Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
DI Tengah tak ada kepastian kapan akan berakhirnya Pandemi Covid-19, KPU, DPR dan Pemerintah menyepakati jadwal pemilu tanggal 14 Februari 2024.
Tentu saja keputusan ini kita apresiasi, karena agenda Pemilu tak boleh tertunda. Apalagi pandemi menjadi wabah tak berujung, menjadi endemi, saat kita harus berdampingan entah sampai kapan. Dengan tak ada masa tunggu yang pasti, tak ada juga menunda Pemilu.
Kembali kepada Pemilu dengan segala hiruk pikuknya, di masa pandemi covid-19 ini, strategi politik dengan mengumpulkan massa dalam jumpa banyak. Atau melakukan strategi door to door dari pintu ke pintu menjadi resiko penyebaran virus. Ini tentu situasi yang riskan bagi calon, masyarakat dan pemerintah.
Maka mau tak mau strategi yang paling efektif dan efisien di saat pandemi yakni melakukan branding dengan memanfaatkan media berbasis internet seperti media sosial. Branding adalah proses komunikasi yang dilakukan secara terintegrasi dengan menggunakan berbagai media dan pesan-pesan yang sudah disusun sedemikian rupa.
Pada situasi pandemi terjadi kecenderungan perubahan perilaku komunikasi yang secara masif dengan menggunakan media sosial dalam mengakses Informasinya. Perubahan tersebut, dilandasi oleh budaya baru berupa kebiasaan menggunakan media sosial sehingga terbentuk lingkungan budaya (cultural environment).
Pada dasarnya tujuan branding adalah memperkenalkan/menciptakan awareness kandidat kepada target pasar atau para pemilih. Branding juga sebagai upaya membangun, menghimpun kekuatan, kepercayaan dan dukungan publik.
Branding tidak hanya untuk perusahaan dan produknya. Dalam ranah politik dan entertainment ada sebuah tren baru yang disebut personal branding. Sukses personal branding memerlukan persepsi secara efektif mengelola dan mengendalikan dan mempengaruhi bagaimana orang lain memandang dan memikirkan Anda.
Memiliki personal branding yang kuat tampaknya menjadi aset yang sangat penting di hari ini baik secara daring, virtual, hal ini menjadi semakin penting dan merupakan kunci sukses individu. Jangankan kandidat yang belum dikenal, artis yang sudah terkenalpun masih harus tetap melakukan personal branding agar nama mereka tetap eksis di dunia
Political branding lazim digunakan oleh para kontestan politik untuk mendapatkan popularitas. Meski tidak serta merta menjamin kemenangan di tangan kontestan, akan tetapi political branding dapat menjadi senjata ampuh dalam menciptakan kampanye yang berbeda, lebih efektif dan efisien.
Branding sebagai upaya membangun, menghimpun kekuatan, kepercayaan dan dukungan publik. Dukungan masyarakat kepada salah satu calon dalam pemilu terjadi ketika calon bersangkutan berhasil membangun emotional relationship yaitu branding yang memposisikan masyarakat bukan sebagai pemilih semata, tetapi sebagai rekan politik.
Untuk mencapai ikatan batin tersebut ada beberapa tahapan political branding yang meliputi brand identity, brand positioning, dan brand image. Dalam brand identity mencakup personal identity, communication identity, dan behaviour identify. Tahapan ini penting memperhitungkan aspek seperti personality, penampilan, dan pesan politik.
Lalu masuk ke tahap Brand Positioning suatu tahap para kandidat atau partai menempatkan citranya di benak pemilih. Citra ini harus dibentuk agar memiliki cita rasa kandidat atau partai berbeda dengan pesaing kandidat atau partai lainnya, sementara branding adalah bagaimana personifikasi dan identitas itu di susun termasuk didalamnya slogan dan simbol kandidat dan partai.
Sedangkan brand image yang dibangun oleh politisi mengenai dirinya, sehingga terbentuklah perasaan, kesan, atau image tertentu di benak masyarakat mengenai politisi tersebut.
Branding politik ini dapat membantu organisasi politik seperti politisi, kandidat, atau partai untuk mendulang dukungan, mengubah dukungan, serta mempertahankan dukungan, image, atau reputasi yang dimilikinya. Selain itu, branding politik juga membantu menciptakan identitas untuk politisi.
Identitas ini memudahkan masyarakat untuk membedakan antara satu politisi dengan politisi lainnya. Pada akhirnya, identitas, image, dan juga reputasi ini diharapkan dapat menciptakan hubungan saling percaya antara politisi dan konsumen politik atau masyarakat (Lees-Marshment, 2014).
Namun, sebagai langkah awal ada satu tahapan yang harus dilakukan, yaitu, Segmentasi pemilih, yang merupakan tahap pertama strategi pemasaran politik yang paling penting tapi seringkali dilewatkan dalam penyusunan strategi pemasaran politik. Segmentasi paling mudah dilakukan adalah berbasis demografi (usia, gender, dll) dan geografi.
Sebenarya model segmentasi pemilih di dunia dewasa ini sudah bergerak ke berbasis psikografi, (Gareth Smith dan Andy Hirst, 2001). Setelah segmen pemilih sudah di tentukan langkah selanjutnya adalah menentukan target segmen pemilih yang dituju. Paling tidak ada tiga kriteria utama untuk menentukan target segmen pemilih yaitu besaranya jumlah pemilih, tingkat persaingan, dan kemampuan kandidat atau partai dalam menarget segmen pemilih tersebut.
Media merupakan penyampai pesan yang ampuh untuk menjangkau target pemiih. Hampir semua kegiatan kampanye politik branding dilakukan, mulai dari pemilihan kepada desa sampai pemilihan presiden. Peran media sosial Personal branding dapat diartikan sebagai nilai lebih dari seorang calon yang ikut dalam kompetisi pilkada. Nilai lebih itu harus disampaikan kepada target market, yaitu para pemilih agar mereka mengenal lebih dekat dan pada proses akhir adalah memilih sang calon. (***)
Discussion about this post