Jambiday.com, JAMBI– Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi tentang laju inflasi April 2023 yang sebesar 3,76 persen ditanggapi secara kritis oleh pengamat sosial ekonomi kebijakan publik Dr. Noviardi Ferzi sebagai trend yang patut diwaspadai.
” Angka 3,74 persen itu tidak hanya mencerminkan harga yang turun, tapi lebih disebabkan daya beli masyarakat Jambi yang turun, ” ungkap saat diminta tanggapan tentang angka inflasi Jambi (4/5) pagi tadi.
Menurutnya, angka inflasi yang terlalu rendah dapat mencerminkan daya beli masyarakat yang melemah. Kesimpulan ini merujuk berbagai pada hasil riset tentang trend inflasi diberbagai negara maju dan berkembang.
” Inflasi itukan muaranya deflasi, jika rendah naik cepat, turun cepat tanda ekonomi masyarakat ngak stabil, dari Juli 2022 Jambi mengalami inflasi tinggi, wajar jika April ini deflasi terjadi, daya beli masyarakat melemah, ” ungkap pengamat kenamaan Provinsi Jambi tersebut.
Ketika ditanya faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat, ia mengatakan daya beli itu dipengaruhi perubahan harga barang, inflasi yang berlarut, pendapatan riil masyarakat, nilai tukar mata uang, pajak, lapangan kerja, ketersediaan kredit dan suku bunga.
“Inflasi tahun-tahun sebelumnya yang mencapai puncak di bulan Ramadhan dan Lebaran pun tidak terjadi di tahun ini, artinya, memang daya beli masyarakat menurun, ” jelasnya.
Situasi permintaan terhadap barang makin melemah setelah pemerintah Provinsi Jambi lamban mengatasi angkutan batubara yang membuat sektor angkutan inefisiensi serta APBD yang tak memberi dukungan daya tahan masyarakat. Hal itu secara langsung berdampak pada turunnya permintaan yang diikuti dengan merosotnya suplai barang.
“Pengaruh angkutan batubara dan stimulus APBD luar biasa sekali. Seluruh daerah inflasi melambat bahkan cenderung deflasi. Itu sebabnya inflasi masih lemah sekali,” katanya menambahkan.
Oleh karena itu, Noviardi mengatakan, tugas pemerintah daerah ke depan salah satunya yakni dengan meningkatkan kembali daya beli masyarakat. Hal itu agar tingkat konsumen kembali naik dan ekonomi nasional setidaknya kembali bergairah.
” Rendahnya laju inflasi bahkan hingga deflasi dipicu akibat daya beli masyarakat Indonesia yang tengah jauh melemah. Sementara, program pemerintah daerah untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dinilai belum efektif.
Selanjutnya, pengamat ini menganalogikan tren yang terjadi bagi mereka yang memiliki uang tabungannya naik dan pengeluarannya relatif turun. Yang biasanya membeli pangan dua hari sekali sekali, sekarang berkurang sekali karena mereka menahan diri.
Terakhir, Noviardi menambahkan, jika laju inflasi semakin rendah dan bahkan terus mengarah pada deflasi, bakal mencerminkan bahwa ekonomi tidak bergulir dengan normal. Di satu sisi, peredaran barang dan jasa menjadi tidak normal dan tak mampu menciptakan daya dukung nilai tambah. (RED)
Discussion about this post