Oleh: Bahren Nurdin
(Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik)
SETIAP tahunnya, saat bendera merah putih berkibar dengan gagah, kita merayakan momen penting dalam sejarah Indonesia: Hari Kemerdekaan, 17 Agustus. Salah satu tradisi yang tak terlewatkan dalam peringatan tersebut adalah lomba panjat pinang.
Lomba ini bukan hanya merupakan hiburan semata, melainkan juga sarat dengan nilai-nilai yang mencerminkan semangat dan kearifan bangsa. Meskipun kontroversial dalam beberapa aspeknya, lomba panjat pinang sesungguhnya mencerminkan nilai-nilai dalam Pancasila, dasar negara kita.
Tentunya, ada pandangan kritis mengenai lomba panjat pinang. Salah satu alasan utama adalah metodenya yang memungkinkan peserta untuk mencapai puncak dengan menindih dan menggunakan orang lain sebagai pijakan. Dalam aspek ini, terdapat argumen kuat yang mengarah pada pandangan bahwa lomba ini mendorong perilaku yang tidak etis dan berpotensi melukai peserta. Meskipun demikian, mari kita tengok dari berbagai sudut pandang.
Lomba panjat pinang ternyata juga membawa manfaat positif yang tidak dapat diabaikan. Melalui kompetisi ini, peserta belajar mengembangkan kerjasama, kepemimpinan, dan kemampuan berdiskusi. Semua ini adalah nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat yang sejahtera dan beradab. Lebih menarik lagi, bagaimana nilai-nilai Pancasila ternyata tercermin dalam lomba ini.
Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” tercermin dalam momen sebelum lomba dimulai. Peserta dari berbagai agama dan kepercayaan berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing. Hal ini adalah manifestasi konkret dari percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa sekaligus pelaksanaan toleransi beragama dan rasa persatuan di dalam keberagaman.
Sila kedua, “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,” tercermin dalam prinsip bahwa semua individu, tanpa memandang perbedaan agama, ras, status sosial, atau latar belakang lainnya, memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam lomba ini. Tidak ada diskriminasi dalam kesempatan untuk mencapai puncak.
Sila ketiga, “Persatuan Indonesia,” diwujudkan dalam semangat kerjasama yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu merebut hadiah di puncak pohon pinang. Meskipun bersaing, peserta harus saling membantu dan mendukung satu sama lain dalam usaha mereka. Bersatu.
Sila keempat, “Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,” tercermin dalam cara peserta berdiskusi dan merencanakan strategi sebelum mencoba mendaki pohon pinang. Semua langkah strategis dibahas secara musyawarah untuk memastikan keputusan yang paling bijaksana diambil. Ada pula nilai kepemimpinan yang diaplikan secara nyata.
Sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” direfleksikan melalui pengaturan pembagian hadiah bagi peserta yang berhasil mencapai puncak. Hadiah yang diperoleh tidak hanya untuk individu, tetapi dibagi secara adil untuk semua peserta, menggambarkan semangat keadilan dan berbagi yang merupakan prinsip dasar bangsa.
Tidak hanya itu, nilai-nilai cinta tanah air juga tercermin dalam momen khusus saat salah satu peserta yang berhasil mencapai puncak wajib mengibarkan bendera merah putih. Tindakan ini bukan hanya simbol cinta terhadap tanah air, tetapi juga cinta terhadap kemerdekaan dan semangat juang para pahlawan.
Akhirnya, meskipun kontroversial dari segi pelaksanaannya, lomba panjat pinang mengandung nilai-nilai yang tidak boleh diabaikan. Ini adalah salah satu contoh bagaimana kearifan lokal dapat memancarkan esensi dari Pancasila.
Melalui aspek-aspek seperti toleransi, persatuan, keadilan, dan semangat cinta tanah air, lomba panjat pinang menjadi refleksi nyata dari nilai-nilai yang kita pertahankan dalam pembangunan bangsa. Oleh karena itu, penting untuk tetap memahami bahwa di balik tradisi ini, terdapat potret yang kaya akan nilai-nilai yang perlu dilestarikan dalam perjalanan bangsa ke depan. Semoga. (***)
Discussion about this post