Oleh: Bahren Nurdin
(Budak Jambi di Sydney, Australia)
SAYA belum punya data pasti berapa banyak orang Indonesia di Australia. Namun jika dilihat sepintas, Wikipedia mencatatkan sebanyak 62.663 jiwa. Saya kemudian konfirmasi kepada Presiden Diaspora Indonesia Australia, Prof. Salut Muhidin.
Beliau menyebutkan bahwa berdasarkan data sensus Australia terakhir terdapat lebih kurang 150 ribu orang Indonesia di Australia. Beberapa diantara jumlah tersebut telah menjadi warga negara.
Pertanyaannya sangat sederhana, dari sebanyak itu orang Indonesia di Australia, berapa banyak orang Jambi? Perlu data dan pendataan!
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Australia, hal ini adalah salah satu yang menjadi ‘misi’ saya yaitu ‘mencari’ orang Jambi. Setiap berkenalan dengan orang Indonesia di mana saja berjumpa selalu saya bertanya asal daerah mereka. Hasilnya, satu per satu mulai terhimpun dan kemudian saya buat sebuah grup di media social Whatsapp (WA).
Jumlah yang baru terhimpun memang masih sedikit, tapi saya meyakini masih banyak orang Jambi yang ‘beserak’ di negeri Kangguru ini. Maka tidak ada pilihan kecuali terus berusaha untuk mencari dan menyatukan segalo dunsanak di rantau ini.
Mereka yang telah terkhimpun, ternyata tidak hanya pelajar seperti saya tapi beberapa diantara mereka telah lama menetap dan menjadi Diaspora Indonesia di negeri ini. Bahasa populernya disebut PR _(permanent resident)_.
Setelah bertemu dan berdiskusi ringan dengan mereka, jika tidak ada aral melintang dalam waktu dekat kami telah sepakat untuk membentuk perhimpunan Masyarakat Jambi yang ada Australia. Apa urgensinya?
*Pertama*, pentingnya silaturrahim. Salah satu kekuatan kehidupan sosial masyarakat Indonesia adalah nilai-nilai silaturrahim. Tidak terkecuali orang Jambi. Sejak dulu, orang Jambi itu hobi ‘ngota’.
‘Ngota’ artinya ngobrol ringan untuk mempererat hubungan antar sesama. Terkadang memang yang diobrolkan tidak terlalu penting tapi nilai-nilai sosial kemasyarakatan dan kekerabatan yang dibangun luar biasa. Jadi perkumpulan ini paling tidak menyediakan wadah bagi orang Jambi untuk ‘ngota’.
*Kedua*, networking. _‘Ado siapo di sano?’._ Itulah pertanyaan pertama orang Jambi jika ada yang hendak menuju suatu daerah baru. Saya ingat, ketika tahun 1998 saya hendak kuliah ke Yogyakarta sempat ditanya pertanyaan yang sama. Saya jawab, ‘Ado banyak orang Jambi di sano’. Maka tenanglah anggota keluarga melepas saya.
Bahasa kekiniannya networking (jejaring). Budak-budak Jambi tidak boleh lagi dihalangi untuk terbang kemana pun mereka mau di muka bumi ini hanya karena ketakutan tidak ada kerabat untuk sekedar tempat bertanya.
Seharusnyalah saat ini orang-orang Jambi bertebaran di jagat raya ini dan memiliki jaringan untuk saling membantu. Tentu, keberadaan Masyarakat Jambi Australia ini akan mewadahi hal-hal semacam ini. ‘Mau ke Australia? Jangan takut. Banyak orang kito di situ!’. Itu yang ingin kami dengar ke depannya.
*Ketiga,* saling membantu. Hidup di rantau orang itu penuh dengan dinamika terkadang juga kesulitan-kesulitan dengan segala persoalan yang dihadapi. Pepatah orang jambi mengatokan, _”tudung betudung bak daun sirih, basah satu basah semua. Sokong menyokong bak aur dengan tebing, tebing runtuh aur ikut tebao”._ Nilai-nilai persatuan dan kesatuan ini tidak boleh hilang dari sanubari anak-anak Jambi lebih-lebih hidup di rantau orang. Kita memang harus bersatu padu untuk saling membantu.
*Keempat*, merawat dan promosi budaya. Kita punya banyak keunikan budaya dari pakaian hingga makanan tradisional. Siapa yang akan memperkenalkannya ke dunia luar? Selayaknyalah ‘bubur ayak’ itu sekali-sekali kita sampaikan ke lidah bule-bule di sini.
Tentu kita memiliki harapan besar nantinya perkumpulan ini mampu menjadi representasi keunikan budaya Jambi di Australia. Tidak menutup kemungkinan nantinya orang-orang Jambi yang ada di sini akan ikut berbagai perhelatan budaya seperti halnya daearah-daerah lain.
Sebagai catatan tambahan, Australia selalu menggaungkan _‘multicultural community’_ yang warga negaranya datang dari berbagai Negara lain (imigran atau diaspora). Seharusnya orang Jambi yang telah puluhan tahun berada di sini dan telah menjadi warga Negara tetap (PR) ikut mewarnai _‘multicultural’_ tersebut. Ada sumbangan keberagaman budaya kepada mereka. Tidak menutup kemungkinan kita buat ‘festifal tempoyak patin’ atau lomba buat ‘jaudah’ asal Paseban.
Akhirnya, terbentuknya perkumpulan Masyarakat Jambi Australia (apa pun namanya nanti) adalah sebuah keharusan dengan segala urgensi yang sudah saya sampaikan di atas. Tidak ada kata terlambat untuk sesuatu yang harus kita mulai. _“Di bulekkan karno nak digulingkan. Di pipihkan karno nak dilayangkan. Bulek aek dek pembuluh. Bulek kato dek mufakat”_. Melalui artikel singkat ini pula saya sangat berharap kok ado dulur-dulur nan di Australia (state mana saja) mohon hubungi kami. Terimo kasih. (www.yaqin.id)
Discussion about this post