Jambiday.com, JAMBI- Kondisi lahan gambut di Provinsi Jambi kini menjadi perhatian serius berbagai kalangan. Baik dari unsur legislatif, akademisi, maupun praktisi lingkungan, semuanya sepakat bahwa kerusakan ekosistem gambut di daerah ini sudah pada tahap kritis dan membutuhkan tindakan lintas sektor yang terencana dan berkelanjutan.
Wakil Ketua I DPRD Provinsi Jambi, Ivan Wirata, menegaskan bahwa kerusakan ekosistem gambut sebagian besar disebabkan oleh konversi besar-besaran untuk perkebunan sawit, pertambangan, dan hutan tanaman industri (HTI). Ia menyebutkan bahwa praktik pembuatan kanal dan drainase oleh perusahaan telah menurunkan muka air tanah secara drastis, menyebabkan gambut kering dan mudah terbakar.
“Penyebab utama kerusakan lahan gambut di Jambi adalah konversi lahan besar-besaran dan sistem kanal yang dilakukan perusahaan sawit dan HTI. Dampaknya jelas: gambut kehilangan fungsi ekologisnya dan menjadi sumber bencana setiap musim kemarau,” ujar Ivan Wirata.
Ivan menambahkan bahwa pengawasan terhadap izin korporasi masih lemah, sementara anggaran peduli lingkungan, khususnya lahan gambut, di APBD Provinsi Jambi masih sangat minim.
“Kita harus berani mengubah prioritas. Anggaran untuk perlindungan gambut harus ditingkatkan, karena dampaknya menyangkut kehidupan masyarakat. DPRD akan mengawal agar hal ini menjadi perhatian dalam pembahasan APBD mendatang,” tegas politisi Golkar itu.
Perspektif Akademis: Hidrologi sebagai Fondasi Restorasi Gambut
Dari sisi ilmiah, Prof. Aswandi, ahli hidrologi dari Universitas Jambi, menegaskan bahwa akar dari permasalahan gambut di Jambi adalah kerusakan sistem hidrologi akibat drainase atau kanalisasi yang berlebihan.
“Masalah utama lahan gambut di Jambi adalah penurunan permukaan air tanah akibat drainase. Begitu air surut, gambut kering, mudah terbakar, dan rusaknya tak bisa pulih dengan cepat,” ungkap Prof. Aswandi.
Melalui berbagai risetnya, Prof. Aswandi dan tim menemukan bahwa kanalisasi untuk pembukaan kebun sawit merupakan penyebab utama kebakaran lahan gambut di Jambi. Ia juga menyoroti pentingnya restorasi hidrologi sebagai strategi utama untuk memulihkan kondisi lahan.
“Restorasi hidrologi adalah kunci. Kanal besar harus ditutup sebagian, dan sistem air harus dikembalikan ke kondisi alami. Jika tidak, kebakaran dan subsiden akan terus terjadi,” jelasnya.
Selain aktif dalam riset, Prof. Aswandi juga terlibat dalam kerja sama Universitas Jambi dan Badan Restorasi Gambut (BRG) dalam program pemulihan tata air gambut tropis. Namun, ia mengakui bahwa minimnya anggaran lingkungan di Jambi menjadi kendala utama dalam mewujudkan program jangka panjang.
“Anggaran untuk perlindungan gambut masih terlalu kecil, padahal sebagian besar wilayah Jambi berdiri di atas lahan gambut yang sangat penting untuk menyerap karbon dan mencegah bencana ekologis,” ujarnya.
Pendekatan Kolaboratif: Pendidikan dan Kesadaran Publik Jadi Pondasi
Pandangan senada disampaikan oleh Dr. Asnelly Daulai, Penanggung Jawab Project IMPLI 2025, sebuah inisiatif kolaboratif yang fokus pada pengelolaan ekosistem gambut di Provinsi Jambi. Menurutnya, penyelamatan gambut tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, tetapi membutuhkan sinergi antara pemerintah, akademisi, media, masyarakat, dan sektor swasta.
“Peran semua pihak sangat diperlukan dalam pengelolaan ekosistem gambut di Jambi. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Dunia usaha, lembaga riset, media, dan masyarakat harus ikut menjaga keseimbangan ekosistem ini,” kata Dr. Asnelly Daulai.
Sebagai bentuk konkret, Project IMPLI 2025 telah menggelar dialog bersama media untuk membangun kesadaran publik terhadap pentingnya pelestarian gambut. Tak hanya itu, Dr. Asnelly juga mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menyiapkan program pendidikan lingkungan berbasis gambut.
“Kami sedang mendorong penerapan kurikulum gambut di sekolah-sekolah, khususnya di wilayah yang berdekatan dengan ekosistem gambut. Tujuannya agar para pelajar paham, peduli, dan mampu menjadi generasi penjaga ekosistem gambut di masa depan,” ujarnya.
Menurut Dr. Asnelly, edukasi lingkungan sejak dini merupakan investasi penting untuk membangun kesadaran kolektif masyarakat terhadap keberlanjutan alam Jambi.
Konsensus Bersama: Gambut Jambi Butuh Kepedulian Nyata
Ketiganya, Ir Ivan Wirata ST MM MT, Prof. Aswandi, dan Dr. Asnelly Daulai sepakat bahwa krisis gambut Jambi adalah persoalan serius yang hanya bisa diatasi melalui perubahan sistemik, mulai dari tata kelola izin, restorasi hidrologi, peningkatan anggaran, hingga edukasi lingkungan.
“Kita butuh kolaborasi, bukan hanya wacana. Gambut adalah sumber kehidupan dan pelindung iklim. Kalau rusak, dampaknya dirasakan semua,” tegas Dr. Asnelly. (OYI)
Discussion about this post