Jambiday.com, JAMBI- Kemampuan fiskal Provinsi Jambi dinilai belum memadai untuk menopang percepatan pembangunan infrastruktur strategis. Keterbatasan ruang fiskal dan rendahnya rasio belanja modal menjadi hambatan serius dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif dan berkelanjutan.
Berdasarkan data outlook fiskal 2025 pada rancangan KUA PPAS 2025, total Pendapatan Daerah ditargetkan sebesar Rp 4.310 triliun dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya menyumbang sekitar Rp 1.865 triliun atau 15.63 persen dari total pendapatan. Sisanya masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp. 2.429 triliun yang nilainya cenderung stagnan bahkan menurun akibat kebijakan efisiensi belanja negara.
Di sisi lain, alokasi belanja modal untuk pembangunan infrastruktur tahun 2025 hanya mencapai Rp 1.055 triliun atau sekitar 11,54 persen dari total belanja daerah yang diproyeksikan sebesar Rp4, 3 triliun. Angka ini jauh dari ideal rasio belanja modal minimal 25 persen yang dianjurkan Kementerian Keuangan untuk daerah yang ingin mendorong pembangunan fisik dan pelayanan publik. Hal ini berdampak kepada pertumbuhan ekonomi yang melambat bahkan cenderung rendah. Diketahui, pertumbuhan ekonomi di Jambi berada pada masa keemasannya yakni di tahun 2011, yakni 8,54 persen dan merupakan tertinggi di Sumatera. Dan terendah pada tahun 2020 karena dihajar Covid-19 yakni -0,51 persen. Data dari BPS Jambi, di tahun 2024 pertumbuhan sebesar 4,51 persen dan cenderung masih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,03 persen. Di mana Provinsi Jambi berada di peringkat ke 7 di Sumatera.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, H. Ivan Wirata, menegaskan bahwa tanpa perbaikan struktur anggaran dan inovasi pembiayaan, Provinsi Jambi akan kesulitan membiayai proyek-proyek strategis, pelabuhan sungai, serta infrastruktur konektivitas antar wilayah.
“Kita menghadapi dilema fiskal. Di satu sisi, infrastruktur mendesak dibutuhkan untuk membuka akses ekonomi. Di sisi lain, kemampuan keuangan daerah sangat terbatas. Diperlukan terobosan, seperti skema KPBU, pinjaman daerah produktif, hingga penguatan kemitraan investasi swasta. Pembangunan infra struktur yang baik akan menjamin efisiensi, memperlancar pergerakan barang dan jasa dan meningkatkan nilai tambah perekonomian. Karena jika infrastruktur kita baik, pengembangan ekonomi makro juga baik. Karena dua bidang itu memiliki hubungan timbal balik, efek multiplier,” terang Bang Ivan Wirata (BIW) sapaan pria ramah ini.
BIW juga menyampaikan bahwa Pemprov Jambi harus segera menyusun peta jalan fiskal jangka menengah, dengan target peningkatan PAD melalui reformasi sistem pajak daerah, intensifikasi sektor pertambangan legal, dan digitalisasi pelayanan pajak. Pemprov Jambi juga, tambah BIW, harus mengadopsi pendekatan value for money dalam perencanaan anggaran, serta mendorong efisiensi belanja rutin dan program-program non-prioritas.
“Jika belanja pegawai dan operasional terus mendominasi, maka ruang fiskal akan semakin menyempit. Padahal, pembangunan infrastruktur adalah kunci membuka lapangan kerja dan menarik investasi ke daerah. Karena keberhasilan pembangunan daerah tidak terlepas dari peranan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan khususnya infra struktur. Makanya, gali potensi dan sumber-sumber uang secara optimal, jika tidak siap-siap saja defisit jilid dua,” tegas BIW. (OYI)
Discussion about this post