Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat)
ECOREVIEW – Hak partisipasi (Participating Interest/PI) 10% pemerintah daerah di berbagai wilayah kerja (WK) atau blok minyak dan gas bumi (migas) butuh transparansi ke publik. Termasuk pemerintah provinsi Jambi yang mendapatkan Participating Interest (PI) pada Blok Migas di Petro China dan lokasi lainnya.
Keterbukaan yang kita harapkan menyangkut banyak aspek pada dua pihak. Otoritas migas dan Pemda. Kepada pemerintah pusat atau otoritas Migas kita minta transparansi produksi terangkut (lifting) minyak dan gas bumi (Migas).
Selama ini data lifting Migas tidak dilaporkan atau dilibatkan pada daerah. Sekarang Pemda yang memegang hak partisipasi 10% blok migas ini perlu memberi penekanan untuk mengklarifikasi data terkait dengan penghitungan bagi hasil saham participating interest (PI); data produksi Migas per KKKS, data lifting migas per KKKS, data cost recovery, perizinan lingkungan, alokasi dana abandonment and site restoration (ASR), dan sebagainya.
Sedangkan transparansi yang diminta pada pemerintah daerah berupa keterbukaan akan tata kelola BUMD, kriteria direksi dan komisaris, jejak rekam dan kompetensi manajerial termasuk pola rekruitmen yang profesional. Jangan sampai, gara – gara Participating Interest, BUMD menjadi tempat parkir orang dekat dan lingkaran kekuasaan. Bukan apa – apa, pengelolaan Migas butuh orang profesional.
Apalagi salah satu peluang dari PI ini adalah alih teknologi bisnis proses kepada putra-putra daerah. Dengan demikian, putra daerah tidak hanya menjadi penonton, tapi menjadi bagian dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang berperan aktif dalam pengelolaan industri hulu Migas.
Intinya ada kesempatan berpartisipasi secara profesional, bukan rekruitmen karena kawan. Ingat migas industri padat modal, teknologi dan skill. Ini mutlak jika kita ingin, hak ini bagi Pemda Jambi bisa memberikan multiplier effect di level migas.
Sebelumnya, aturan tentang PI tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016. Permen ESDM tersebut mengatur tentang ketentuan penawaran PI sebesar 10% pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi dan Pemerintah Daerah akan mendapatkan pembagian saham sebanyak 10%.
Turunannya, ada kemudahan bagi daerah penghasil migas untuk mendapatkan PI 10% karena investasi 10% partisipasi daerah tersebut dapat ditanggung oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Diterbitkannya Permen ESDM 37/2016 ini, merupakan langkah maju bagi pelaksanaan PI. Daerah dapat ikut perpartisipasi secara langsung dalam pengelolaan migas, termasuk dalam transparansi, tata kelola, dan pengawasan kinerja industri migas di wilayahnya.
PI Jambi harus dapat dikelola dengan baik agar dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi pemerintah daerah yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu ada satu tantangan yang akan muncul. Ke depan BUMD direncanakan tidak diizinkan untuk mendapatkan dana talangan lagi, terutama dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau operator blok migas.
Ini menjadi salah satu pembahasan di Revisi Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Migas (UU Migas).
Pemberian hak partisipasi ini adalah membuat badan usaha di daerah bisa hidup mandiri, namun kenyataanya tidak. Karena badan usaha daerah cenderung menjadi broker, maka untuk menghindari ini PI akan di wajibkan BUMD cari modal sendiri.
Selama ini PI 10% BUMD dapat talangan terlebih dahulu dari BUMN seperti Pertamina. Ke depan ini, ini tidak bisa dilakukan karena menurutnya hal ini membuat budaya perusahaan menjadi tidak jalan.
Dalam hal ini ada beberapa yang perlu menjadi perhatian terkait PI ini, khususnya bagi Pemerintah Provinsi Jambi.
Pertama, Pemerintah Provinsi Jambi mempersiapkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mengelola Participating Interest (PI) 10 persen blok migas. Ini merupakan salah satu sumber peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jambi.
Selain itu, ke dua, perlu adanya mekanisme pengelolaan PI 10 persen terhadap wilayah kerja migas di Provinsi Jambi, serta mekanisme alokasi gas bagi BUMD Tanjung Jabung Timur.
Kue ini membutuhkan kesamaan cara pandang antara Pemprov Jambi, Pemkab Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Muaro Jambi, dan Batanghari, serta BUMD, memperoleh pemahaman komprehensif dan utuh tentang PI.
Jangan sampai PI dimanfaatkan oknum dan mafia migas dalam pemburuan rente di Jambi. Baik dalam hal kepemilikan 10 persen Profitability Index (PI) yang diberikan kepada Daerah penghasil Migas. Maupun porsi Pemerintah Daerah dalam menjual migas yang dihasilkan di daerah bersangkutan.
Beberapa kasus bisnis, lantaran modal yang terbatas untuk menebus 10 persen PI, Pemerintah Daerah sering kali menggadaikan PI kepada perusahaan swasta, yang sesungguhnya modal juga terbatas. Dengan PI di tangan perusahaan swasta, hal tersebut berpotensi itu mencarikan modal pinjaman di bank untuk menebus kompensasi pengelolaan PI.
Sedangkan penjualan jatah gas bumi, perusahaan swasta yang ditunjuk menjual kembali ke Perusahaan lain, pemilik infrastruktur pipa yang menghubungkan dari sumber gas di daerah dengan konsumen akhir.
Untuk kedua modus tersebut, perusahaan swasta sebenarnya berperan hanya sebagai makelar dengan memanfaatkan kelemahan tata kelola dan memiliki kedekatan dengan penguasa pengambil keputusan di daerah.
Sehingga paling tidak ada upaya untuk meminimkan pemburuan rente migas dengan memperbaiki tata Kelola migas dengan transparan, yang siapa pun dapat mengawasi keputusan jual-beli Migas.
Ke depan Gubernur bisa saja membentuk Tim Transparansi Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi di Provinsi Jambi. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk meningkatkan derajat keterbukaan dan transparansi di sektor migas.
Tim Transparansi ini bisa beranggotakan SKPD terkait, penegak hukum, pelaku usaha lokal dan perwakilan masyarakat sipil (LSM, Tokoh Masyarakat, Serikat Pekerja).
Tim Transparansi tersebut memiliki tugas utama dalam melakukan permintaan informasi/data, verifikasi dan analisis serta sosialisasi dan publikasi informasi/data terkait ruang lingkup transparansi tata kelola minyak dan gas bumi di Jambi.
Terakhir, dibalik peluang besar ini sebenarnya pemerintah harus mengantisipasi sisi lain dari kue baru migas ini, yakni Korupsi.
Masalah ini publik belajar dari kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan yang menyeret mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin.
Kasus ini seolah menyingkap tabir rentannya pengelolaan migas menjadi bancakan dan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan migas oleh BUMD di Indonesia, meski tidak bisa digeneralisir, ini bisa dijadikan warning, perlu di antisipasi, jika tidak dikhawatirkan akan juga terjadi di Jambi.
Mengantisipasi ini penting, agar Pejabat daerah dan BUMD patuh pada regulasi tata kelola aset pemerintah daerah, hati-hati dan memahami dengan baik regulasi di tingkat pusat dan daerah, tidak hanya terkait Migas namun juga regulasi di tingkat Pemda. Selain itu sedari awal harus ada audit, auditor publik dan pemerintah dalam hal ini BPKP. Jika tidak, hanya masalah waktu, muncul kasus hukum dari kue baru Migas ini. (***)
Discussion about this post