Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat Perbankan)
ECOREVIEW – Bank Pembangunan Daerah (BPD) memiliki peran strategis dalam pemulihan ekonomi di daerahnya agar bisa berkontribusi terhadap Pemulihan Ekonomi Nasional. Mengingat ekonomi nasional bergantung pada kemampuan masing-masing daerah untuk menemukan komoditas atau produk yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya.
Dalam konteks ekonomi Provinsi Jambi, Bank Jambi memiliki peran strategis terutama untuk pemulihan ekonomi di daerah agar kompetitif, kuat dan kontributif dan utamanya juga bank sebagai menjadi penyalur KUR bagi usaha kecil dan menengah (UMKM). Dalam hal ini Bank Jambi sebagai lokomotif kebangkitan ekonomi Provinsi Jambi untuk menunjang pertumbuhan ekonomi regional melalui sektor UMKM.
Saat bank-bank berskala nasional memperebutkan lezatnya pasar pembiayaan mikro. Bank Jambi sebenarnya cukup berpeluang merebut pasar mikro di wilayahnya sendiri. Indikasinya, melihat Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Jambi tahun 2021 mencapai 84,68 persen persen, jauh di atas rata – rata LDR perbankan nasional yang hanya sebesar 78,04 persen.
Selain itu Bank Jambi berhasil mencatatkan laba bersih tahun berjalan sebesar Rp315,36 miliar hingga Desember 2021. Tumbuh 12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), di mana pada 2020, perusahaan membukukan laba bersih tahun berjalan sebesar Rp281,35 miliar. Dari dua indikator ini, Kondisi likuiditas Bank Jambi masih cukup aman untuk melakukan ekspansi kredit.
Karena struktur dana pihak ketiga yang dihimpun sangat khas, secara umum kondisi likuiditas Bank Jambi di seluruh dalam kondisi yang sehat dan tidak terkena dampak krisis likuiditas.
Kondisi likuiditas yang aman tak hanya menyediakan ruang bagi Bank Jambi untuk dapat tetap menggenjot kredit, namun juga masih memiliki peluang untuk memperoleh return yang kompetitif dari bentuk investasi yang lain, seperti penempatan dana antarbank atau Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Dalam hal ini ada peran penting Bank Jambi dalam menunjang pertumbuhan ekonomi di daerah dan membantu program Pemda, yaitu membuka akses keuangan yang lebih luas kepada sektor UMKM dengan membentuk satuan kerja khusus.
Dalam rangka memenangkan persaingan, Bank Jambi mau tidak mau harus masuk ke dalam digitalisasi. Sebab bank daerah ini harus memerankan fungsinya mensinergikan kekuatannya agar lebih efektif dan efisien, mengoptimalkan dana di Jambi melalui sektor-sektor produktif.
Lewat digitalisasi yang dilakukan Bank Jambi kita yakini dapat mendorong peluang dan akses yang lebih luas kepada masyarakat dan bisa mendorong masyarakat lebih inklusif dan mudah mendapatkan layanan BPD. Caranya dengan terus memberikan pinjaman modal sehingga diperlukan diberikan strukturisasi.
Melalui digitalisasi layanan Bank Jambi pangsa UMKM masih memiliki peluang untuk dikembangkan. Di Provinsi Jambi Jambi misalnya ada 120 ribu UMKM dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang makin besar, di semua sektor usaha.
Meski Bank Jambi porsi kredit terbesar adalah kredit konsumer. Tapi perlu juga melakukan ekspansi kredit produktif, hal ini sebenarnya tak memberatkan, karena semua segmen kredit Bank Jambi tumbuh, dari kredit komersial hingga kredit UMKM
Dalam hal ini perlu pemetaan untuk pengembangan Bank Jambi. Targetnya ada 120 ribu UMKM yang memiliki potensi seiring penguatan transaksi layanan digital, mempersiapkan infrastruktur digital, mempermudah UMKM dalam akses keuangan prudential banking dalam scoring system yang akan dibangun oleh FDS dan AWS.
Oleh karena itu, setelah memiliki daya dukung yang optimal terhadap ekspansi kredit ke UMKM, Bank Jambi perlu mengelola kesiapan sumber daya manusianya. Setiap bank sebenarnya telah memiliki kompetensi dan expertise-nya sendiri-sendiri. Seperti halnya bank-bank berskala besar yang berfokus pada sektor korporasi memiliki kompetensi pada sektor tersebut, demikian pula dengan bank yang berfokus menggarap sektor UMKM.
Melakukan switching ke segmen pasar yang tidak dikuasainya membutuhkan upaya yang tidak mudah, sehingga kita banyak melihat bank yang gagal mencoba memasuki segmentasi pasar yang baru. Nah, Bank Jambi sebenarnya telah cukup teruji memiliki expertise untuk menekuni sektor UMKM.
Pertaruhannya sangat besar apabila bank ini harus mencoba terbuai untuk agresif dan atraktif menggarap kredit non UMKM. Apalagi kecenderungan tawaran untuk menggarap sektor usaha besar, yang tentu saja juga memiliki tingkat risiko yang besar, sangat tampak di depan mata.
Untuk itulah, apabila memang Bank Jambi ingin mencoba menggarap pasar sektor tersebut, maka perlu prioritas untuk melakukan penggarapan sektor usaha yang mampu menjadi pendorong program pemberdayaan perekonomian daerah.
Terakhir, sebagai sebuah institusi bisnis yang ingin selalu tumbuh berkembang secara berkelanjutan (sustainable growth), tentu saja Bank Bank Jambi harus cerdas dalam menentukan pilihan atas alternatif-alternatif segmentasi pasarnya. Pada saat berada di persimpangan jalan, sudah selayaknya Bank Jambi harus kembali kepada jati diri dan “khitah”-nya, sebagai bank yang setia mendampingi UMKM di Provinsi Jambi. (***)
Discussion about this post