Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat)
BIROREFORM – Pasca dilantik untuk memimpin RSUD Raden Mattaher Jamb, publik belum melihat gebrakan perubahan yang dilakukan Dr. dr. Herlambang, Sp. OG. KFM sebagai Direktur.
Padahal harapan masyarakat akan peningkatan layanan dari RSUD Raden Mattaher sudah di ambang bawah kepuasan, yang perhatian mendapat perhatian dari seorang Direktur baru. Dan ini tidak mengenal kata baru dilantik, justru karena baru pula kita mengingatinya, agar ada perubahan.
Hari ini suatu keniscayaan, menjadikan mutu pelayanan kesehatan RSUD Raden Mattaher sebagai skala prioritas utama, melakukan pembenahan agar dapat memberikan pelayanan maksimal terhadap masyarakat.
Koordinasi dan konsolidasi internal adalah tugas rutin yang menjadi tantangan kepemimpin Direktur baru. Berawal dari satu visi dan misi dalam inovasi dan terobosan mengotimalkan sumber daya medis dan sarana prasarana yang dimiliki.
Namun hari ini konsolidasi itu terlihat belum tuntas diberlakukan, ujungnya inovasi kinerja belum tampak. Maka, sudah wajar, publik bertanya ? Apa perubahan yang sudah dilakukan Direktur baru atau minimal rencana perubahan berupa gagasan aplikatif yang tersosialisasikan ?
Semestinya sebagai pejabat yang dipilih Gubernur, dr. Herlambang memperlihatkan nyali untuk melakukan perubahan, bukan sebatas mencari “selamat dan aman” dan tanpa memikirkan pelayanan terhadap masyarakat. Dalam point ini sang Direktur harus berani mengambil resiko, memperbaiki tata kelola manajemen secara layanan maupun keuangan.
Di awal masa jabatannya, Direktur RSUD harus kita ingati, dari hal yang paling disorot publik, berupa keluhan masyarakat, akan padatnya ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), sehingga banyak pasien mengantre hingga berjam-jam.
Belum lagi soal tindaklanjut Memorandum Of Understanding (MoU) antara RSUD Raden Mattaher dan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, soal rencana mendirikan ruang perawatan jantung, stroke dan kanker, yang selama ini belum ada di Rumah Sakit milik Pemerintah Provinsi Jambi itu. Belum ada kelanjutan yang diketahui publik.
Sebagai contoh, sidak Anggota DPRD Provinsi Jambi beberapa waktu lalu menemukan ruangan yang bakal dijadikan ruang perawatan penyakit jantung, stroke dan kanker masih digunakan untuk melayani pasien VVIP. Artinya, secara teknis persiapan untuk hal itu belum dilakukan.
Kondisi RSUD Raden Mattaher makin parah, karena adanya hutang obat sekitar 22 milyar yang belum dibayar. Infonya sebagai Direktur baru belum mau membayar hutang obat, sehingga bagian Farmasi mengeluhkan layanan yang terhambat karena obat. Padahal BPK dan Inspektorat sudah mengintruksikan untuk dibayar.
Sikap ini perlu digaris bawahi, jangan sampai stok obat di RSUD sempat mengalami kekosongan, lantaran belum terbayarnya tagihan milyaran rupiah
Selama ini rumah sakit Raden Mattaher mengandalkan pemasukan dari BPJS Kesehatan, pasien covid, asuransi dan dari pasien umum yang digunakan operasional, bahan habis pakai, obat, makan minum pasien dan lainnya.
Bila salah satu dari pembayaran tersebut macet, maka yang lain harus menutupinya. Ini ranah kebijakan yang harus berani dilakukan Direktur. Sebab kewajiban manajemen RSUD memastikan pelayanan berjalan dengan baik. Sehingga manajemen sebaiknya jangan memperhitungkan lagi asal dananya, terpenting obat-obatan tetap ada dan operasional berjalan.
Tapi sayang selaku Direktur dr Herlambang tidak melakukan itu, bahkan ia terlihat belum punya nyali bahkan ketakutan untuk mengambil resiko. Akibatnya obat banyak yang dilock alias kosong. Sehingga banyak pasien banyak komplain terhadap kondisi teraebut.
Selanjutnya masalah yang juga harus menjadi perhatian sang Direktur RSUD Raden Mattaher adalah jasa medis untuk tenaga kesehatan di RSUD belum dibayarkan dari bulan Maret sampai sekarang.
Setiap bulan, para tenaga medis yang terdiri dari dokter spesialis, perawat, serta pegawai lainnya menerima tunjangan jasa pelayanan terhadap pasien. Besarnya bervariasi tergantung jabatan dan jumlah pasien yang ditangani, tergantung jumlah pasien departemen masing-masing.
Kalau penyakit dalam jasa pelayanannya tinggi. Soalnya dalam sehari bisa menangani sampai puluhan bahkan ratusan pasien. Untuk kasus ekslusif, misalnya, dokter telinga, hidung, tenggorokan (THT) lebih kecil.
Terdapat ratusan orang yang bekerja di RSUD Raden Mattaher yang sampai saat ini belum menerima jasa pelayanan. Untuk itu, Direktur RSUD harus berkomitmen bekerja menyelesaikan ini. Jika tidak ia akan kesulitan memperoleh dukungan moral dari staf yang ia pimpin.
Masalah yang juga menjadi pekerjaan rumah atau PR sang Direktur adalah masalah Laporan BPK jdi RSUD Raden Mattaher Jambi pada hari Rabu Tanggal 11 Mei 2022, menemukan ada biaya sebesar 3 Miliar yang harus diganti ke negara.
Sebab, penggunaan laporan keuangan ini tidak ada berkas sama sekali. Selain itu ada juga penggunaan anggaran sebesar 2,5 Miliar untuk segera dilengkapi berkas sebagai Administrasi. Semua masalah ini menuntut penyelesainnya.
Karena sejatinya masyarakat Jambi menanti, Dirut terpilih merupakan yang terbaik dan profesional. Sehingga, mampu untuk membenahi masalah keuangan, dan kepegawaian RSUD yang sempat mencuat ke permukaan. Dalam arti kata mampu memberikan layanan yang lebih profesional dan responsif, tepat waktu dan tepat sasaran. (***)
Discussion about this post