BELAKANGAN ini ramai diperbincangkan pernyataan dari Gus Ulil Abshar Abdalla, Ketua PBNU, yang melabeli kelompok penolak tambang sebagai “Wahabi Lingkungan”.
Menurut Gus Ulil, Wahabi adalah salah satu aliran dalam Islam yang konservatif, dengan pandangan puritan yang sangat menekankan kemurnian teks. Dengan sudut pandang tersebut, Gus Ulil mencoba menganalogikan kelompok yang menolak pertambangan demi menjaga lingkungan sebagai orang-orang dengan paham “Wahabi Lingkungan”.
Namun, benarkah menjaga lingkungan adalah bentuk pemikiran kolot? Atau justru itu bagian dari nilai-nilai luhur bangsa?
Pancasila dan Cinta terhadap Alam Indonesia
Berbicara soal Pancasila dan alam, saya teringat tulisan Mastono—salah satu senior saya di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan mantan Wakabid Kaderisasi GMNI 2014–2016—yang dimuat di Indoprogress.com.
Untuk menjawab apakah Pancasila memuat kesadaran ekologis, Mastono mengajak kita kembali kepada pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 di hadapan sidang BPUPKI. Bung Karno menyatakan:
Kemarin kalau tidak salah, saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo atau tuan Moenandar, mengatakan tentang “Persatuan antara orang dan tempat”. Persatuan antara orang dan tempat, tuan-tuan sekalian, persatuan antara manusia dan tempatnya! Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dan bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan “Germeinschaft”nya dan perasaan orangnya, ‘I’ame et le desir”. Mereka hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami manusia itu. Apakah tempat itu? Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan”
Dari pernyataan tersebut, meskipun tidak secara eksplisit disebutkan, Bung Karno sebenarnya sedang mengajak kita menjaga kesadaran akan pentingnya hubungan manusia dengan alam. Konsep ini sangat relevan sebagai dasar untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Sosio-Nasionalisme dan Hubb-ul-Wathan Minal Iman
Sosio-Nasionalisme
Dalam pidato 1 Juni 1945, Bung Karno memperkenalkan konsep *Sosio-Nasionalisme*—yaitu perpaduan antara sosialisme dan nasionalisme. Nasionalisme versi Indonesia bukanlah nasionalisme chauvinistik seperti di Jerman kala itu, melainkan nasionalisme yang memanusiakan manusia.
Bung Karno mengutip Mahatma Gandhi bahwa *”Nationalism is Humanity”*—suatu paham kebangsaan yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Hubb-ul-Wathan Minal Iman
Konsep *Hubb-ul-Wathan Minal Iman* (Cinta Tanah Air adalah Bagian dari Iman) dikenalkan oleh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Konsep ini diperkenalkan pada masa penjajahan sebagai dasar teologis bahwa mencintai tanah air dan melawan kolonialisme adalah bagian dari jihad, dan karenanya, bagian dari keimanan.
Kini, dalam konteks Indonesia merdeka, makna Hubb-ul-Wathan Minal Iman dapat diperluas menjadi semangat menjaga keutuhan dan kelestarian Negara Kesatuan Republik Indonesia—termasuk menjaga kelestarian lingkungan.
Konsep Sosio-Nasionalisme dan Hubb-ul-Wathan Minal Iman saling menguatkan dan tidak dapat dipisahkan.
Menjadi Wahabi Lingkungan Adalah Wujud Pengamalan Pancasila
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa menjaga lingkungan hidup adalah bagian dari pengamalan Sosio-Nasionalisme dan bentuk jihad sebagaimana dimaksud dalam Hubb-ul-Wathan Minal Iman.
Jika kerusakan lingkungan akibat tambang terus dibiarkan, bukankah relasi antara manusia dan tempatnya juga akan rusak? Lalu bagaimana mungkin konsep Sosio-Nasionalisme bisa ditegakkan? Jika alam Indonesia rusak, siapa yang sanggup tinggal di negeri ini dan menjaga keutuhannya? Untuk siapa Hubb-ul-Wathan Minal Iman akan dijalankan?
Pernyataan Gus Ulil yang melabeli para penolak tambang sebagai Wahabi Lingkungan tampak lebih sebagai upaya membela kepentingan tertentu. Jika KH. Hasyim Asy’ari masih hidup, besar kemungkinan beliau akan menolak sikap tersebut dan berdiri membela rakyat serta alam Indonesia.
Penutup
Menolak tambang yang merusak lingkungan bukanlah tindakan kolot, melainkan bentuk kesadaran luhur yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila 1 Juni dan ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin. Mari jaga alam Indonesia dan lawan eksploitasi yang mengancam masa depan bangsa. (***)
Discussion about this post