Jambiday.com, JAMBI- Kekhawatiran akan berakhirnya bantuan dari Global Fund pada tahun 2030 mendatang semakin mengemuka di Provinsi Jambi. Selama ini, program penanggulangan HIV/AIDS banyak ditopang oleh bantuan lembaga donor internasional tersebut, mulai dari pencegahan hingga pengobatan. Mengingat keterbatasan dana dari Pemprov Jambi yang dialokasikan untuk penanggulangan penyakit mematikan tersebut.
Berdasarkan data dari Kabid P2P ( pencegahan dan pengendalian penyakit) Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, dr. Ike Silvia MKM, hingga Agustus 2025 tercatat sebanyak 3.319 Orang dengan HIV (ODHIV) ditemukan di Jambi. Dari jumlah itu, 2.224 ODHIV sudah mengetahui statusnya, 1.516 orang menjalani pengobatan ARV (on ART), dan 1.038 orang di antaranya berhasil mencapai kondisi viral load tertekan (tersupresi).
Jika dilihat dari distribusi kasus baru, pada tahun 2025 tercatat 222 kasus baru HIV. Kelompok populasi yang paling banyak terdampak adalah pasangan ODHIV (14%), diikuti pekerja seks (9%) dan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (9%). Rentang usia produktif 25–49 tahun menjadi kelompok yang paling banyak terinfeksi.
dr. Ike Silvia menjelaskan, upaya pengendalian terus dilakukan melalui peningkatan tes, pengobatan ARV, hingga edukasi untuk pencegahan penularan dari ibu ke anak. Namun demikian, pihaknya mengakui tantangan besar masih dihadapi, terutama terkait stigma, diskriminasi, dan keberlangsungan pendanaan program.
“Kalau tidak ada persiapan transisi pendanaan, kita khawatir capaian yang sudah diperoleh akan mundur. Apalagi target nasional adalah eliminasi HIV pada 2030. Di mana saat ini kami hanya mampu mencapai sebagian besar di Kota Jambi, namun untuk follow up selanjutnya ke kabupaten/kota lainnya keterbatasan dana tadi,” ujarnya.
Ketua Yayasan Kanti Sehati Sejati Jambi, David Chandra Herwindo, juga menegaskan pentingnya komitmen pemerintah pusat maupun daerah dalam menanggung keberlanjutan program HIV.
“Selama ini Global Fund berperan besar dalam mendukung program HIV, mulai dari penyediaan obat ARV, tes, hingga pendampingan berbasis komunitas. Kalau bantuan ini berhenti, apakah pemerintah sudah siap? Itu yang kami khawatirkan,” ungkap David.
David menambahkan, pendanaan dari APBN dan APBD harus mulai diarahkan untuk menopang program HIV secara berkelanjutan.
“Penanggulangan HIV bukan hanya urusan kesehatan, tapi tanggung jawab bersama lintas sektor. Kalau tidak ada keberpihakan anggaran yang jelas, target ‘Three Zero’ – bebas stigma, bebas infeksi baru, dan bebas kematian akibat AIDS – sulit tercapai di 2030,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Provinsi Jambi, Ir H Ivan Wirata ST MM MT, menegaskan pentingnya langkah preventif sekaligus dukungan pengobatan. Di mana pencegahan ini melibatkan semua unsur serta organisasi perangkat daerah (OPD). Seperti pencegahan dari bangku sekolah dasar, lanjutan hingga jenjang yang lebih tinggi. Dan juga membantu sosialisasi pencegahan dari instansi vertikal seperti Kemenag yang menginstruksikan kepada KUA setempat saat para pasangan calon penganten melapor kepada mereka.
“Penyebaran penyakit HIV/AIDS di Jambi harus dicegah, dan warga yang sudah terkontaminasi penyakit mematikan ini harus dikontrol serta dibantu agar mendapatkan obat seumur hidupnya. Saya mendukung penuh strategi Three Zero agar bisa meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Jambi,” ungkapnya.
Ivan juga menyebutkan, DPRD Provinsi Jambi akan mendorong adanya peraturan daerah (Perda) khusus penanggulangan HIV/AIDS. Selama ini, regulasi yang ada hanya berupa Surat Edaran Nomor 350/SE/Setsa-Kesra-3.1/I/2022 tentang pelaksanaan penanggulangan penyakit HIV/AIDS.
“Surat edaran itu tidak mengikat secara hukum. Karena itu, perlu Perda yang memiliki kekuatan hukum agar program pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS lebih terarah dan berkelanjutan,” tegasnya.
Hadir pula dalam diskusi tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Jambi, Rusli Kemal Siregar, yang menyatakan dukungan penuh atas usulan pembuatan Ranperda penanggulangan HIV/AIDS.
“Kami di Komisi IV siap mendukung, dan saya akan membawa usulan ini ke Bapemperda agar bisa segera dibahas lebih lanjut. Perda ini penting agar Jambi memiliki dasar hukum yang kuat dalam penanganan HIV/AIDS,” ucapnya.
Diskusi mengenai kesiapan pemerintah pasca berakhirnya program Global Fund ini dinilai krusial, mengingat tren kasus HIV di Jambi masih menunjukkan angka signifikan, meski ada penurunan pada 2025. Harapannya, sinergi lintas sektor dapat memastikan keberlanjutan program, sehingga target eliminasi epidemi 2030 benar-benar dapat tercapai. Saat ini, Provinsi Jambi merupakan peringkat ketiga terendah di Indonesia untuk angka penyebaran penyakit HIV/Aids tadi. (OYI)
Discussion about this post