PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dimasukkan ke dalam Kebijakan Arah Belanja Pemerintah (BPP) Tahun Anggaran 2026, saat ini menjadi fokus utama pemerintah Indonesia. MBG diprioritaskan sebagai upaya strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) sekaligus mengatasi stunting dan gizi buruk, yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia, bersama dengan program ketahanan pangan, ketahanan energi, perumahan, dan pertahanan dan keamanan. Program ini sangat penting untuk menjamin agar anak-anak dan kelompok rentan memperoleh asupan gizi yang memadai demi mendukung tumbuh kembang yang optimal.
Namun demikian, dalam kebijakan pembangunan SDM, pendidikan dipandang sebagai program pendukung daripada prioritas utama. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah pemenuhan gizi tanpa pendidikan yang serius sudah cukup untuk menghasilkan generasi yang unggul untuk masa depan Indonesia?
Tujuan utama Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah untuk mengurangi tingkat stunting dan malnutrisi pada anak-anak, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Pemerintah berharap pada tahun 2025 seluruh anak di Indonesia akan mendapatkan makanan sehat secara gratis, dan puluhan juta anak akan menjadi penerima manfaat.
Selain itu, program ini diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa, karena asupan gizi yang memadai diyakini dapat membantu meningkatkan konsentrasi dan keterlibatan aktif mereka dalam proses pembelajaran. Tidak bisa disangkal, asupan gizi yang cukup merupakan dasar utama bagi kesehatan fisik dan perkembangan kemampuan kognitif anak-anak.
Tapi, ketika MBG menjadi prioritas utama dan pendidikan hanya digunakan sebagai pendukung, kita perlu merenungkan kembali bagaimana pembangunan SDM yang sebenarnya. Pendidikan adalah pilar utama yang membentuk intelektualitas, karakter, dan daya saing bangsa; tanpa pendidikan yang baik, nutrisi yang baik pun tidak akan efektif dalam menghasilkan generasi yang cerdas dan produktif.
Karena fakta ini, kita harus mengingat bahwa “kenyang” dan “pintar” memang tidak boleh dipisahkan. Anak-anak harus mendapatkan gizi yang cukup agar mereka tidak mengalami kesulitan fisik dan mental saat belajar. Namun, fakta lain nya hanya pendidikan yang berkualitas tinggi yang dapat meningkatkan kreativitas, kemampuan berpikir kritis, dan keterampilan yang diperlukan di era modern ini. Pembangunan SDM akan terhambat jika salah satunya diabaikan, sehingga hasilnya tidak optimal.
Selain itu, ada berupa kekhawatiran tentang apakah sektor pendidikan mendapatkan cukup perhatian dan juga dana? karena fokus anggaran yang besar saat ini untuk MBG, bahkan mencapai ratusan triliun rupiah pada tahun 2025. Sedangkan uang yang dialokasikan untuk renovasi sekolah dan perbaikan fasilitas pendukung pendidikan, jumlah nya relatif kecil dibandingkan anggaran MBG. Padahal, fasilitas pendidikan yang memadai, guru yang berkualitas tinggi, dan kurikulum yang relevan adalah kunci untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Selain itu, Pendidikan disini sangat memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan dan nutrisi yang baik. Pendidikan yang baik dapat menanamkan nilai-nilai pola hidup sehat, sehingga program MBG merupakan bagian dari perubahan budaya yang berkelanjutan dan bukan solusi jangka pendek. Dengan kata lain, MBG dan pendidikan sebenarnya saling melengkapi dan harus dilakukan secara sinergis.
Kita disini harus menyadari bahwa membangun sumber daya manusia yang unggul merupakan upaya yang memerlukan pendekatan menyeluruh karena merupakan upaya yang akan berlangsung selama jangka waktu yang lebih lama. Jika fokus hanya pada pemenuhan kebutuhan fisik tanpa mempertimbangkan aspek intelektual dan pembentukan karakter, generasi yang dihasilkan mungkin sehat secara fisik, tetapi tidak siap menghadapi tantangan yang semakin kompleks di seluruh dunia. (***)
Discussion about this post