Jambiday.com, JAMBI– Jurus silat baru seolah tersaji dengan buruk dalam Pilkada serentak lalu. Meski seorang petahana meski berkinerja buruk, asal mampu membeli suara, ia akan tetap diplih.
Fenomena suram ini disampaikan pengamat politik Jambi Dr. Noviardi Ferzi yang menyoroti praktek money politik telah menjadi praktik endemik di banyak negara demokrasi.
“Problem Pilkada yang sulit dihilangkan dan terkesan dianggap lumrah ialah politik uang. Praktik “membeli suara” ini tidak tedeng aling-aling, tapi dilakukan secara terang-terangan. Hanya saja, penanganan politik uang ini selalu terbentur bukti. ” ungkapnya di Jambi (9/12) siang tadi.
Para kandidat calon kepala daerah, menurut Noviardi, umumnya memaknai pembelian suara sebagai praktik yang dilakukan secara sistematis. Dengan melibatkan daftar pemilih, dan dilakukan dengan tujuan memperoleh target suara lebih besar.
“Petahana meski kerjanya buruk, asal bisa membingkai praktik jual beli suara, dalam konteks norma sosial timbal balik tentu akan menghasilkan perasaan tidak enak dari pihak penerima jika tidak membalas pemberian tersebut dengan dukungan suara kepada pihak yang memberi.” ungkapnya.
Tingginya biaya politik itu menurutnya memiliki relevansi dengan kejadian korupsi di kemudian hari. Mereka yang melakukan politik uang cenderung akan mencari cara untuk mengembalikan modal politik ketika sudah terpilih.
” Jangan salah petahana yang menghabiskan 260 milyar, misalnya,tentu akan mengusahakan uangnya kembali dengan segala cara, maka, siap – siap saja pembangunan hanya sebatas kata – kata, ” pungkasnya. (RED)
Discussion about this post