Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat)
TREN meningkatnya harga berbagai barang kebutuhan pada bulan Ramadhan bukan sebuah hal baru dalam perekonomian Indonesia. Fenomena ini telah terjadi dari tahun ke tahun secara musiman.
Pada saat bulan puasa harga-harga akan merayap naik, inilah yang kemudian disebut inflasi musiman. Jadi Inflasi adalah fenomena naiknya harga barang di masyarakat. Titik tekannya bukan pada naiknya harga barang, melainkan pada proses meningkatnya harga-harga barang secara terus-menerus yang disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari konsumsi yang meningkat (permintaan lebih tinggi daripada penawaran), proses distribusi yang tidak lancar, atau melimpahnya uang beredar.
Inflasi sendiri terdiri dari tiga komponen, yakni inflasi inti (core inflation), inflasi volatile food, dan inflasi yang diatur pemerintah (administred price). Pada bulan Ramadhan, komponen inflasi yang mengalami kenaikan adalah volatile food atau kelompok bahan makanan.
Namum, perlu disadari inflasi merupakan sebuah konsekuensi logis dari pertumbuhan ekonomi. Karena itu, hal yang paling penting adalah level inflasi tetap ideal. Level inflasi antara 0-3 persen itu masih terbilang wajar.
Survei Bank Indonesia (BI) memperkirakan tekanan inflasi akan meningkat pada April 2022, yang didorong oleh tingginya permintaan masyarakat sejalan dengan adanya momentum Ramadan.
Kenaikan harga bahan pokok saat puasa ini akibat kebutuhan lebih tinggi daripada penawaran. Di sini logika ekonomi akan permintaan dan penawaran berlaku, saat puasa dan hari raya kebutuhan pokok tinggi, maka permintaan meningkat melebihi dari penawarannya, sehingga harga terdongkrak naik.
Fenomena inflasi musiman ini tercermin dari Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) April 2022 yang diperkirakan mencapai 139,1 atau lebih tinggi dari 129,2 pada bulan sebelumnya. Sementara itu, tingkat inflasi pada Maret 2022 akan mencapai 0,32 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).
Pemicu terbesar inflasi hingga minggu pertama Maret 2022 adalah komoditas cabai merah sebesar 0,07 persen mtm, cabai rawit, tempe, bawang merah, dan emas perhiasan masing-masing sebesar 0,03 persen mtm.
Beberapa komoditi yang mengalami kenaikan adalah bawang merah naik 6,12 persen menjadi Rp 36.400 per kg selanjutnya cabai Merah Keriting naik 30,13 persen menjadi Rp 51.400 per kg, cabai merah besar naik 32,45 persen menjadi Rp 49.800 per kg, cabai rawit merah naik 32,32 persen menjadi Rp 69.600 per kg. Disusul oleh kedelai naik 8,82 persen menjadi Rp 11.989 di tingkat pengrajin dan 7,14 persen menjadi Rp13.500 di tingkat eceran.
Meski angka ini terlihat baik-baik saja, ada ancaman yang membayangi di balik angka tersebut. Sebagaimana kita tahu, harga merupakan fungsi dari permintaan dan penawaran. Harga bisa naik manakala permintaaan juga naik. Harga juga turun ketika permintaan turun. Turunnya permintaan ini adalah indikasi dari turunnya daya beli masyarakat. Harga bukannya tidak naik, tetapi tidak bisa naik karena mengimbangi daya beli tersebut.
Lalu apa dampaknya kenaikan harga-harga itu ? Harga barang yang naik itu mengakibatkan turunnya nilai mata uang. Proses ini berlangsung terus-menerus dan saling mempengaruhi harga barang yang lain. Akibatnya nilai mata uang yang melemah ini ekonomi makin sulit, harga tinggi, uang makin serasa tak berarti.
Meski tampak kecil, angka tersebut bisa menghasilkan dampak yang cukup signifikan bagi orang-orang yang daya belinya cenderung stagnan atau bahkan mengalami penurunan. Apalagi kalau ada oknum-oknum tertentu yang memperparah keadaan seperti melakukan penimbunan barang, merekayasa pasar, dan sebagainya.
Inflasi yang terjadi karena mekanisme pasar saat keseimbangan harga terjadi, tidak bisa diantisipasi, karena sifatnya alamiah. Meski demikian, pemerintah selaku regulator bisa melakukan pengawasan dan intervensi langsung ke pasar, baik dengan cara mencegah aksi spekulan yang sering memanfaatkan situasi ramadhan untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau sekedar operasi pasar untuk beberapa produk. Di sinilah tim pengendali inflasi daerah memiliki peran penting untuk mengontrol harga pasar. (***)
Discussion about this post