“Ahlan Wa Marhaban Ya Ramadhan” begitulah ucapan yang begitu identik dengan kegembiraan menyambut kehadiran bulan puasa Ramadhan yang dirindukan oleh setiap muslim. Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia menyambut bulan Ramadan dengan penuh kesadaran dan keimanan, serta berharap dan kerinduan akan redho dan keampunan Tuhan. Bulan Ramadhan bukan sekadar waktu untuk beribadah, tetapi juga merupakan sebuah madrasah dan universitas tarbiyah terbuka yang mendidik jiwa dan raga. Antara Salah satu hikmah terbesar dari kewajiban berpuasa adalah pembentukan disiplin dalam kehidupan beragama (ber-Islam), yang pada akhirnya memperkuat kepatuhan terhadap syariah Islam, baik secara individual maupun berbangsa dan bernegara. Ibadah Puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga merupakan sistem pengendalian diri yang mengajarkan kita untuk menaati perintah Allah dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Disiplin dalam Ibadah, Tunduk kepada Ketetapan Syariah
Pesnyariatan Puasa adalah satu bentuk anuegrah Rahmat kasih sayang Allah dalam melatih disiplin yang mengajarkan kita untuk mematuhi hukum Allah tanpa mempertanyakannya. Dalam konteks ibadah puasa ia dimulai dari sebelum Subuh (waktu Imsak) hingga Maghrib (saat waktu iftar), kita diwajibkan untuk menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa dan merusakan pahalanya. Hal ini tentunya bukan pilihan, melainkan bentuk ketundukan, kepatuhan dan komitmen terhadap perintah syariah.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah, ayat 183:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”
Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa tujuan utama puasa adalah untuk melatih kita menjadi insan yang bertakwa, yaitu mereka yang taat dan patuh terhadap perintah Allah dalam setiap aspek kehidupan. Baik dalam hal mengerjakan suruhan ataupun meninggalkan larangan. Latihan disiplin ini tidak hanya berlaku selama bulan Ramadan tetapi seharusnya berlanjut dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pada akhirya nanti seorang insan muslim akan merasakan bahwa suasana dan momen puasa dalam makna ketundukan dan kepatuhan itu tidak hanya sebulan Ramadhan (29-30 hari) saja. Tetapi merupakan komitment sepanjang tahun dan kehidupan. 24 jam dalam sehari semalam. Karena, kita meyakini bahwa ketaatan dan kepatuhan terhadap Syariah Allah tidak terbatas pada waktu dan situasi tertentu saja, tetapi adalah sepanjang waktu, setiap tempat dan keadaan. Sebagaimana sifat kerakter ajaran Islam yang relevan dalam semua keadaan, tempat dan ketika (shalihatun lil tatbiq fi kulli al-zaman wa al-makan).
Pelatihan Kesabaran dan Pengendalian Diri
Menunaikan ibadah Puasa menuntut tingkat kesabaran dan pengendalian diri yang tinggi. Umat Islam tidak hanya dilarang makan dan minum, tetapi juga diajarkan untuk menjaga lisan dari perkataan yang buruk, mengendalikan emosi, serta menjauhi perbuatan yang dapat merusak kualitas dan pahala puasa. Jadi, Puasa sebenarnya satu bentuk latihan mental yang membentuk kerakter personalitas seseorang agar lebih berhati-hati dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Justeru itu Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Apabila salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, maka janganlah ia berbicara dengan kata-kata yang buruk dan janganlah ia bertindak bodoh. Jika seseorang mencacinya atau menyerangnya, hendaklah ia berkata: Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
Wejangan Baginda Nabi saw melalui Hadis ini memberikan gambaran bahwa puasa bukan sekadar ujian ketahanan fisik, tetapi juga ujian pengendalian spiritual dan akhlak seseorang. Maksudnya, jika seseorang mampu mengendalikan dirinya selama bulan Ramadan, seharusnya lebih mudah baginya untuk menerapkan kebiasaan ini dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti kesan spiritual puasa tidak hanya aktual dalam bulan Ramadhan semata-mata, tetapi berkelanjutan sepanjang hayatnya.
