Jambiday.com, JAMBI- Kapasitas fiskal Provinsi Jambi dinilai masih rendah akibat adanya dana transfer dari pusat yang tidak sepenuhnya disalurkan. Tercatat, terdapat dana kurang salur sebesar Rp81 miliar yang belum diterima daerah. Kondisi ini menyebabkan belanja pemerintah berkurang dan menimbulkan defisit dengan nilai yang sama. Wakil Ketua I DPRD Provinsi Jambi, Ir. H. Ivan Wirata, ST, MM, MT, menegaskan bahwa berkurangnya belanja pemerintah otomatis berdampak pada kegiatan pembangunan dan ekonomi daerah.
“Kalau belanja berkurang, otomatis kegiatan pemerintah ikut terdampak. Ini juga berimbas pada pertumbuhan ekonomi yang sulit tercapai, apalagi kalau ingin lebih tinggi dari angka nasional,” ungkapnya.
Ivan menjelaskan, beban fiskal ini kian terasa jika melihat struktur APBD 2025. Pada awalnya, target pendapatan daerah ditetapkan sebesar Rp4,575 triliun, terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp2,07 triliun, dana transfer Rp2,48 triliun, dan lain-lain pendapatan sah sekitar Rp16,34 miliar. Namun dalam revisi KUA-PPAS, target pendapatan diturunkan menjadi Rp4,443 triliun. Penurunan ini utamanya karena koreksi pada PAD yang melemah menjadi Rp1,95 triliun, serta penyesuaian transfer pusat menjadi Rp2,46 triliun.
Di sisi belanja, semula ditetapkan sebesar Rp4,471 triliun, lalu disesuaikan naik sedikit menjadi Rp4,507 triliun dalam perubahan APBD. Dengan kondisi tersebut, Provinsi Jambi menghadapi defisit Rp64,53 miliar, yang ditutup melalui pembiayaan netto dengan jumlah yang sama.
Menurut Ivan, kondisi inilah yang membuat pernyataan Menteri Keuangan RI yang baru soal dana mengendap di daerah menjadi angin segar. Menteri menyebut ada dana sekitar Rp 3-4 triliun yang masih tertahan di pusat dan akan kembali dibahas dengan pemerintah daerah.
“Kita menyambut baik, karena itu bisa menolong kondisi fiskal kita yang selama ini sangat bergantung ke pusat. Hampir 60 persen keuangan daerah kita masih bergantung pada transfer pusat. Kalau dana itu tidak segera didistribusikan, fiskal kita makin berat, pertumbuhan ekonomi juga bisa gagal tercapai,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ivan berharap kebijakan Menkeu yang baru bisa segera dieksekusi agar potensi defisit di tahun depan tidak semakin parah.
“Jangan sampai ada potensi kurang salur hingga Rp1 triliun, karena itu bisa bikin keuangan kita tambah ambruk. Dampaknya bukan hanya ke belanja pemerintah, tapi juga pembangunan infrastruktur, belanja modal, hingga upaya menekan angka pengangguran,” tambahnya.
Sementara itu, terkait persoalan kerusakan jalan nasional di kawasan Pauh Kabupaten Sarolangun yang terancam abrasi, Ivan meminta Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) segera menindaklanjuti dengan anggaran tanggap darurat. Pasalnya, jalan tersebut sudah tidak lagi fungsional dan mengganggu aksesibilitas masyarakat.
“Itu kan jalan nasional, jadi harus segera ada penanganan. BPJN seharusnya menyiapkan anggaran tanggap darurat, karena kalau dibiarkan, dampaknya juga besar terhadap perekonomian. Pemerintah provinsi tentu mendukung, tapi dengan kondisi fiskal kita yang berat, bantuan daerah sangat terbatas,” jelasnya. (OYI)
Discussion about this post