Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat)
HARI ini media sosial (Medsos) menjadi pedang bermata dua bagi demokrasi, pada satu sisi digunakan sebagai kekuatan dan di sisi lain menjadi kelemahan demokrasi.
Medsos dinilai sebagai kekuatan demokrasi karena karena mampu mempengaruhi wacana dan agenda dalam masyarakat. Medsos ikut menentukan apa yang diperbincangkan masyarakat. Bahkan media mainstream pun memperhitungkan apa yang diperbincangkan di media sosial.
Negatifnya muncul epidemi hoaks yang menyadarkan kita bahwa digitalisasi membawa sejumlah konsekuensi. Digitalisasi adalah sebuah determinisme teknologi yang tentu saja tidak bias nilai dan kepentingan.
Tanpa bermaksud mengabaikan kebaikan-kebaikan yang dibawanya, demokrasi digital adalah sebuah paradoks. Batas antara membebaskan dan membelenggu begitu sumir. Batas antara mencerdaskan dan membodohkan begitu beririsan.
Dalam dunia politik, media sosial pun memiliki peran cukup besar, karena pengguna internet adalah juga pemilih dalam sebuah proses politik. Bahkan dalam beberapa kondisi tertentu Medsos justru menyesatkan demokrasi karena tidak digunakan dengan tepat. Semisal untuk melakukan tindakan yang kontraproduktif kampanye hitam atau menyebarkan isu negatif di media sosial.
Terlepas dari semuanya, ada fakta menarik terkait penggunaan media sosial (medsos) yang makin merasuk dalam kehidupan. Buktinya Data Reportal Januari 2022 menunjukkan bahwa jumlah pengguna media sosial Indonesia mencapai 191,4 juta. Angka ini meningkat 21 juta atau 12,6 persen dari tahun 2021.
Angka ini setara dengan 68,9 persen dari total populasi di Indonesia. Sebagai perbandingan, jumlah penduduk di Indonesia kini mencapai 277,7 juta hingga Januari 2022.
Media sosial paling banyak digunakan di Tanah Air, Youtube dengan jumlah pengguna mencapai 139 juta orang atau setara 50 persen dari total penduduk selama 2022. Selanjutnya platform ke dua ditempati Facebook dengan jumlah pengguna mencapai 129,9 juta, angka ini setara dengan 46,8 persen dari total jumlah penduduk.
Selanjutnya Instagram dengan jumlah pengguna Instagram mencapai 99,15 juta orang atau setara 35,7 persen dari total populasi. Terakhir TikTok berdasarkan data ByteDance, digunakan 92,07 juta.
Masifnya penetrasi media sosial ini bisa di mengerti, setidaknya ada dua alasan yang menjelaskan hal ini. Pertama, media sosial menyediakan ruang komunikasi, interaksi dan informasi antara penggunanya sehingga membuat tim kampanye masing-masing kandidat capres dapat memanfaatkannya untuk menggalang dukungan dengan lebih mudah.
Biasanya partisipasi politik masyarakat sulit masuk dalam ruang publik karena tekanan dari pemilik modal. Sementara hari ini, berbagai strategi komunikasi dan interaksi dapat membentuk opini publik sekaligus memberikan pengaruh dan keuntungan yang cukup kuat kepada kandidat.
Kedua, kini dengan adanya medsos dan semakin banyaknya alternatif saluran partisipasi politik, maka semakin memperkuat demokrasi dan berpotensi meningkatkan kualitasnya.
Dewasa ini kita sadar, media sosial memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Media sosial dapat membuat masyarakat semakin terbuka akan kinerja pemerintah dan mampu menyampaikan pendapatnya melalui media sosial yang semakin mudah diakses oleh seluruh kalangan masyarakat.
Namun media sosial mempunyai kontribusi yang positif dan negatif. Dalam kontribusi negatif yaitu berkaitan dengan informasi hoax. Agar dapat memberikan kontribusi yang positif maka setiap masyarakat harus menyaring informasi yang didapat atau tidak gampang terbujuk kamuflase berita-berita palsu yang menyesatkan.
Penyalahgunaan media sosial dapat merubah prinsip-prinsip demokrasi Indonesia. Karena informasi yang tidak benar dan mudahnya kepercayaan masyarakat dapat merubah kepribadian dari masyarakat itu sendiri secara perlahan. (***)
Discussion about this post