Oleh : Noviardi Ferzi (Pengamat)
BESARAN APBD Provinsi Jambi belum mampu memberi daya ungkit perekonomian masyarakat. Semestinya anggaran besar harus berdampak signifikan dan memberikan daya ungkit bagi perekonomian masyarakat, mampu memberikan kesempatan kerja, menekan angka kemiskinan dan dampak ganda lain yang lebih luas.
APBD Provinsi Jambi di masa pemerintahan Gubernur Haris dengan Visi Jambi mantapnya, saya nilai masih menunjukkan kurangnya keberpihakan bagi kepentingan publik.
Saat ini pembangunan di Provinsi Jambi terhitung sangat boros dan tidak terarah, namun hasilnya tidak tampak dan tidak dirasakan oleh masyarakat. Sehingga pemprov perlu melakukan perbaikan dalam penyusunan perencanaan pembangunan.
Hal ini terlihat dari alokasi belanja yang tidak terkait langsung dengan pembangunan seperti halnya belanja hibah dan bantuan sosial. Dalam hal inflasi dan kenaikan BBM saja kita melihat Gubernur tidak memberi dukungan penguatan daya beli masyarakat secara optimal.
Indikator lain tingkat penyerapan yang rendah juga menunjukkan masih kurangnya perhatian pemerintah daerah bagi kepentingan publik. Komitmen dan partisipasi aktif seluruh jajaran pemerintah daerah Provinsi Jambi harus menjadi garda terdepan dalam peningkatan kualitas belanja daerah. Wujud komitmen tersebut dapat direalisasikan dalam bentuk peningkatan alokasi dan realisasi belanja yang lebih besar bagi kepentingan publik.
Penyebabnya klasik, antara lain, berupa program yang kurang berkualitas, tak menjawab permasalahan masyarakat pasca pandemi.
Padahal Postur anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) diharuskan memberi daya ungkit terhadap pembangunan di daerah. Sehingga APBD yang dikelola oleh provinsi ini dinilai mencerminkan kinerja yang optimal.
Kuncinya OPD harus mengelola anggaran berbasis kinerja. Di mana tiap anggaran yang dikeluarkan bisa mendatangkan hasil. Mindset OPD adalah money follow program, bukan money follow function.
Dalam APBD 2023, beberapa yang menjadi perhatian yakni meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Dari sejumlah kondisi pemerintah daerah masih salah dalam memahami struktur APBD. Sehingga, keberadaannya tidak memiliki daya ungkit terhadap pembangunan daerah.
Di sisi lain, uang pemerintah semakin berkurang karena jumlah pegawai dan honorer naik. Berkenaan dengan itu semua, semua OPD bisa saling bersinergi dan bekerjasama.
Harus target kinerja yang harus dicapai kepada kepala OPD masing-masing. Tentunya, jika target itu tidak tercapai, gubernur akan langsung melakukan evaluasi.
Pada intinya publik menuntut anggaran yang besar yang dimiliki Pemerintah Provinsi Jambi harus memiliki dampak yang signifikan, memberikan daya ungkit bagi ekonomi, membuat sektor ekonomi bergeliat.
Harapan wajar kita gantungkan pada Gubernur, karena kedudukan seorang gubernur itu ada pada empat sektor, pertama sebagai mediator dengan pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, kedua sebagai inisiator, ketiga motivator, ketiga sebagai supervisor dan ke empat, stabilisator.
Kuncinya agar fungsi ini akan berjalan, jika Pak Gubernur tidak one man show lagi. Berdayakan OPD secara optimal demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat secara cepat dan efisien.
Kepemimpinan one man show bisa diartikan segala sesuatu dikerjakan, diputuskan dan bergantung pada satu pihak. Pola komunikasi semacam itu menganggu keselarasan program pembangunan Pemprov Jambi di daerah, termasuk soal daya ungkit belanja APBD bagi ekonomi. (***)
Discussion about this post