Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat)
DISRUPSI digital dan kehadiran pandemi Covid-19 turut mempengaruhi kebiasaan para nasabah untuk melakukan transaksi. Data terbaru Bank Indonesia (BI) menunjukkan, masyarakat semakin mengurangi transaksi melalui mesin anjungan tunai mandiri (ATM) dan beralih menggunakan transaksi secara daring.
Kenapa jumlah ATM turun? Tak lain karena para pelaku industri perbankan tengah menata dan mengembangkan layanan digitalnya, seiring dengan adanya percepatan transisi menuju era digital. Akibatnya apa ? Faktor-faktor yang menentukan sebuah bank menjadi pemenang pun berubah. Kalau dulu pada era perbankan tradisional, transaksi perbankan menjadi faktor keunggulan bagi suatu bank. Makanya, bank jor-joran buka cabang dan memperbanyak jaringan ATM-nya. Tapi hari ini tidak lagi.
Merujuk pada data bank sentral, nilai transaksi pembayaran menggunakan ATM, kartu debet dan kartu kredit memang masih mengalami pertumbuhan, namun tidak sebesar transaksi digital.
Data per Januari 2022, nilai transaksi uang elektronik tumbuh 66,66 persen secara tahunan mencapai Rp 34,6 triliun. Sementara itu, nilai transaksi digital banking meningkat 62,82 persen secara tahunan menjadi 4.314,3 triliun.
Peningkatan nilai transaksi digital terjadi seiring menurunnya jumlah ATM di Indonesia. Data BI menunjukkan, sejak 2018 jumlah ATM di Indonesia berkurang dari 106.901 mesin pada 2018, 106.649 pada 2019, dan menyusut hingga 99.262 mesin pada akhir September 2021.
Pengurangan itu juga diikuti dengan semakin langkanya kartu ATM yang beredar di pasar. Bank Indonesia mencatat pada 2018 total kartu ATM yang beredar di pasar mencapai 8,85 juta kartu. Pada 2019 bertambah menjadi 8,98 juta kartu. Puncaknya pada 2020 yang mencapai 9,51 juta kartu. Namun pada 2020 tren kartu ATM yang beredar berkurang. November 2021 total kartu ATM yang beredar tinggal 4,75 juta kartu.
Ancaman besar ATM berasal dari meningkatnya transaksi pembayaran digital di Indonesia yang terjadi dalam enam tahun terakhir. Saat ini transaksi ekonomi dan keuangan digital terus berkembang pesat seiring meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat.
Pada lima tahun lalu, masih ada tiga jenis pembayaran, melalui transfer, kartu debit atau kartu kredit. Namun sekarang ada cara lain menggunakan dompet digital, aplikasi digital dan lainnya. Jadi bagi pengguna bisa memilih mana yang paling murah dan paling mudah digunakan dalam bertransaksi. Segmen yang berbeda memiliki preferensi berbeda. Contohnya, dalam hal berbelanja daring, perluasan dan kemudahan sistem pembayaran digital serta akselerasi digital banking.
Tantangan bank sekarang adalah bagaimana mempensiunkan model lama contohnya ATM. Bagaimana dengan masa depan ATM, apakah masih relevan ? akankah dihapus ketika tidak ada lagi transaksi transaksi tunai area publik?
Tantangan Digitalisasi Bank Jambi
Saat ini Bank Jambi tercatat memiliki 12 kantor cabang konvensional dan 1 kantor cabang syariah serta 32 kantor cabang pembantu termasuk KCP Prioritas Jakarta dengan 131 ATM di seluruh daerah Provinsi Jambi termasuk yang ada di KCP Prioritas Jakarta.
Bank Jambi telah mensejajarkan dengan pola digitalisasi bank pesaing dengan memaksimalkan fungsi mobile banking dan QRIS
Ke depan Bank Jambi harus menyadari bahwa bisnis perbankan terutama sebagai BPD, tidak lagi dapat mengandalkan captive market seperti ASN. Ekspansi ke segmen pasar baru, dan digitalisasi menjadi kebutuhan demi memacu pertumbuhan.
Artinya, Bank Jambi pun harus meningkatkan infrastruktur digital, mampu beradaptasi dengan tantangan perbankan di era digital, terus berusaha mengembangkan infrastruktur teknologi untuk mendigitalisasi operasional, produk, dan ditribusi.
Bagi Bank Jambi digitalisasi sangat penting untuk menghadapi jasa pelayanan digital yang semakin meningkat kualitasnya dari pelaku finansial lain, seperti fintech, bank digital dan neo bank sekaligus untuk mempertahankan posisinya di pasar finansial perbankan di provinsi Jambi.
Saat ini, Bank Jambi harus melakukan pemantapan sistem perbankan serta peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mampu mengadaptasi tuntutan digitalisasi selain melakukan identifikasi segmen pasar baru yang menarik, seperti pesantren dan sekolah, UMKM, koperasi, warung dan toko atau restoran. Bank Jambi juga memberikan kemudahan bagi pelaku UMKM diatas untuk mengembangkan bisnis mereka seperti partner supplier barang, fintech, ecommerce dan pelaku industri.
Tahun depan, nampaknya Bank Jambi masih harus menahan minat untuk memperbanyak jaringan kantor cabang. Alasannya tak lain karena bank di Tanah Air lebih memilih untuk mendorong sistem digital dan memperkuat teknologi informasi (TI). Selain lebih murah, cara tersebut juga dinilai lebih praktis dan mudah untuk diterapkan dibandingkan membangun infrastruktur secara konvensional. (***)
Discussion about this post