Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat)
ECOREVIEW – Selalu ada hal yang di luar ekspetasi dalam ekonomi. Meski asumsi ABPN disusun dengan cermat, tetap saja ada hal yang tak diproyeksi terjadi. Kali ini Perubahan amat mengembirakan, berupa kenaikan harga komoditas yang menjadi unggulan dalam negeri di pasar global.
Pemerintah Indonesia mendulang untung besar dari kenaikan harga komoditas. Kenaikan ini menambah kas negara dalam APBN 2022 berjalan, jumlahnya tak tanggung – tanggung bisa mencapai Rp 420 triliun.
Sebagai informasi, dengan potensi Rp 420 triliun ini maka sepanjang 2022 penerimaan negara dalam APBN bisa menjadi Rp 2.266,2 triliun dari sebelumnya Rp 1.846,1 triliun. Sekali lagi ini bukan sebatas asumsi, tapi sedang mengalir di semua pos penerimaan negara.
Keuntungan itu masuk ke kantong negara melalui berbagai sumber mulai dari penerimaan pajak migas dan non migas, bea cukai hingga penerimaan negara bukan pajak (PNPB) di setiap bulannya. Karena pergerakan penerimaan ini Menteri Keuangan terpaksa harus melakukan penjelasan kondisi APBN setiap bulan ke publik maupun DPR.
Lalu, apa musababnya hingga Indonesia mendapatkan durian runtuh tersebut ? Tak lain dampak dari konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Perang di Eropa ini memicu kenaikan di semua sektor komoditas secara global.
Indonesia yang merupakan penghasil komoditas yang komplit, dengan kuantitas yang besar mau tak mau merasakan dampak tersebut. Meski kita juga patut prihatin akan perang Rusia – Ukraina tersebut.
Harga komoditas yang melonjak bagai suplemen APBN untuk Indonesia. Sebab, komoditas unggulan negeri yakni batu bara, CPO, ICP, tembaga hingga nikel harganya ikut melambung tinggi.
Pada bulan Maret 2022 (yoy) penerimaan negara yang tumbuh tinggi 32,1% atau sudah terkumpul Rp 501 triliun.
Jika dilihat dari sektornya, penerimaan pajak dari industri pertambangan melonjak sebesar 109,7% di Maret 2022 atau secara kumulatif Januari-Maret 154,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sektor pertambangan memang memberikan kontribusi besar karena ada komoditas boom. Pertambangan tumbuh tinggi berturut-turut di Januari, Februari dan Maret 2022 di atas 100 %.
Kemudian, melalui kepabeanan, batu bara cs ini memberikan kontribusi melalui bea keluar. Dimana Bea Keluar tumbuh hingga 132,2% hingga akhir Maret atau nominalnya mencapai Rp 10,7 triliun.
Kinerja Bea Keluar yang tumbuh tinggi ini ditopang oleh kenaikan harga produk kelapa sawit (CPO) serta peningkatan harga sekaligus volume ekspor tembaga.
Bea keluar ini menggambarkan kegiatan ekspor terutama barang-barang komoditas seperti CPO dan barang mineral kita seperti tembaga yang dalam hal ini memungut bea keluarnya.
Selanjutnya, kenaikan harga komoditas terhadap barang unggulan Indonesia ini juga memberikan kontribusi besar melalui PNBP. Dimana PNBP hingga akhir Maret 2022 telah terkumpul RP 99,1 triliun.
Selain itu PNBP Sumber Daya Alam (SDA) Migas tumbuh 113,2% terutama karena kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang lebih tinggi dari asumsi pemerintah.
Kenaikannya bahkan lebih dari dua kali lipat yakni rata-rata harga ICP Desember 2021 hingga Februari 2022 sebesar US$ 84,99 per barel atau naik 58,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Rata-rata harga ICP pada Desember 2020-Februari 2021 US$ 53,77 per barel.
Meskipun ICP ini dari sisi liftingnya lebih rendah dari asumsi APBN 703 ribu barel per hari, realisasi hanya 611 ribu barel per hari. Tapi penerimaan nominalnya karena harga ICP kita rata-rata tinggi.
Kemudian, penerimaan negara di PNBP juga terlihat dari SDA non migas yang tumbuh 70,3%. Ini ditopang oleh kenaikan harga minerba naik signifikan atau tumbuh 79,6% menjadi Rp 13,4 triliun dibandingkan Maret 2021 hanya Rp 7,5 triliun.
Penyumbangnya batu bara, nikel yang semuanya mengalami kenaikan harga. Tahun ini batu bara rata-rata Januari-Maret US$ 183,5 per ton, tahun lalu posisi harganya baru di US$ 82,7. Kemudian Nikel juga sama US$ 21.613,5 per ton, tahun lalu hanya US$ 17.395,3 per ton. Jadi ada kenaikan signifikan dari harganya.
Tingginya penerimaan negara oleh kenaikan harga komoditas laksana durian runtuh bagi APBN. Memberi pemerintah ruang fiskal yang cukup lebar melakukan penguatan anggaran. Suplemen yang dibutuhkan dalam pemulihan ekonomi yang masih berlanjut.
Secara ekonomi kenaikan ini adalah pembalikan yang luar biasa. Namun ini belum menggambarkan keseluruhan cerita 2022, karena sejatinya perjalanan masih cukup panjang. Karena jika lama, situasi perang Rusia – Ukraina justru akan memicu resesi global yang akan memukul balik semuanya. (***)
Discussion about this post