Kepatuhan Syariah dalam Segenap Kehidupan Sehari-hari
Syariah islam adalah Rahmat bagi seluruh jagat. Justeru itulah syariat disiplin (ketaatan dan kepatuhan) yang ditanamkan melalui ibadah puasa juga berdampak pada bagaimana kita menjalani kehidupan sehari-hari dalam mematuhi syariah. Contohnya:
• Menjaga Waktu Salat : Seperti kita menunggu waktu berbuka dengan penuh disiplin, kita juga harus menerapkan disiplin dalam menunaikan salat tepat pada waktunya tanpa menundanya. Demikian juga halnya dengan urusan pekerjaan yang telah ditetapkan jadwal, dan ketentuan yang telah ditetapkan
• Kejujuran dalam Muamalah dan menjalankan tanggungjawab (Amanah). Jika kita bisa menahan diri dari hal-hal yang halal seperti makanan dan minuman, keinginan syahwat walaupun suami isteri saat berpuasa, maka kita seharusnya lebih mampu menahan diri dari perbuatan haram seperti riba, suap, penipuan dan mengkhianati Amanah tanggungjawab dan pekerjaan yang diberikan.
• Mengendalikan Hawa Nafsu dan Emosi. Ramadan dengan kewajiban puasanya mengajarkan kita bahwa kesabaran dan keikhlasan adalah kunci utama dalam menjalani kehidupan yang selaras dengan ketentuan syariah.
Oleh sebab itu, puasa bukan hanya ibadah fisik, soal menahan makan minum dan nafsu syahwat, tetapi juga pembentukan karakter yang melatih kita untuk tetap teguh dalam ajaran Islam di segala aspek kehidupan.
Konsistensi Disiplin Setelah Ramadan
Kewajiban berpuasa sebagai sebuah model pemebentukan keperibadian yang berdisiplin dan taat, maka antara salah satu tantangan utama adalah bagaimana memastikan kepatuhan syariah yang telah dipelajari selama Ramadan tetap terjaga sepanjang tahun. Kita sering melihat bagaimana individu bersungguh-sungguh dalam ibadah selama bulan Ramadan, tetapi kembali pada kebiasaan lama setelah Ramadhan pergi meninggalkannya. Bahkan tidak jarang berlaku seawal gema takbir hari raya mulai berkumandang memenuhi jagat raya. Inilah tantangan utama dalam kepatuhan syariah dalam konotasi konsistensi dalam beribadah.
Bukankah kita faham bahwa Islam bukanlah agama musiman? tetapi merupakan cara hidup (way of life) yang harus diterapkan setiap saat, kondisi dan tempat? Oleh sebab itu, seharusnya Ramadan menjadi titik awal perubahan yang berkelanjutan, bukan hanya perubahan sementara.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang dilakukan secara terus-menerus meskipun sedikit.” (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
Solanya, jika kita dapat mendisiplinkan diri untuk berpuasa dan melakukan amal saleh selama 30 hari secara konsisten, mengapa tidak meneruskan kebiasaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari?
Kesimpulan
Anugerah pensyariatan Puasa Ramadan adalah sistem latihan intensif yang membentuk disiplin dan kepatuhan terhadap syariah Islam. Puasa mengajarkan kita bahwa kepatuhan kepada Allah tidak hanya dalam ibadah ritual, tetapi juga dalam pengelolaan emosi, muamalah, hubungan sosial, dan kehidupan sehari-hari. Latihan disiplin ini seharusnya tidak berakhir dengan berakhirnya Ramadan, tetapi menjadi fondasi bagi kehidupan yang lebih bertakwa dan selaras dengan prinsip syariah.
Oleh karena itu, marilah kita manfaatkan Ramadan yang telah bermula ini bukan hanya sebagai waktu untuk berpuasa, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkuat iman, meningkatkan disiplin diri, dan memperkokoh kepatuhan terhadap syariah dalam setiap aspek kehidupan kita. Semoga Ramadan ini membawa perubahan yang berkelanjutan dalam hidup kita, menjadikan kita Muslim yang lebih bertanggung jawab dan istiqamah dalam menaati perintah Allah. Aamiin. (***)
Discussion about this post