Oleh: Nur Kholik (Penulis adalah Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik)
SURVEI Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang dirilis pada September 2022 yang bertajuk “Pemilih Muda dan Pemilu 2024”, menyebutkan bahwa 41,06 % populasi penduduk Indonesia berusia 15-39 tahun dan bila dikonversi menjadi pemilih diperkirakan sekitar 54 % dari total pemilih. Kategori pemilih muda yaitu kelompok pemilih generasi Z (17-23) dan generasi milenial (24-39).
Dalam artikel ini, penulis akan memberikan sorotan khusus pada generasi Z (Gen-Z) atau jika kita korelasikan dengan Pemilu, generasi ini masuk dalam kategori pemilih pemula. Pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali akan menggunakan hak pilihnya dalam proses Pemilu/pemilihan, yaitu masyarakat yang sudah memenuhi syarat usia 17 tahun atau sudah pernah kawin pada hari pencoblosan.
Dengan jumlah yang tak sedikit, pemilih pemula memiliki pesona khusus yang menarik perhatian para peserta Pemilu. Jika merujuk pada data Komisi Pemilihan Umum, potensi jumlah pemilih pemula di Provinsi Jambi untuk Pemilu 2024 yang ada di rentang usia 17 – 24 tahun berjumlah 20,96 % atau 461.022 dari total 2.676,107 pemilih yang terdaftar dalam DPT.
Jumlah ini cukup signifikan karena pemilih pemula memiliki potensi untuk memengaruhi hasil pemilihan dan membentuk arah politik masa depan. Partisipasi aktif pemilih pemula dalam proses demokrasi dapat membawa ide-ide segar, perspektif baru, dan perubahan yang dibutuhkan dalam pemerintahan.
Basis-basis pemilih pemula dapat ditemukan di lingkungan pendidikan seperti sekolah menengah atas/sederajat, perguruan tinggi, komunitas online, tempat kerja, dan daerah perkotaan dengan konsentrasi populasi muda.
Pemilih pemula memiliki harapan besar terhadap pelaksanaan pemilu/demokrasi, mereka menginginkan transparansi, partisipasi aktif, isu-isu relevan dengan generasi mereka, serta perhatian terhadap isu lingkungan dan sosial.
Perilaku pemilih pemula cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti orientasi politik yang masih berkembang, pengaruh dari teman sebaya, media sosial, isu-isu generasi muda, dan citra kandidat atau partai politik. Pemilih pemula juga bisa dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan/komunitas dimana mereka tinggal.
Strategi yang efektif untuk menggaet pemilih pemula adalah dengan melibatkan pemanfaatan media sosial, kampanye berbasis komunitas, forum diskusi, dan acara yang mengedukasi mengenai pentingnya suara mereka dalam proses demokrasi. Beberapa metode yang dapat dilakukan oleh peserta Pemilu adalah:
Pendidikan Politik: Memberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami tentang proses pemilihan, isu-isu politik, pentingnya Pemilu dalam sistem demokrasi, pentingnya menggunakan hak pilih, dan informasi tentang kandidat/peserta Pemilu.
Kampanye Digital: Menggunakan media sosial dan platform online untuk berkomunikasi dengan pemilih pemula, mengingat mereka cenderung lebih terhubung dengan teknologi.
Isu-isu Generasi Muda: Memperhatikan isu-isu yang relevan bagi generasi muda, seperti pendidikan, olah raga, seni, lapangan pekerjaan, lingkungan, dan kesehatan.
Keterlibatan Komunitas: Berinteraksi langsung dengan pemilih pemula dengan masuk ke dalam komunitas-komunitas dan basis mereka.
Tokoh Muda: Melibatkan tokoh-tokoh muda yang dikenal di kalangan pemilih pemula untuk mendukung kampanye atau acara.
Kampanye Kreatif: Menggunakan pendekatan berbasis kreatifitas yang asyik dan menyenangkan dalam kampanye untuk menarik perhatian dan merangsang minat pemilih pemula.
Namun, tetap penting untuk memastikan bahwa metode ini tidak hanya sekedar taktik “menggaet” semata, tetapi juga benar-benar memberikan informasi yang akurat dan relevan, serta memperhatikan aspirasi dan kepentingan pemilih pemula.
Menggaet pemilih pemula dalam proses demokrasi memerlukan pendekatan kreatif dan inklusif. Melibatkan generasi muda dalam pengambilan keputusan politik adalah investasi penting untuk masa depan demokrasi yang berkemajuan.
Discussion about this post