DALAM dinamika sosial masyarakat modern, jabatan ketua Rukun Tetangga (RT) sering kali di pandang sebelah mata. Padahal, dari sinilah sesungguhnya denyut nadi pemerintahan paling dekat dengan rakyat berdetak. Pada tanggal 26 April 2025, bertempat di Mushola Hidayatullah, Arvandi, S.Pd.I putra Sarolangun kelahiran 15 September 1988 resmi terpilih sebagai Ketua RT 05 Kelurahan Paal Lima, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi berdasarkan Peraturan Wali Kota Nomor 6 Tahun 2025 tentang Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan dan Lembaga Adat Kelurahan.
Arvandi menapaki jalan kepemimpinan ini dengan kesadaran bahwa memimpin bukan soal kebesaran jabatan, tetapi tentang kemuliaan melayani. Pilihan untuk tidak gengsi memimpin dari posisi paling dasar adalah cermin dari kedewasaan karakter, yang dalam literatur kepemimpinan modern disebut sebagai kepemimpinan autentik. George (2003) menyatakan bahwa pemimpin autentik adalah mereka yang bertindak berdasarkan nilai dan integritas pribadi, bukan demi pengakuan atau status.
Dalam konteks ini, Arvandi menunjukkan bahwa nilai luhur dalam memimpin tidak diukur dari tingginya jabatan, melainkan dari ketulusan menjalankan amanah. Ia mematahkan asumsi umum yang sering terpatri dalam budaya birokrasi kita bahwa pemimpin haruslah mereka yang menempati posisi tinggi, bergelar, atau berpengaruh besar. Justru di ruang kecil RT inilah, konsep pelayanan sejati dan tanggung jawab sosial menemukan bentuk paling murni.
Kepemimpinan sebagai Pelayanan
Teori servant leadership sebagaimana dikemukakan oleh Robert K. Greenleaf menjadi sangat relevan di sini. Kepemimpinan sejati, menurut Greenleaf, dimulai dari keinginan tulus untuk melayani. Arvandi, dengan latar pendidikan agama Islam dan kepedulian sosialnya, melangkah ke jabatan ketua RT dengan semangat tersebut membuktikan bahwa memimpin adalah memperbanyak manfaat, bukan memperbanyak kebanggaan.
Dalam Islam sendiri, kepemimpinan adalah amanah yang berat. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Menjadi ketua RT berarti memikul tugas yang mungkin sederhana dalam skala, namun berat dalam pertanggungjawaban. Melayani kebutuhan masyarakat, mendengarkan keluh kesah warga, menjaga harmoni lingkungan semua itu bukan beban ringan.
Di titik inilah letak kebesaran seorang pemimpin: bukan pada kemewahan lambang jabatannya, melainkan pada keikhlasan melayani masyarakat yang mempercayainya.
Memimpin Tanpa Gengsi: Menjawab Tantangan Zaman
Di tengah zaman yang sering mengagungkan status sosial, memilih menjadi ketua RT memerlukan jiwa besar. Banyak orang berlomba mengejar jabatan tinggi, tetapi sedikit yang bersedia mengabdi dari ruang-ruang kecil. Apa yang ditunjukkan Arvandi adalah penegasan bahwa perubahan sosial dimulai dari dasar: dari lingkungan sekitar, dari memperbaiki komunikasi antarwarga, dari menghadirkan rasa aman di lorong-lorong kampung.
Lebih jauh, sosiolog Max Weber dalam teorinya tentang otoritas rasional-legal menjelaskan bahwa legitimasi kepemimpinan modern terletak pada kesesuaian antara jabatan dan pelaksanaan tanggung jawab, bukan pada karisma atau keturunan. Dengan menerima jabatan RT berdasarkan regulasi resmi (Perwal No. 6 Tahun 2025) dan mengemban tugas itu dengan dedikasi, Arvandi memperlihatkan bahwa legitimasi seorang pemimpin lahir dari pengabdiannya kepada masyarakat.
Tidak ada ruang untuk gengsi dalam membangun komunitas. Seorang pemimpin sejati tidak bertanya apakah tugasnya cukup besar untuk mendapatkan pujian, melainkan bertanya apakah kehadirannya cukup berarti bagi orang lain.
