Penulis: Tuti Rosmalina, SH. I.M.A ” Peduli serumpun Jambi
DALAM perjalanan tahapan Pemilu yang akan di gelar pada tanggal 14 Februari 2024 nanti, saat ini setidaknya di dunia penyelenggara Pemilu atau KPU sedang di lakukannya pengecekan atau pemutahiran data pemilih sementara. Yang sedang di uji benar kevalidan sebuah data pemilih yang di lakukan berjenjang dari pencocokan sampai pembersihan data ganda atau pun data yang pemiliknya sudah meninggal dunia.
Data data ini nanti menjadi basis data terbaik dalam penyelenggaraan Pemilu serentak di 2024. Harapannya dengan baik nya data pemilih maka akan baik pula Demokrasi yang tercipta.
Namun ada hal yang sedikit membuat gaduh bagi keterwakilan perempuan di dalam pencalonan anggota dewan baik daerah provinsi maupun RI yakni Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023. Menurut analisa beberapa pakar politik dan pemilu bahwa pasal ini dinilai bisa membuat keterwakilan perempuan di legislatif menjadi kurang dari 30%.
Pasal ini mengatur terkait pembulatan desimal ke bawah dalam teknis penghitungan proporsi jumlah keterwakilan perempuan di satu Dapil. Yang berarti jika pembulatannya kurang dari 50 maka akan dikurangi satu.
Berikut bunyi Pasal 8 ayat 2 PKPU No. 10 Tahun 2023:
Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:
(a) kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau
(b) 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas
Sehingga akibat dari aturan ini, mampu memotong banyak jumlah keterwakilan perempuan disetiap dapil. Bahkan akan kurang dari 30% di sejumlah dapil.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023, angka di belakang koma kurang dari 50, maka 2,1 dilakukan pembulatan menjadi 2 orang.
Sehingga penulis bersepakat dengan pendapat teman teman dari
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang menghitung setidaknya ada 38 dapil atau 45% dari jumlah dapil DPR RI yang akan mengalami dampak dari PKPU tersebut. Itu menandakan keterwakilan perempuan di DPR pun akan kurang dari 30%.
Sehingga PKPU jika dilaksanakan maka akan mampu memotong dan bahkan mengurangi jumlah keterwakilan perempuan yang tidak lagi 30 %. Dan ini tentu sangat berimbas pada keterwakilan perempuan secara ide gagasan dan fisik di setiap tingkatan pengambilan keputusan.
Kita berharap aturan PKPU ini belum di berlakukan oleh parpol pada saat menyusun bacaleg nya Karena jika sudah di berlakukan maka ke ikut sertaan prempuan dalam pemilihan legislatif otomatis akan berkurang. Yang secara otomatis maka banyak hak politik perempuan yang diciderai. Dan bahkan tergerus oleh aturan pkpu nomer 10 tahun 2023 ini.
Padaal kita seharusnya sudah tinggal menyiapkan perempuan yang siap berkompetisi di Pemilu 2024, dengan adanya pkpu ini maka banyak caleg prempuan yang sudah siap secara ke ilmuan. Pemahaman, modal dan ide dan gagasan malah tidak mendapatkan tiket itu. Karena keterwakilan perempuan didistorsi dieliminasi oleh ketentuan yang tertuang dalam pkpu.
Sehingga hemat penulis : Bawaslu, DKPP dan KPU harus mencermati ulang hal ini. Jangan sampai gairah kita yang menginginkan keterwakilan perempuan secara fisik. Ide dan gagasan di semua tahapan Pemilu, tahapan politik dan pengambilan kebijakan tereliminasi hanya karena peraturan peraturan susulan yang boleh jadi bertentangan dengan undang undang.
Di harapkan semua elemen mau membahas dan memberikan wacana politik yang humanis bagi prempuan dari alam fikir sampai dengan pengambilan kebijakan. Bukan dengan menciptakan berbagai aturan yang samar samar mendiskriminasi kan perempuan pada ruang ruang politik. (***)
Discussion about this post