Oleh: Tutie Rosmalina, SH. I, M.A
BELAKANGAN kata perempuan banyak di jadikan topik pembebasan di meja-meja diskusi, baik setara warung kopi, atau bahkan kelas kelas elit. Kata perempuan menjadi ajang pencaharian di google paling populer dan tranding jika dikaitkan dengan politik.
Sejauh mana peran dan partisipasi perempuan menjelang Pemilu 2024, baik perempuan secara subjek maupun objek Pemilu itu sendiri, perempuan menentukan dengan apirmative action nya, untuk menentukan lolos tidaknya sebuah partai politik dalam uji administratif maupun uji faktual nya.
Kalau saat ini kata perempuan sedang ramai juga di bahas terkait nomor urut perempuan dalam partai politik untuk Dapilnya. Apakah nomor urut ini sebenarnya berpengaruh untuk keterwakilan perempuan itu secara fisik maupun gagasan, atau hanya sebagai pemanis saja agar terlihat bahwa partai tersebut sudah mewakili suara perempuan. Yang tentu saja akan menarik simpati pemilih perempuan itu sendiri yang jumlahnya fantastis banyaknya.
“Jika mengutip kompas terbit 14 Desember 2022 Kemendagri menyerahkan DP4 sebanyak 204.656.053 jiwa. Terdiri dari laki-laki 102.181.591 jiwa. Perempuan 102.474.462 jiwa meliputi 38 provinsi,” kata Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) John Wempi Wetipo di Kantor KPU RI.
Sungguh jumlah ini sangat layak untuk di rebut hatinya dan turut dalam pemilihan DPRD RI-Provinsi-Kabupaten. Bahkan sebahagian partai politik tidak lagi melihat apakah kandidat yang mereka calon kan mampu mewakili perempuan secara gagasan atau tidak.
Sudah di berikan pendidikan politik sesuai pola pola pengkaderan yang ada di partai politik, agar tidak gagap menghadapi konsetuen nya atau hanya sebatas popularitas maka direkrut. Maka hal ini hanya mampu dijawab oleh partai politik itu sendiri. Yang jika di tanya ke saya sebagai perempuan, saya berharap perempuan yang mewakili saya di parlemen tentunya adalah perempuan perempuan yang memiliki ide dan gagasan.
Sehingga saya tidak hanya diwakili secara jenis kelamin saja, namun mampu mewakili saya “perempuan” secara ide. Karena semakin ke sini perempuan di parlemen hanya mewakili secara jenis kelamin saja, belum mampu mencerminkan dan mewakili perempuan secara ide dan kebutuhan akan kesetaraan kesempatan.
Perempuan dalam dunia politik sangat tergantung pada restunya laki laki, walaupun perempuan sudah di berikan banyak kelonggaran aturan seperti kesempatan mewakili dengan 30 % nya. Mungkin jika ini tidak di buatkan aturan, jangankan sekedar nomor urut yang bagus, sekedar ada di kertas surat suara saja tidak mungkin.
Kedua Keterbatasan akan modal kampanye juga sangat memberi sumbangan bagi perempuan perempuan potensial untuk percaya diri maju sebagai calon legislatif, walau sudah disediakan nomor urut bagus di sebuah partai. Jika modal turun Dapil saja tak punya, konon lah pulak bisa merayu konstituennya untuk turut memilih. Berbanding terbalik dengan laki-laki yang memiliki otoritas dan penguasaan aset yang lebih banyak dalam rumah rumah mereka. Caleg laki laki biasanya lebih leluasa menggunakan aset. Untuk memodali diri mereka ke Parlemen.
Lagi lagi apakah sistem Pemilu kita yang salah, atau perempuan ini yang sudah terlalu lama terbelenggu dengan berbagai stikma dan subordinatnya, di mana perempuan di anggap orang nomor dua, lemah dan lebih menggunakan hati ketimbang fikiran. Padahal terlalu banyak perempuan cerdas di luar sana yang belum memiliki kesempatan karena keterbatasan modal.
Pada akhirnya di tulisan ini saya berharap, Pemilu 2024 bertepatan dengan bulan kasih sayang, atau bulan merah jambu nya. Suara perempuan sangat menentukan dalam suksesi penentuan keterwakilan suara perempuan itu sendiri.
Jangan mau dibeli suaranya, agar mampu terwakili secara fisik maupun ide di parlemen nantinya. Jumlah kita banyak, namun masih suka bercerai berai, masih suka memilih yang populer dibanding yang biasa saja tapi idenya sangat membangun peradaban. Jika pola kita masih sama, kapan kita akan terwakili secara gagasan. Mari pilih bukan sebatas terkenal saja, tapi juga memiliki pengetahuan.
“Perempuan adalah peradaban, jika satu perempuan cerdas saja bisa melahirkan 2 laki laki populer pemimpin bangsa. Konon pula jika perempuan itu mampu membangun dirinya dan anak peradabannya menjadi penyuara keseimbangan pemikiran akan peran dan pola fikir bangsa terhadap berartinya kata perempuan itu sendiri baik secara fisik maupun ide. (***)
Discussion about this post