Jambiday.com, JAMBI– Pengamat Ekonomi kenamaan Provinsi Jambi Dr. Noviardi Ferzi mengingatkan pemerintah akan ancaman inflasi tinggi terhadap kemiskinan. Di mana menurutnya setiap kenaikan 1 persen inflasi dapat meningkatkan angka kemiskinan sekitar 0,2 hingga 0,8 persen di Provinsi Jambi. Perhitungan tersebut mempertimbangkan kerentanan golongan masyarakat hampir miskin menuju masyarakat miskin.
Pernyataan ini disampaikannya ketika menanggapi angka inflasi di Provinsi Jambi kembali ke angka 8 persen di Bulan September 2022 setelah sempat menurun di Bulan Agustus lalu.
Data ini, berdasarkan release yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi, Senin 3 Oktober 2022.
” Pergerakannya sekitar 0,8 persen-1,2 persen dari inflasi. Jadi kalau ada prediksi kalau kenaikan harga pangan bisa membuat jumlah penduduk hampir miskin menjadi miskin itu betul. Ini yang harus jadi perhatian pak Gubernur, ” ujarnya
Dalam hal ini Noviardi menilai sulit bagi pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan. Pasalnya, ada tekanan inflasi yang cukup tinggi yang menyulitkan untuk memperbesar proporsi penurunan kemiskinan di Provinsi Jambi.
Proyeksinya tersebut sejalan dengan Laporan Food Price Watch yang dipublikasikan Bank Dunia tentang kenaikan indeks harga pangan sebesar 15 persen sejak Perang Rusia Ukraina Tren kenaikan harga komoditas itu diperkirakan telah menjerumuskan 44 juta jiwa penduduk ke dalam jurang kemiskinan.
Karenanya, lanjut dia, pemerintah perlu mengantisipasinya dengan menerapkan berbagai kebijakan yang diyakini efektif menekan laju inflasi. Dia menilai selama ini program-program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah kurang optimal dalam menekan angka kemiskinan.
Untuk itu, Noviardi menyarankan agar pemerintah fokus pada mendorong pertumbuhan di sektor pertanian dan industri yang terbukti efektif dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan.
Menurut perhitungannya kedua sektor usaha tersebut memiliki kemampuan mengentaskan kemiskinan sebanyak 6,5 kali lipat dibandingkan pertumbuhan di sektor non-tradeble.
Kemampuan industri dan pertanian itu cukup powerful dalam menekan angka kemiskinan. Setiap pertumbuhan 1 persen pertanian, berpotensi menurunkan 0,027 persen kemiskinan. Sedangkan 1 persen industri bisa menurunkan 0,034 persen kemiskinan. Bandingkan dengan non tradeble yang setiap 1 persen hanya mampu menurunkan kemiskinan 0,01 persen, katanya.
Selanjutnya Noviardi melihat perlu adanya kolaborasi antar lembaga pemerintah pusat maupun daerah untuk mengatasi tingginya inflasi yang terjadi di Provinsi Jambi.
“Untuk menyelesaikan hal tersebut harus ada kolaborasi menjadi satu kesatuan dengan semua pihak, jangan jalan sendiri-sendiri. Kami melihat yang konsen menangani masalah ini adalah Bank Indonesia, jikalau pihak BI tidak konsen pasti kolaborasi jadi semakin sulit, apalagi disejumlah daerah kolaborasi antar daerahnya masih lemah,” tandasnya. (OYI)
Discussion about this post