Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat)
ECOREVIEW – Entah apa motifnya, atau memang target itu yang dituju, proyek Multi Years seolah lagi trend di lakukan kepala daerah. Pemerintah Provinsi Jambi sendiri merancang lima proyek infrastruktur multiyears atau berkelanjutan untuk meningkatkan perekonomian daerah.
Tak tanggung – tanggung, proyek tahun jamak (multiyears) ini menelan APBD Provinsi Jambi senilai Rp 1,5 triliun. Dana sebesar ini digunakan untuk lima proyek infrastruktur yakni pembangunan jalan di Simpang Pelawan-Batang Asai, jalan Simpang Pudak-Suak Kandis dan jalan Simpang Teluk Nilau-Senyerang. Kemudian pembangunan stadion sepak bola bertaraf internasional dan Islamic Center.
Tak beda dengan Gubernur, Walikota Jambi juga melakukan hal yang sama, meski dengan meminjam dana dari PT. SMI, pemkot menjalankan proyek Multi Years untuk mendanai berbagai proyek yang sebenarnya tak menjawab persoalan kota yang masih berkutat pada banjir, pengangguran dan kemiskinan.
Pada awalnya Pemkot Jambi mengusulkan pinjaman sebesar Rp385 miliar, untuk sembilan item proyek. Namun dalam prosesnya hanya terealisasi Rp140 miliar, yang digunakan untuk empat item pembangunan, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Abdurrahman Sayuti, Terminal Rawasari, Perumda Air Minum Tirta Mayang, dan pedestrian kota.
Pertanyaannya ? Apakah sudah tidak ada agenda pembangunan lain yang membutuhkan dana APBD ? Penulis meyakini agenda itu masih banyak. Hanya saja ini masalah prioritas dari kepala daerah.
Atas dasar pertanyaan ini, publik sebenarnya wajib memberi catatan kritis akan hal ini, mengingat walau pun kontrak tahun jamak memberi percepatan pemanfaatan bangunan, namun di beberapa daerah telah menjadi kasus hukum yang melibatkan pembuat dan pelaksana kebijakan.
Beberapa hal yang perlu dicermati dalam pelaksanaan kontrak tahun jamak ini adalah potensi penyimpangannya. Kontrak tahun jamak yang biasanya beranggaran besar menimbulkan risiko penyimpangan yang juga besar. Kasus korupsi yang mungkin terjadi biasanya berupa pengaturan pemenang lelang, suap dan gratifikasi.
Dugaan pengaturan pemenang tender menyiratkan adanya ‘agenda gelap’ khususnya praktek suap dan gratifikasi yang menjauhkan kemanfaatan yang semestinya menjadi hak masyarakat, muaranya, pekerjaan menjadi kurang baik secara kuantitas mau pun kualitasnya.
Lalu, jika ada yang bertanya, apa masalahnya proyek multi years yang dilakukan pemprov dan Pemkot Jambi ? Jawaban tidak ada masalah, sepanjang belanja difokuskan pada program prioritas, efisiensi, berbasis hasil, antisipatif, dan penguatan desentralisasi fiskal daerah.
Dalam hal proyek tahun jamak ini, kita tidak melihat belanja ini mengambarkan fungsi dan peranan melindungi masyarakat melalui APBD secara menonjol
Di bidang kesehatan, misalnya, belanja daerah cenderung mulai melupakan upaya melanjutkan penanganan Covid-19 termasuk vaksinasi dan juga reformasi sektor kesehatan. Padahal sektor kesehatan kunci dari pemulihan ekonomi.
Lalu, bidang perlindungan sosial, disamping belum memberikan perlindungan memadai kepada masyarakat dan dunia usaha, pemerintah daerah tak memiliki fokus melakukan perbaikan sistemnya.
Bidang pendidikan, belanja juga APBD juga tidak optimal diarahkan untuk mendorong reformasi guna meningkatkan sumber daya manusia Jambi yang unggul. Padahal kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial adalah tiga hal yang langsung berhubungan dengan kualitas SDM.
Lalu, jika disebutkan proyek tahun jamak untuk terus mendorong bidang infrastruktur, tentu harus yang diutamakan adalah infrastruktur pelayanan dasar sehingga masyarakat semakin produktif dan menghasilkan konektivitas yang semakin baik melalui pembangunan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bukan infrastruktur mercu suar yang tak menjawab akan esensi persoalan berupa konetivitas yang terbatas.
Kemudian dalam ketahanan pangan Provinsi Jambi juga tak menjadikannya sebagai prioritas, padahal ini menyangkut kesejahteraan masyarakat akan ragam pangan dan memberikan kepastian ekonomi serta keamanan negara.
Terakhir, idelanya anggaran Pemerintah baik Provinsi dan Kota Jambi sebaiknya diarahkan untuk penguatan kualitas desentralisasi fiskal dan peningkatan kualitas pelaksanaan guna mendukung kinerja daerah, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, dan mengatasi kesenjangan pembangunan antar daerah. (***)
Discussion about this post