GELOMBANG demonstrasi sejak akhir Agustus hingga awal September 2025 kemarin menjadi saksi nyata bahwa suara rakyat masih lantang, meski seringkali berhadapan dengan tembok kekuasaan. Dari investigasi kasus kekerasan aparat hingga desakan reformasi lembaga legislatif, 17+8 tuntutan rakyat muncul sebagai simbol keresahan kolektif. Ini bukan sekadar deretan poin teknis, melainkan alarm demokrasi jika rakyat sudah bicara, maka DPR tak boleh menutup telinga.
Sebagai bagian dari mahasiswa Gen Z, saya percaya bahwa 17+8 tuntutan rakyat adalah momentum penting untuk menguji keseriusan DPR dalam menjalankan mandatnya sebagai wakil rakyat. Reformasi bukan sekadar jargon, melainkan keberanian untuk memperbaiki sistem yang timpang.
1. Hak Sipil dan Keadilan Tidak Bisa Ditawar Salah satu tuntutan utama adalah pembentukan tim investigasi independen untuk mengungkap kasus-kasus kekerasan aparat yang merenggut nyawa demonstran. Amnesty International Indonesia mencatat bahwa penggunaan kekerasan aparat dalam aksi protes “sering kali berlebihan dan tidak proporsional, sehingga berpotensi melanggar hak asasi manusia” (Amnesty, 2022). Jika DPR diam, itu sama saja dengan membiarkan pelanggaran HAM berulang.
2. Reformasi DPR Adalah Agenda Mendesak Transparency International (2023) menempatkan Indonesia pada skor 34/100 dalam Indeks Persepsi Korupsi, masih jauh dari ideal. Tuntutan rakyat soal pemangkasan tunjangan, pengesahan RUU Perampasan Aset, dan reformasi lembaga negara bukan sekadar aspirasi emosional, melainkan langkah krusial untuk menutup celah korupsi politik. Tanpa keberanian struktural, semua janji DPR hanya akan menjadi catatan rapat yang mudah dilupakan.
3. Aksi Represif Polri Adalah Luka Demokrasi
Demonstrasi yang seharusnya menjadi kanal demokratis justru berulang kali dihadapi dengan gas air mata, pentungan, dan penangkapan sewenang-wenang. Komnas HAM (2020) pernah menegaskan bahwa pendekatan represif aparat hanya akan memperlebar jarak antara negara dan rakyatnya. Ironisnya, di era reformasi yang mengaku demokratis, praktik kekerasan ini masih jadi pola. Gen Z melihat kontradiksi ini sebagai bukti bahwa demokrasi kita belum sehat, di satu sisi pemerintah bicara “partisipasi rakyat”, di sisi lain rakyat justru ditindak ketika bersuara.
4. Gen Z: Generasi Pengawas Digital Dari laporan We Are Social (2024) menunjukkan bahwa 79% Gen Z Indonesia aktif menggunakan media sosial untuk mengikuti isu politik dan sosial. Fenomena tagar #17plus8 yang viral di X (Twitter) membuktikan bahwa Gen Z menggunakan ruang digital sebagai arena kontrol publik. Demokrasi kini tidak lagi bergantung penuh pada ruang parlemen; rakyat memegang kamera, DPR dalam sorotan.
Memang, DPR sudah mengambil langkah awal dengan memotong fasilitas rumah dinas, moratorium kunjungan kerja, dan menonaktifkan anggota yang bermasalah. Namun, langkah itu masih parsial. Tanpa mekanisme pengawasan publik dan tenggat waktu yang jelas, perubahan ini rawan menjadi sekadar “pencitraan” untuk meredam gelombang protes.
1. Publikasi Roadmap 17+8 DPR harus menyusun timeline implementasi setiap poin tuntutan, dan dilengkapi dengan indikator keberhasilan.
2. Pengawasan Independen Bentuk tim ad hoc yang melibatkan mahasiswa, akademisi, dan masyarakat sipil untuk memastikan transparansi.
3. Reformasi Pendekatan Keamanan Polri harus segera meninggalkan pola represif dalam mengawal unjuk rasa. Perlu pelatihan berbasis human rights policing agar aksi protes tidak lagi diperlakukan sebagai ancaman, melainkan ekspresi demokrasi.
4. Pemanfaatan Teknologi Transparansi Buat dashboard digital terbuka yang menunjukkan progres real-time, sehingga publik bisa memantau langsung tanpa menunggu konferensi pers.
“17+8 Tuntutan Rakyat” adalah suara yang lahir dari luka, amarah, sekaligus harapan. Gen Z hadir bukan hanya untuk memviralkan isu, tetapi juga untuk memastikan perubahan benar-benar terjadi.
Kini saatnya DPR membuktikan diri, apakah mereka masih layak disebut wakil rakyat, atau sekadar perpanjangan status quo? Rakyat sudah bicara. Saatnya DPR membuka telinga—atau bersiap kehilangan legitimasi. (***)
Discussion about this post