Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Aktivis)
MUNGKIN ini salah, karena terlalu teoritis, tapi melihat karakteristik demonstrasi mahasiswa yang meletup baru ini, terasa berbeda dengan demonstrasi pengulingan Suharto era 98 dulu.
Waktu itu demonstrasi didahului dengan konsolidasi massa yang panjang. Hari ini konsolidasi hanya berawal dari perguliran opini di media sosial. Bercampur baur antara fakta dan berita bohong (hoaks).
Dahulu konsolidasi diawali dari mimbar bebas dari kampus ke kampus, dari diskusi dan seminar, hingga rapat dan pertemuan sebagai konsolidasi. Pada tahap ini isu dirumuskan sebagai uji gagasan. Akibat tidak didahului dengan konsolidasi massa yang panjang, gerakan mahasiswa tidak menghasilkan efek perlawanan yang kuat di akar rumput. Mudah dipatahkan, dengan sedikit drama dan gimmick penguasa. Tentu saja sekali lagi, ini bisa benar dan juga salah.
Konsolidasi dalam kamus politik adalah upaya untuk memperteguh atau memperkuat kedudukan. Dalam hal ini memperkuat isu sebagai alat tawar dan daya jual pada publik.
Konsolidasi gerakan tidak bisa lewat media sosial semata, meski digitalisasi suatu trend zaman yang membawa kemudahan. Tetap saja konsolidasi butuh pengelolaan manajemen isu mimbar bebas dari kampus ke kampus. Mengambil ruang di media massa dan media sosial. Tahapan inilah yang sering disebut manajemen isu.
Dalam dunia pergerakan manajemen isu merupakan instrumen vital bagi masa depan perjuangan yang mempengaruhi agenda kebijakan publik berdasarkan ide posisi isu yang mereka ambil.
Isu muncul ketika ada ketidaksesuaian antara pengharapan publik dengan praktek bernegara yang jika diabaikan bisa berdampak merugikan bagi sudut pandang publik. Isu bisa meliputi masalah, perubahan, peristiwa, situasi, kebijakan atau nilai.
Heath dan Coombs (2006) dalam penelitiannya mengatakan manajemen isu dapat mengubah kebijakan masyarakat karena menawarkan alasan yang masuk akal untuk menjustifikasi posisi yang mereka sarankan. Posisi yang diselaraskan dengan kepentingan publik utama, membangun hubungan yang efektif dan saling menguntungkan, dan meningkatkan kepentingan komunitas.
Manajemen isu merupakan proses proaktif dalam mengelola isu-isu, tren atau peristiwa potensial, eksternal dan internal, yang memiliki dampak baik negatif maupun positif terhadap organisasi dan menjadikan
Isu sebagai peluang meningkatkan reputasi gerakan sosial
Upaya mengelola isu dilakukan dengan cara memonitor, mengidentifikasi, menganalisis,
membuat kebijakan stratejik pada tingkat manajemen, impelementasi kebijakan sebagai tindakan mengantisipasi isu dan mengevaluasi dampak kebijakan dalam rangka mendukung kontinuitas aktivitas gerakan.
Hal ini didasari oleh pemahaman sederhana bahwa isu muncul dan berkembang ketika ada perubahan, disharmoni atau ketidaksesuaian antara lingkungan atau pengharapan publik dengan organisasi yang menjadi titik balik (turning point) bagi aktivis untuk secara proaktif mengidentifikasi untuk kemudian merespon isu dan menjadikannya keuntungan atau manfaat bagi organisasi. Isu yang muncul dan tidak dikelola dengan baik akan berkembang menjadi krisis.
Manajemen isu membantu aktivis dan kelompoknya untuk berkompetisi dan cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan, situasi atau peristiwa. Mengidentifikasi dinamika lingkungan dan pengharapan publik atas keberadaan setiap aksi.
Dalam konsepsi gerakan manajemen isu merupakan Reclaim Your Rights, di mana suatu isu diangkat berdasarkan refleksi atas kebijakan-kebijakan anti rakyat dan melanggar hak asasi manusia yang hingga hari ini terus terjadi. Negara yang semestinya menyejahterakan rakyatnya, justru bertekuk lutut di hadapan para pemodal yang senantiasa melayani nafsu kepentingan bisnis para pengusaha. Akibatnya, banyak kebijakan yang dibuat dengan mengesampingkan hak-hak asasi manusia.
“Reclaim Your Rights!” menyerukan kepada publik untuk turut berjuang bersama merebut kembali hak-hak asasi manusia yang dikebiri dan dirampas paksa oleh penguasa melalui serangkaian kebijakan yang korup tersebut.
Konsolidasi gerakan bisa menyoroti kebijakan yang dibuat akhir-akhir ini oleh penguasa dan sangat anti rakyat. Misalkan produk undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang dibuat oleh sekelompok orang yang memiliki konflik kepentingan terhadap pemodal serta politikus, dan banyak merenggut hak-hak asasi dari berbagai sektor kehidupan masyarakat, mulai dari perlindungan tenaga kerja hingga hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun, sekali lagi isu ini tidak tertata, belum terkonsolidasi. (***)
Discussion about this post