Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat)
ECOREVIEW – Digitalisasi itu dunia hari ini, sebuah keniscayaan zaman di sebagian besar aspek kehidupan, tak terkecuali bagi siaran TV. Teknologi TV yang terdigitalisasi mewujudkan dambaan pemirsa akan tayangan berkualitas yang bagus.
Televisi digital adalah jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk menayangkan siaran sinyal gambar, suara, dan data ke pesawat televisi. Modulasi itu sendiri adalah proses perubahan suatu gelombang periodik sehingga menjadikan suatu sinyal mampu membawa sebuah informasi.
Siaran televisi digital adalah siaran televisi yang menggunakan modulasi sinyal digital dan sistem kompresi akan menghadirkan kualitas gambar yang lebih bersih, suara yang lebih jernih. TV digital menggunakan teknologi yang canggih, sehingga hanya menampilkan gambar yang kualitasnya bagus atau jernih.
Format digital kaya akan transformasi data dalam waktu bersamaan, digitalisasi televisi dapat meningkatkan resolusi gambar dan suara yang lebih stabil sehingga kualitas penerimaan oleh penonton akan lebih baik.
Dengan kata lain, teknologi penyiaran televisi berbasis digital awal sebuah era yang menjanjikan tampilan gambar lebih bersih dan suara yang lebih jernih. Dari kualitas siarannya tidak lagi berbintik, berbayang, atau kabur serta tidak rentan dengan cuaca buruk.Dengan migrasi ke TV Digital, tentu layanan televisi menjadi jauh lebih bagus, berkualitas dan lebih interaktif.
Perbedaan yang paling mendasar antara sistem penyiaran televisi analog dan digital terletak pada penerimaan gambar lewat pemancar.
Pada sistem analog, semakin jauh alat penerima sinyal (televisi) dari stasiun pemancar televisi, sinyal akan melemah dan penerimaan gambar menjadi buruk dan berbayang.
Bedanya dengan sistem digital, siaran gambar semakin jernih, dapat dinikmati sampai pada titik, di mana tidak terjangkau sinyal sama sekali atau sinyal tidak dapat diterima.
Hari ini, migrasi televisi analog menuju digital menjadi sebuah keniscayaan. Menuju digital merupakan salah satu wujud transformasi digital dalam ruang lingkup tata kelola penyiaran di Indonesia.
Sekarang berbagai negara telah mematikan TV analog, bahkan International Telecommunication Union (ITU) dalam konferensi ITU 2006, telah memutuskan bahwa 119 negara ITU Region-1 telah menuntaskan ASO paling lambat 2015. Sedangkan di tingkat regional terdapat Deklarasi Asean untuk menuntaskan ASO di 2020. Padahal sekarang sudah 2022, artinya, Indonesia sudah cukup tertinggal.
Menyadari hal ini pemerintah telah mencanangkan percepatan transformasi digital Indonesia yang ditegaskan dengan payung hukum terkait transformasi digital tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja pasal 60A1.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mulai menyuntik mati siaran tv analog per 30 April 2022. Pada tanggal tersebut, proses suntik mati siaran tv analog tahap pertama akan rampung. Kemudian akan dilanjutkan ke tahap kedua yang selesai selambat-lambatnya 25 Agustus 2022, dan tahap ketiga 2 November 2022.
Suntik mati siaran tv analog, sesuai dengan amanat dari Undang-undang Cipta Kerja Pasal 60A. Suntik mati siaran analog tahap pertama ini dilakukan di 116 kabupaten/kota yang meliputi 56 wilayah siaran.
Dasar hukum transformasi digital dibangun atas dasar kondisi penyiaran di Indonesia. Dari segi infrastruktur penyiaran, Indonesia sangat tertinggal dalam proses digitalisasi penyiaran secara global.
Untuk itulah, masyarakat Indonesia harus menghadapi perpindahan sistem siaran dari analog ke siaran digital atau disebut ASO (Analog Switch Off) yang jatuh pada 2 November 2022 mendatang.
Lalu, jika telah terjadi peralihan TV Analog ke Digital, apa untungnya bagi masyarakat. Pertama, tentu saja akan terjadi diversifikasi konten yang memunculkan konten-konten edukatif, kreatif, dan variatif. Hal ini sangat bermanfaat bagi kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan akses tontonan atau televisi menjadi satu-satunya akses tontonan.
Dampak lainnya, adalah pertumbuhan industri penyiaran, termasuk industri penyiaran lokal. Jika selama ini pelaku industri penyiaran hanya tumbuh di kota-kota besar, penghentian siaran analog berpotensi menumbuhkan ekosistem penyiaran baru di tingkat lokal atau daerah. Hal itu tidak hanya dari rumah produksi, akan tetapi mencakup pembuat konten hingga sumber daya manusia penopang industri penyiaran.
Selain manfaat yang akan diterima, terdapat tantangan utama terkait dampak keberagaman konten, yakni pengawasan penyiaran. Keberagaman isi siaran yang dihasilkan dari siaran televisi digital membutuhkan pengawasan yang lebih massif daripada sebelumnya.
Hal itu harus dilakukan sebagai upaya untuk menjamin kualitas konten siaran. Potensi keragaman konten yang ditimbulkan dari program Migrasi TV Digital harus diimbangi dengan sistem dan kebijakan pengawasan yang terstruktur.
Kita mengharapkan, sistem pengawasan penyiaran di era siaran TV Digital dapat memanfaatkan partisipasi publik. Potensi keragaman tersebut harus diikuti dengan peningkatan kemampuan literasi masyarakat.
Ketertinggalan Indonesia terkait digitalisasi TV beriringan dengan munculnya potensi permasalahan dengan negara tetangga perlu segera diselesaikan, yaitu dengan migrasi ke TV Digital. Artinya, migrasi ke TV Digital akan menghilangkan interferensi ke negara tetangga.
Adanya potensi ancaman bagi masyarakat di wilayah perbatasan terhadap siaran negara tetangga berpotensi akan memudarkan identitas nasional dan juga rasa nasionalisme sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Karena itu, dalam konteks penumbuhan nasionalisme maka penyiaran di perbatasan mempunyai peran yang amat strategis untuk itu perlu ditangani dengan sungguh. Migrasi TV Digital tidak hanya soal kenyamanan menonton, tapi juga keamanan di wilayah perbatasan negara. Namun, tetap saja kita yakin, TV Digital The Beginning Of Civilization. (***)
Discussion about this post