang melanda dunia itu, termasuk di negeri kita, muncul persoalan mendasar buat kita, antaranya ialah pertanyaan “ke manakah kita harus menoleh untuk mencari teladan kepemimpinan yang mampu menyatukan, menyejukkan, sekaligus menegakkan keadilan?” Dalam pusaran retorika kosong dan konflik kepentingan, sosok Rasulullah Muhammad SAW hadir sebagai mercusuar peradaban. Baginda saw bukan hanya pemimpin spiritual, tetapi juga negarawan yang berhasil menyeimbangkan akhlak, strategi politik, dan keberpihakan pada kemanusiaan dan keadilan.

Krisis Moral dan Politik Kontemporer

Bacajuga

17+8 Tuntutan: Saat Rakyat Bicara, DPR Tak Boleh Menutup Telinga

Rusuh: Rakyat Selalu Dipersalahkan, Kenapa?

10 Nyawa Melayang: Benarkah Ada Pelanggaran HAM dalam Demonstrasi Indonesia?

Ancaman Ekologi dan Narkoba, Lubang Jarum PETI Limbur Lubuk Mengkuang Butuh Ketegasan Aparat 

Hati-hati! Ini 11 Alasan Kenapa Demo Bisa Ricuh

Demo Itu Hak Konstitusi, Tapi Jangan Anarki

Pada kenyataannya fenomena politik yang kian sarat polarisasi, praktik korupsi yang berulang, serta retaknya solidaritas sosial menjadi cermin nyata krisis kepemimpinan dan moralnya. Masyarakat disuguhi drama politik yang lebih sering memperlihatkan perebutan kuasa daripada perjuangan membela rakyat dan negara. Krisis moral ini semakin terasa ketika elit gagal menampilkan keteladanan dan contoh yang menyejukkan. Kegagalan mereka saat lebih sibuk mempertahankan citra ketimbang menegakkan nilai. Dalam konteks inilah, figur Rasulullah SAW semakin relevan untuk kembali benar-benar dihadirkan sebagai figure dan rujukan utama.

Memimpin dengan Integritas

Semua memaklumi bahwa sebelum diangkat menjadi rasul, Muhammad SAW telah mendapat gelar al-Amîn-iaitu yang terpercaya. Legitimasi moral ini bukan lahir dari propaganda atau usaha pencitraan, melainkan dari konsistensi sikap dan keperibadiaan mulia. Beliau tidak pernah menipu dalam perdagangan, tidak memanipulasi dalam perundingan, dan tidak merendahkan martabat orang lain meskipun berbeda keyakinan. Kepemimpinan sejati, sebagaimana ditunjukkan Rasulullah, berakar pada integritas pribadi. Dalam konteks politik hari ini, integritas seharusnya bukan sekadar modal kampanye, wacana, retorik, tetapi harus menjadi jiwa dan ruh dalam setiap kebijakan publik.

Kepemimpinan yang Merangkul Bukan Memukul

Disisi lain, Baginda Rasulullah SAW juga sosok yang menampilkan seni kepemimpinan inklusif. Piagam Madinah adalah contoh konkret realitas ini. Sebuah dokumen politik yang mengikat berbagai suku, agama, dan kelompok sosial untuk hidup berdampingan dalam keadilan. Beliau tidak membangun kekuasaan dengan menyingkirkan pihak lain, melainkan dengan merangkul perbedaan dan potensi positif yang ada. Di tengah era politik dan polarisasi identitas yang mengancam persatuan, kita dapat belajar bagaimana Rasulullah mengutamakan maslahat bersama di atas kepentingan kelompok. Lebih-lebih lagi kepentingan peribadi.

Diplomasi dan Ketegasan

Bahkan Rasulullah SAW juga menampilkan harmonisasi antara kelembutan diplomasi dan ketegasan prinsip. Dalam Perjanjian Hudaibiyah sebagai contoh, beliau berani mengalah dalam hal formalitas demi membuka jalan perdamaian jangka panjang yang lebih menguntungkan Islam. Namun, dalam prinsip akidah dan moral, beliau tidak pernah berkompromi. Kepemimpinan yang efektif bukan hanya keras melawan, mengimbangi lawan politik, tetapi mampu menakar kapan harus tegas dan kapan mesti lentur lebih lembut dari bayu. Inilah seni diplomasi yang sering hilang dalam percaturan politik kontemporer. Terlebih di era digital hari ini. Di mana manusia lebih interaktif dengan layar skrin, tetapi kaku dalam berinteraksi saat berhadapan “pace to pace”. Bahkan kadang-kadang kehilangan kebijaksanaan, etika dan adab dalam berbahasa dan bertindak.

Spirit Amanah dan Akuntabilitas

Baginda Rasulullah menegaskan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang pasti diminta pertanggungjawabannya, bukan privilese yang harus dibanggakan. Ketika sahabat meminta jabatan, Baginda akan menolaknya jika tidak melihat kapasitas yang mumpuni. Pesan ini relevan dalam konteks birokrasi modern. Karena jabatan apapun levelnya adalah titipan amanah dan tanggungjawab untuk mengabdi, bukan untuk menguasai. Apalagi untuk bermegah-megah, dan menjadi arogan. Oleh itu kita lihat akuntabilitas Rasulullah tidak hanya pada rakyat secara horizontal, tetapi juga di hadapan Allah secara vertical dengan penuh penghambaan. Justeru itu, kesadaran transendental inilah yang seharusnya mengawal para pemimpin kita, agar tidak tergoda oleh kepentingan sesaat dan ambisi pribadi yang merugikan.

