Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat Ekonomi)
DALAM literatur batasan penduduk miskin adalah mereka yang tingkat pendapatan rendah, sedangkan kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tetapi juga akses pada layanan sosial.
Akibat pendapatan rendah ini, akhirnya menyebabkan tingkat kesehatan rendah. Akibat kesehatan rendah, menyebabkan tingkat pendidikan rendah. Selanjutnya akibat pendidikan rendah menyebabkan penghasilan atau pendapatan rendah.
Kemiskinan di Provinsi Jambi tidak hanya dipantulkan dari rendahnya pendapatan individu, tetapi manifestasi berupa ketidakadilan pembangunan yang juga tercermin dari tidak meratanya prasarana layanan masyarakat maupun fasilitas perumahan.
Sedangkan Program “Dua Miliar Satu Kecamatan” atau Dumisake yang menjadi andalan Pemerintah Provinsi Jambi dalam mengentaskan kemiskinan terlihat lamban dalam realisasinya. Setidaknya intervensi yang dilakukan kurang begitu efektip mengurangi kemiskinan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Jambi mencatat persentase penduduk miskin provinsi Jambi pada Maret 2023 mencapai 7,58 persen atau mencapai 280,68 ribu orang. Angka ini turun dari 7,7 % tahun 2022 menjadi 7,58 % tahun 2023 atau sebesar 0,19. Angka yang terkategori amat kecil dibanding gemerlap seremonial pemerintah Provinsi Jambi.
Lalu, sebanyak 42.411 ribu tergolong miskin ekstrem di Provinsi Jambi, ironisnya kemiskinan ekstrem ini didominasi para buruh perkebunan, mereka yang tak memiliki lahan dan bekerja sebagai pemanen (pendodos) sawit.
Selama masa pandemi Covid-19, data BPS menunjukkan angka kemiskinan di Provinsi Jambi meningkat menjadi 8.09 % di 2021. Dari total tersebut, setengahnya masuk dalam kategori kemiskinan yang ekstrim.
Angka ini menarik, karena ditahun 2021, tepatnya 27 Juli 2021 Gubernur Jambi Al Haris dilantik, setengah tahun ia berkuasa kemiskinan Provinsi Jambi meningkat dari 7,58 % tahun 2020. Padahal tahun 2020 Pandemi berada dipuncaknya.
Data ini memperlihatkan jumlah orang miskin di relatip tidak berubah, ada pergeseran angka, tapi secara keparahan justru lebih dalam. Miskin yang diperparah karena kebijakan yang tak berpihak.
Kondisi ini menunjukkan Provinsi Jambi terjebak pada lingkaran kemiskinan. Padahal dalam kurun waktu itu pertumbuhan ekonomi dan besaran APBD terus meningkat, namun belum mampu membuat angka kemiskinan turun.
Kemiskinan sering diturunkan kepada generasi penerus karena keluarga miskin tidak mampu membiayai pendidikan dan kesehatan yang baik bagi anak-anak mereka.
Bagi keluarga sangat miskin, memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan yang layak menjadi sebuah tantangan besar. Tingginya biaya transportasi, peralatan sekolah, dan layanan kesehatan sering terlalu tinggi untuk mereka jangkau.
Lingkungan kemiskinan di Provinsi Jambi juga disebabkan faktor eksternal (struktural), antara lain, Policy bias, yaitu kebijakan pemerintah yang cenderung mengutamakan wilayah tertentu, mengistimewakan sektor ekonomi dan perdagangan tertentu dan sebagainya.
Kecendrungan pembangunan berorientasi proyek (project oriented) membuat distribusi uang mengelompok pada satu sektor, seperti infrastruktur, akibanya pertumbuhan yang terjadi tidak melahirkan pemerataan berupa distribusi pendapatan.
Bahkan untuk sektor ini ada gejala oligarki yang kuat, saat sekelompok pengusaha dan pengusaha menguasai proyek – proyek pemerintahan secara mutlak dan tak berkeadilan.
Berbicara tentang faktor penyebab kemiskinan ada banyak hal yang menjadi sumber penyebab/masalah utama terjadinya kemiskinan, mulai dari permasalahan terbatasnya sumber daya alam yang ada pada suatu wilayah, sampai pada rendahnya kapasitas SDM yang dimiliki masyarakat sehingga tidak memiliki kemampuan, ide dan gagasan untuk membuat usaha yang bisa menghasilkan untuk peningkatan kesejahteraannya.
Walaupun sumber daya alam yang ada berlimpah tetapi kapsitas SDMnya rendah maka sumber daya yang berlimpah tersebut tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah. Permasalahan seperti ini senantiasa dijumpai di beberapa wilayah Provinsi Jambi.
Dari permasalahan yang ada dapat diilakukannya upaya yang bertujuan untuk mengurangi angka pengangguran dan menambah lapangan pekerjaan, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, untuk memperluas akses modal usaha, untuk mendorong pemerintah mengambil langkah konkret dalam mengatasi kemiskinan.Namun upaya-upaya yang dilakukan belum mampu sepenuhnya menyelesaikan permasalahan kemiskinan di Provinsi Jambi.
Selain itu masalah manajemen sumber daya dan lingkungan yang berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam juga menjadi tantangan. Dalam hal ini termasuk soal siklus dan proses alamiah yang kurang mendukung, berupa makin hilangnya kearifan lokal yang mendukung kemandirian warga.
Termasuk mengkolaborasikan program pemutus rantai kemiskinan dari pemerintah dan swasta dengan memberikan bantuan uang tunai bersyarat untuk mendukung kebutuhan anak-anak warga Jambi. (***)
Discussion about this post