Oleh: Bahren Nurdin
(Tinggal di Sydney, Australia)
SAYA belum lama tinggal di Sydney, Australia. Salah satu hal yang menarik perhatian saya adalah cara berlalu lintas di sini. Paling tidak, saya butuh waktu selama dua bulan untuk mempelajari dan memahami cara berlalu-lintas. Saya pelajari dengan cara jalan kaki hingga berkendaraan.
Saya pernah berjalan kaki berkilo-kilo untuk belajar jadi pedesterian dan bagaimana menyebrang jalan, dari persimpangan yang sepi hingga ramai. Dari simpang empat hingga simpang banyak. Saya pernah berdiri berjam-jam di pinggir jalan hanya ingin melihat bagaimana perilaku pengendara di lampu merah. Saya bersepeda (listrik) dari satu tempat ke tempat lain. Setelah cukup ilmu dan nyali, barulah berani berkendaraan bermesin. Terus dan terus belajar.
Untuk pemahaman awal, paling tidak harus mengetahui kelas atau jenis jalan. Seperti halnya di negara-negara lain, di sini terdapat beberapa kelas jalan diantaranya toll, highway, freeway, road, street, avenue, lane, dan sampai gang buntu (no through road). Masing-masing jenis jalan ini memiliki aturan mainnya sendiri. Maka ikutilah!
Patuhi marka jalan. Marka jalan terdapat di atas, di kiri dan kanan juga di bawah (di atas aspal). Di atas, ada lampu lalu lintas (traffic light) dan penunjuk arah jalan. Jika berada di persimpangan empat, mungkin tidak begitu sulit karena kendaraan hanya datang dari tiga sisi (depan, kiri dan kanan). Tapi akan membutuhkan konsentrasi penuh jika berada di persimpangan banyak dengan aturan khusus.
Contoh, ada di beberapa tempat yang lampu hijaunya hidup bersamaan antara utara dan selatan (berlawanan arah). Bagaimana mau belok kanan sementara ada kendaraan dari arah berlawanan padahal sama-sama lampu hijau. Ternyata, walaupun lampu sudah hijau, jangan bergerak (ke kanan) terlebih dahulu sebelum kendaraan yang berada dari arah lawan habis. Jangan coba-coba menerobos, berbahaya. Lampu hijau tapi belum boleh jalan. Anehkan? Itulah gunanya belajar dan pengalaman.
Begitu juga dengan marka-marka yang ada di kiri dan di kanan. Marka itu bukan hiasan jalan tapi benar-benar harus dipatuhi. Tidak semua jalan ke arah kiri atau kanan boleh belok. Jika ada bacaan ‘no right turn’ atau ‘no left turn’, walaupun jalannya besar, jangan belok. Tidak pula semua belok kiri boleh langsung kecuali ada bacaan ‘left turn any time with care’. Sebagian besar pasti ada bacaan ‘stop’ yang artinya tunggu seluruh kendaraan dari arah kanan habis, baru boleh belok kiri atau masuk bahu jalan (raya).
Begitu juga marka yang ada di atas aspal. Biasanya cat putih atau kuning untuk menentukan jalur atau batas kecepatan. Di aspal ada tulisan 40, 60, 70, 80 dan seterusnya, itu bukan cotangan togel, tapi batas kecepatan, hehe. Ada juga anak panah untuk menentukan alur kendaraan. Jika panah ke kanan jangan coba-coba digunakan oleh kendaraan yang akan lurus, walaupun kosong melompong. Pokoknya kendaraan harus berbaris tertib sesuai peruntukan arahnya. Tidak boleh numpang lajur orang.
Kuncinya patuhi dan jangan coba-coba melanggar. Saya nyaris tidak menemukan petugas kepolisian berdiri di jalan raya. Saya tidak tahu apakah mereka punya Polantas (Polisi lalu lintas) atau tidak. Tapi yang jelas, menurut saya mereka patuh berlalu lintas lebih pada menjaga keselamatan dirinya dan orang lain. Bukankah adagium kawan-kawan kepolisian lalu lintas mengatakan ‘kecelakaan lalu lintas pasti didahului oleh pelanggaran’ (baik kendaraan maupun pengendara). “Gak Pak, bukan melanggar. Dia kecelakaan karena pecah ban”. Bukankah aturannya ban kendaraan itu harus diganti dalam kurun waktu tertentu? Ban ‘botak’ masih digunakan, itu pelanggaran, bro.
Selain aturan, tentu hal yang tidak kalah pentingnya adalah bijak dalam berlalu lintas. Contoh yang mungkin jarang atau bahkan tidak ditemukan di kampung saya adalah aturan di roundabout (jalan bundaran). Jika di simpang empat dan di tengahnya ada bundaran, siapa yang dulu jalan? Beri jalan pada yang kanan. Artinya, tidak boleh langsung masuk ‘arena’ jika yang dari kanan masih ada yang jalan. Berhenti dulu.
Begitu juga adab terhadap pejalan kaki. Pedestrian di sini ‘raja’ khususnya di jalan penyeberangan alias zebra cross. Kendaraan bermotor wajib berhenti dan memberi jalan pada penyebrang. Dan sebaliknya, jangan coba-coba menyebrang yang bukan di zebra cross, anda akan ‘dihabisi’, menimal kena klakson panjang!
Dan masih banyak lagi aturan main berlalu lintas di sini. Kesimpulannya cuma dua kata; patuh dan bijak. Tidak perlu ada petugas lalu lintas yang berdiri di pinggir jalan jika budaya berlalu lintas sudah terbentuk. Masing-masing orang harus memiliki tanggung jawab atas keselamatan dirinya dan orang lain. Semoga bermanfaat. (***)
Discussion about this post