Jambiday.com, JAMBI- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan Almas Tsaqibbirru Re A mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden (Capres/Cawapres). Ketentuan itu diatur dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Mahkamah membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum. Putusan ini pun mulai berlaku pada Pemilu 14 Februari 2024.
Hal ini memantik protes dari banyak pihak serta menimbulkan kegaduhan. Karena dianggap syarat persengkokolan yang kesannya dipaksakan hanya untuk memberi tiket kepada putera mahkota Solo yang bernama Gibran Raka Buming. Seperti yang utarakan oleh kelompok masyarakat kritis dan merdeka dari Forum Seniman dan Mahasiswa Jambi.
“MK itu Mahkamah keluarga, drama hukum yang dikendalikan oleh kekuasaan. Dan ini sangat mahal harganya, karena hanya untuk kebutuhan personal, bukan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial. Merdekaaaa, ” pekik Roida Pane, perwakilan Seniman dan aktivis Jambi saat orasi di bundaran air mancur Kantor Gubernur Jambi, Rabu (18/10).
Ditambahkan dalam orasinya, kekuasaan yang terus menerus dipertahankan dan diwariskan walaupun untuk alasan konstitusional electoral, hanya akan melanggengkan budaya korup dan semena-mena. Isu perpanjangan jabatan presiden tiga periode yang digagas oleh elit partai dan isu penundaan Pemilu yang santer sejatinya dirasakan dan dikorelasikan dengan keputusan MK. Adalah benar bahwa Jokowi ingin kekuasannya ingin lebih lama.
“Karena kita sudah pernah mengalami kekuasaan tanpa batas pada zaman orde Baru dengan kekuasaan yang diemban Soeharto selama 32 tahun. Yang hanya melahirkan feodalisme militeristik yang jauh dari nilai kerakyatan, ” Roida lagi.
Menolak Politik Dinasti Jokowi, teriakan ini terus berulang. Diselingi musik akustik yang menyanyikan kebijakan pemerintah yang menyengserakan rakyat. Kata-kata ingin mencari pemimpin dan bukan penguasa juga terdengat saat itu. Terlihat dari aksi aktivis Cecep Sunarya alias Goes Soeryo, Djokas Siburian, Jefri Hendrik serta beberapa pengurus dan loyalis Projo Jambi. (OYI)
Discussion about this post