Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat)
ECOREVIEW– Jambi Mantap nama visi misinya, Dua Milyar Satu Kecamatan atau Dumisake program unggulannya, dan proyek multi years realisasi tahun pertamanya.
Satire ini tentu tidak sepenuhnya benar, karena selain proyek besar 1.5 triliun itu, Gubernur juga berkomitmen melaksanakan Dumisake janji politiknya itu. Hanya saja, karena kurang sosialisasi atau apa, program multi years itu seolah jauh lebih populer di masyarakat.
Bicara Dumisake sebenarnya program andalan Haris Sani sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jambi terpilih. Dalam rencananya Program Dumisake dilaksanakan melalui dua mekanisme baik dengan belanja pada perangkat daerah ataupun berbentuk bantuan keuangan pada Pemerintah Kabupaten dan Kota serta Pemerintah Desa.
Tujuan dari program Dumisake adalah untuk mengintervensi kemiskinan di Provinsi Jambi, sehingga dapat mengangkat derajat dan perekonomian masyarakat desa. Harapannya melalui program ini kita dapat memberdayakan masyarakat.
Namun sayang Program Dumisake yang didesain untuk kepentingan masyarakat ini, seolah relatip miskin kreasi dan inovasi baik pada Gubernur selaku pengambil kebijakan maupun pada OPD yang belum sepenuhnya bisa menjabarkan semua program tersebut bagi masyarakat Jambi.
Padahal Dumisake idealnya dapat berjalan di awal bulan Maret 2022 lalu, namun sampai saat ini masih belum berjalan, baik karena ada masalah teknis ataupun regulasi turunannya. Namun, akar masalahnya, salah satu penyebabnya adalah OPD belum benar – benar menguasai program Dumisake.
Walhasil OPD Pemrov masih terlihat gamang menjabarkan keterkaitan Dumisake pada pengurangan beban pengeluaran masyarakat. Bagaimana Dumisake bisa meningkatkan pendapatan seperti membuka akses permodalan, peningkatan kualitas produk dan akses pemasaran, pengembangan keterampilan dan layanan usaha, serta pengembangan kewirausahaan, kemitraan, dan keperantaraan.
Di sisi yang lain Gubernur terlihat belum memiliki fokus kuat untuk mengoordinasi program Dumisake ini lintas OPD dan kabupaten kota. Malahan, dalam satu tahun pemerintahannnya, Gubernur Haris cenderung terjebak pada rutinitas birokrasi dan gebyar protokoler kunjungan petinggi negara ke Jambi, baik itu Presiden dan Menterinya.
Meski sebenarnya jika bisa ditindaklanjuti kunjungan Presiden dan Menteri ini menjadi suatu terobosan dalam mengakselerasi, memadukan dan mendukung program Jambi mantap. Namun, kenyataannya tidak demikian.
Sampai saat ini kunjungan itu hanya menyisakan keletihan birokrasi menyiapkan serangkaian kegiatan tanpa diikuti nilai tambah bagi pembangunan provinsi Jambi, sebut saja alokasi DAK untuk Jambi yang tergolong biasa – biasa saja.
Kembali pada tujuan Dumisake dalam hal pengentasan kemiskinan, titik lemah ada pada koordinasi antar OPD dan Kabupaten Kota. Bicara Strategi Pengentasan Kemiskinan semuanya termuat dalam sasaran pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang berlandaskan pada keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang di dukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.
Problematika di Provinsi Jambi penguatan program penanggulangan kemiskinan harus selalu berpijak pada proses pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari tingkat pemerintah daerah, tingkat kabupaten, hingga desa.
Salah satu targeting dari pemutakhiran DTKS adalah integrasi bansos dan digitalisasi penyaluran, afirmasi penargetan untuk pemberdayaan masyarakat, dan perbaikan layanan dasar.
Dengan data tersebut, akan lebih mudah bagi pemerintah untuk melakukan intervensi dengan program pemberdayaan di masing-masing Lembaga, Kementerian hingga OPD. Padahal Program pemberdayaan masyarakat masuk ke dalam salah satu program prioritas di bidang pengentasan kemiskinan.
Lemahnya masalah koordinasi kemiskinan ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jambi dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun 2021 tanggal 24 Mei 2022 telah memberikan catatan sebagai warning yang harus ditindak lanjuti Gubernur bersama OPD terkait.
Dalam catatannya, BPK menilai ada permasalahan seperti Koordinasi kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan pemerintah kabupaten kota, perangkat daerah dan institusi lainnya belum optimal. Sehingga penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jambi belum sepenuhnya terintegrasi dan terpadu.
Selain BPK juga menyoroti masalah penetapan sasaran penerima manfaat pada program kegiatan Dinas Ketahanan Pangan belum sepenuhnya diarahkan pada Kelompok Tani di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sehingga upaya mengurangi beban kemiskinan masyarakat miskin belum sepenuhnya tercapai.
Melihat beberapa kelemahan ini ada beberapa poin yang perlu diperhatikan pemerintah Provinsi Jambi dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat untuk pengentasan kemiskinan.
Pertama, masing-masing OPD yang merupakan pelaksana teknis program pemberdayaan masyarakat perlu melakukan sinergi program yang berkaitan.
Kedua, selain sinergi program, sinergi dalam penetapan lokasi dan pendamping juga menjadi hal yang penting. Dalam unsur penetapan lokasi dapat dilakukan melalui pendekatan kawasan yang menyasar fokus kawasan prioritas pemerintah atau di satu desa yang sama.
Sementara dalam unsur pendamping dapat diidentifikasi kemudian disinergikan antar program untuk mengoptimalkan capaian program pemberdayaan di masing-masing OPD dan Kabupaten Kota.
Kemudian, yang perlu disinergikan adalah kelembagaan atau OPD yang menaungi beberapa program pemberdayaan, sehingga tujuan akhir meningkatkan pendapatan masyarakat dalam percepatan penurunan kemiskinan dan pemulihan ekonomi segera tercapai.
Tentu saja program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pemprov bertujuan agar terjadi peningkatan pendapatan di masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat juga diperlukan untuk mendukung program prioritas nasional di tahun 2021 yaitu Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021 yang salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pasca bencana pandemi COVID-19. (***)
Discussion about this post