Jambiday.com, JAKARTA- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi investasi di sektor energi baru dan terbarukan (EBT) Indonesia pada semester I tahun 2025 mencapai sekitar US$ 1,3 miliar atau setara Rp 21,64 triliun. Angka ini mendekati target tahunan Kementerian ESDM sebesar US$ 1,5 miliar, meski sedikit menurun dibandingkan capaian tahun 2024 yang mencapai US$ 1,49 miliar atau sekitar Rp 24,04 triliun.
Sementara itu, data dari Climate Policy Initiative (CPI) menunjukkan bahwa total investasi sektor ketenagalistrikan Indonesia selama periode 2019–2023 mencapai US$ 38,02 miliar, dengan rata-rata US$ 7,6 miliar per tahun. Dari jumlah tersebut, investasi tahunan yang khusus dialokasikan untuk sektor EBT mencapai US$ 1,79 miliar per tahun.
Menanggapi tren tersebut, Direktur Utama Indonesia Commodity & Derivative Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), Fajar Wibhiyadi, menyebut bahwa inovasi melalui Renewable Energy Certificate (REC) dapat menjadi instrumen penting untuk mempercepat pengembalian modal investasi atau payback period pada proyek-proyek pembangkit listrik berbasis EBT.
“Sertifikat Energi Terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC) dinilai bisa memberikan multiplier effect bagi pembangkit listrik berbasis EBT, karena dapat menjadi sumber pendapatan tambahan di luar penjualan listrik utamanya. Pendapatan tambahan ini tentu mempercepat pengembalian modal investasi,” jelas Fajar Wibhiyadi.
Fajar menambahkan, REC berfungsi sebagai bentuk insentif bagi pengembang energi bersih dan menjadi nilai tambah yang tidak bisa dinikmati oleh pembangkit listrik non-EBT. Melalui perdagangan REC, pengembang EBT bisa mendapatkan tambahan pemasukan yang berpotensi besar untuk mempercepat pengembangan sektor energi bersih di Indonesia.
“REC ini bisa disebut sebagai sweetener bagi pelaku usaha energi bersih. Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan pembangkit listrik EBT, seperti tenaga air, tenaga surya, tenaga panas bumi (geothermal), tenaga bayu (angin), hingga energi dari sampah,” ujarnya.
REC sendiri merupakan sertifikat atas produksi tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik EBT sesuai standar nasional maupun internasional. Dalam perhitungannya, 1 REC setara dengan produksi listrik 1 MWh.
Di Indonesia, perdagangan REC dilaksanakan oleh Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (ICDX/BKDI), dengan infrastruktur yang telah terkoneksi dengan sistem registri internasional Evident I-REC dan APX TIGRs, sehingga pengakuannya diakui secara global.
Langkah ini diharapkan mampu mendorong minat investasi di sektor energi terbarukan, memperkuat posisi Indonesia dalam transisi energi bersih, dan mempercepat pencapaian target bauran energi nasional. (OYI)
Untuk informasi lebih lanjut, publik dapat menghubungi:
P. Giri Hatmoko, Head of Corporate Communication
Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Group. Midpoint Place Lt. 22–23, Jl. H. Fachrudin No. 26, Jakarta Pusat Telp: (021) 30027788 | www.icdx.co.id






Discussion about this post