Ketua RT memegang peran strategis sebagai simpul pertama dari tata kelola sosial. Di tangan Arvandi dan para ketua RT lainnya, terletak harapan akan terciptanya lingkungan yang lebih rukun, lebih teratur, dan lebih manusiawi. Dalam teori partisipasi sosial, keberhasilan pembangunan masyarakat bertumpu pada keterlibatan aktif seluruh elemen, mulai dari tingkat paling bawah. Dengan memimpin RT, Arvandi bukan hanya mengambil peran administratif, tetapi juga menjadi penggerak partisipasi sosial warganya.
Di saat banyak orang lebih suka menunggu perubahan dari atas, Arvandi memilih membangun perubahan dari bawah dari mushola kecil, dari rapat warga, dari solusi sederhana atas masalah sehari-hari. Inilah bentuk kepemimpinan kontekstual yang dibutuhkan zaman: hadir, peduli, dan bertindak nyata.
Mengapresiasi Program 100 Juta RT dan Visi Kota Jambi Bahagia
Kehadiran Arvandi sebagai Ketua RT 05 juga sejalan dengan visi besar Pemerintah Kota Jambi di bawah kepemimpinan Wali Kota Maulana. Salah satu inisiatif progresif yang patut diapresiasi adalah Program 100 Juta RT, sebuah terobosan yang mengalokasikan dana Rp 100 juta untuk setiap RT guna mendukung pembangunan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat secara mandiri.
Dalam perspektif teori kepemimpinan partisipatif (participative leadership), sebagaimana dikemukakan oleh Kurt Lewin, program ini mengedepankan model di mana setiap elemen masyarakat dilibatkan aktif dalam mengambil keputusan dan memajukan wilayahnya. Dengan adanya dana langsung ke RT, warga tidak lagi menjadi objek pembangunan, melainkan aktor utama yang menentukan prioritas dan solusi atas kebutuhan mereka.
Lebih jauh lagi, program ini berkontribusi terhadap terciptanya social well-being atau kesejahteraan sosial. Richard Layard dalam konsep happiness economics menekankan bahwa kebahagiaan suatu masyarakat tidak hanya bergantung pada pertumbuhan ekonomi makro, tetapi juga pada rasa memiliki, rasa aman, dan kualitas hubungan antarindividu di lingkungan terdekat mereka. Dalam konteks ini, program Wali Kota Maulana yang bertujuan menuju Kota Jambi Bahagia adalah langkah strategis yang berbasis teori ilmiah dan kebutuhan riil masyarakat.
Mengucurkan anggaran secara merata ke level RT juga merupakan penerapan prinsip keadilan distributif (distributive justice), yang dalam teori John Rawls, mengutamakan pemerataan kesempatan dan manfaat bagi semua lapisan masyarakat, khususnya yang berada di tingkat dasar.
Tidak berlebihan kiranya jika kita memberikan apresiasi tinggi kepada Wali Kota Maulana atas keberanian politik dan kepekaannya dalam mendesain program yang membumikan prinsip-prinsip keadilan, partisipasi, dan kesejahteraan. Program ini bukan hanya inovatif dalam tataran administratif, tetapi juga membangun basis sosial yang kuat: RT menjadi bukan hanya unit administratif, melainkan pusat aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi.
Penutup
Kisah Arvandi, S.Pd.I, adalah pelajaran berharga tentang arti kepemimpinan yang sesungguhnya. Ia mengajarkan bahwa gengsi bukanlah bagian dari tugas seorang pemimpin. Bahwa keikhlasan melayani lebih mulia daripada kemegahan jabatan. Bahwa perubahan besar bermula dari tindakan-tindakan kecil yang dilakukan dengan sepenuh hati.
Dalam kesunyian Mushola Hidayatullah, pada malam 26 April 2025 itu, lahir sebuah komitmen baru: untuk membangun kebersamaan, untuk merawat lingkungan, untuk menghidupkan kembali nilai-nilai luhur dalam kehidupan bertetangga.
Seperti embun yang membasahi bumi tanpa suara, demikian pula pemimpin sejati hadir: menghidupkan, menyuburkan, dan menumbuhkan harapan di tengah masyarakatnya.
Pada akhirnya, sinergi antara pemimpin akar rumput seperti Arvandi dan program visioner dari Pemerintah Kota Jambi di bawah Wali Kota Maulana, menjadi kombinasi ideal menuju terwujudnya masyarakat yang bahagia, berdaya, dan sejahtera. (***)
Discussion about this post