Jambiday.com JAMBI – Akibat mangkir dari panggilan Kejari Jambi, mantan Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Jambi Subhi resmi dijadikan daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi terhitung hari ini Selasa 6 Juli 2021.
Subhi menghilang dari kediamannya dan tidak diketahui kemana perginya. Penyidik sendiri telah melakukan upaya penangkapan pada hari Kamis 1 Juli 2021 dengan mendatangi rumahnya beralamat Jl. Taib Fachrudin No 31 Rt 008 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi.
Kasi Intel Kejari Jambi Rusydi Sastrawan mengatakan, tersangka inisial S telah ditetapkan tersangka oleh jaksa penyidik Kejari Jambi. Selanjutnya, pihaknya sudah tiga kali melakukan pemanggilan namun tidak digubris.
“Sudah 3 kali panggilan berturut – turut tidak datang untuk memenuhi panggilan penyidik tanpa alasan yang sah menurut undang-undang sehingga dikeluarkan surat perintah penangkapan terhadap diri tersangka,” tegasnya.
Rusydi juga menambahkan terhadap tersangka juga telah dilakukan upaya penangkapan pada hari kamis 1 juli 2021 dengan mendatangi rumahnya beralamat Jl. Taib Fachrudin No 31 Rt 008 Kelurahan Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi.
Akan tetapi tersangka tidak berada ditempat, dan sampai dengan saat ini tersangka terus dilakukan pengintaian di beberapa tempat untuk dilakukan upaya penangkapan dalam rangka kegiatan penyidikan kejari Jambi.
Adapun surat DPO tersebut diterbitkan dan diteruskan secara berjenjang kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi untuk diteruskan kepada pimpinan di Kejaksaan Agung.
“Mohon informasi terkait keberadaan tersangka sebagai upaya bantuan penegakan hukum dengan menghubungi penyidik kejaksaan Negeri Jambi/Kejaksaan Tinggi Jambi/kejaksaan agung R.I untuk dilakukan proses penyidikan lebih lanjut terhadap tersangka,” katanya.
Untuk diketahui Subhi sendiri ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan pemotongan pembayaran dana insentif pemungutan pajak pada badan pengelolaan pajak dan retribusi daerah kota jambi dari tahun 2017 s.d 2019 melanggar pasal 12 huruf e Undang-Undang R.I Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan undang-Undang R.I Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 64 Kuhpidana atau Pasal 12 huruf F Undang-Undang R.I Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-Undang R.I Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 64 Kuhpidana. (EWI)
Discussion about this post