Menyentuh Dimensi Kemanusiaan

Di luar aspek politik, Rasulullah SAW menunjukkan kepemimpinan yang penuh kasih sayang-sebuah value yang dikongsi bersama oleh semua, yang merentasi keyakinan, agama, budaya, suku-bangsa dan status. Beliau mendengar keluh kesah rakyat, peduli pada anak yatim, bahkan tidak pernah menolak undangan orang miskin. Model kepemimpinan moral tidak berhenti pada visi besar, melainkan hadir dalam tindakan sederhana yang menguatkan ikatan kemanusiaan. Merujuk gejolak tanah pusaka Indonesia saat ini, dalam kondisi rakyat yang terhimpit ekonomi dan hilang kepercayaan pada elit, kepemimpinan yang menyentuh hati nurani inilah yang paling dibutuhkan.

Pelajaran untuk Era Kini

Tidak dinafikan, memang di era digital yang serba cepat, citra pemimpin bisa saja dibangun lewat pencitraan media. Dan hal itu sangat mudah. Namun, rakyat akhirnya akan menilai dari konsistensi sikap dan rekam jejak yang hari ini jejak digital itu terlalu sangat mudah pula untuk ditelusuri. Oleh sebab itu Rasulullah SAW memberi teladan bahwa kepemimpinan tidak lahir dari panggung besar, melainkan dari kejujuran dalam hal yang terkecil dan paling simple. Masyarakat Indonesia hari ini memerlukan pemimpin yang bukan hanya fasih berpidato, besar pengaruhnya, banyak sumbanganya, tetapi sosok pemimpin yang dibutuhkan adalah peimpin mampu meneladani akhlak Nabi saw, adil, jujur, rendah hati, dan tegas membela kebenaran.

Penutup: Menjemput Tauladan Membangun Kemuliaan

Hakikatnya hilangnya moral dan krisis politik bukanlah akhir segalanya. Justru ia membuka peluang untuk melakukan hijrah kolektif menuju tatanan kepemimpinan yang lebih bermartabat. Rasulullah SAW telah menunjukkan peta jalannya, integritas, amanah, diplomasi, keadilan, dan kasih sayang. Jika nilai-nilai ini dihidupkan, politik akan kembali menjadi sarana membangun, bukan meruntuhkan. Dan bangsa yang menempatkan akhlak di atas segalanya akan menemukan kembali arah menuju kemuliaannya.

Rasulullah SAW bukan hanya teladan bagi umat Islam, tetapi juga mercusuar bagi kemanusiaan. Kini tergantung pada kita, apakah mau belajar dari sejarah, atau terus terperangkap dalam lingkaran krisis yang melelahkan. Wallahu a’lam. (***)

Previous Post

Jadi Juara Umum Kejurprov Anggar 2025, Tebo Bidik Prestasi di Kejurnas Aceh dan Porprov 2026

Next Post

Penurunan PAD Jadi Sorotan, Fraksi Golkar Jambi Minta Program Pro-Rakyat Diperkuat

Next Post
Oplus_16908288

Penurunan PAD Jadi Sorotan, Fraksi Golkar Jambi Minta Program Pro-Rakyat Diperkuat

Oplus_16908288

Sosialisasi Berkelanjutan, KPU Kota Jambi Ajak Siswa SMPN 7 Kenali Pemilu Sejak Dini

Bupati Fadhil Kembali Lantik PPPK Formasi Tenaga Guru Lingkup Batang Hari 

Bupati Fadhil Sebut Dalam Waktu Dekat Akan Segera Lelang Jabatan Untuk Pengisian Kekosongan 

Bupati Fadhil Lantik PJ Kades Mekar Jaya dan Kampung Pulau

Discussion about this post

Iklan

Kalender

September 2025
SMTWTFS
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
282930 
« Aug    
Bacaan Online Negeri Jambi

© 2021 PT Limo Konco Mandiri - Jalan Kapten Pattimura No 67, Telanaipura. Developed by Ara.

  • Jambiday
  • Disclaimer
  • Pedoman
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Perlindungan

Media Sosial

No Result
View All Result
  • INTERNASIONAL
  • NASIONAL
  • DAERAH
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • JAMBI
    • KERINCI
    • MERANGIN
    • MUAROJAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAIPENUH
    • TANJAB BARAT
    • TANJAB TIMUR
    • TEBO
  • EKBIS
  • KESEHATAN
    • COVID-19
  • KHAZANAH
    • BUDAYA
    • RELIGI
    • SELOKO
  • KRIMINAL
  • OLAHRAGA
  • OPINI
  • ORGANISASI
  • PARLEMEN
  • PEMERINTAHAN
    • PEMKAB
    • PEMKOT
    • PEMPROV
  • PEMILU
    • BAWASLU
    • KPU
  • PENDIDIKAN
  • POLITIK
    • CALEG
    • PARTAI POLITIK