Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat)
ISTILAHNYA Shadow Economy, sebuah aktivitas bayangan yang mengelola nature secara tersembunyi. Dalam dunia mafia, ekonomi bayangan dikuasai para Don atas perintah sang The Godfather.
Sulit menentukan definisi yang akurat, apa itu shadow economy, sesulit menghitung skala kegiatan di dalamnya dan bagaimana mengukur potensi kerugian negara akibat aktivitas ekonomi bayangan ini.
Shadow economy adalah fenomena gunung es, terlihat kecil namun mengakar kuat di dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Terbentang dari hulu hingga hilir, berbentuk ekonomy informal atau ekonomi non-riil. Nyaris, tak data atau statistik resmi dari aktivitas ekonomi, sehingga tidak mungkin untuk mengetahui dengan detail berapa besar nilainya.
Setiap bentuk transaksi ekonomi formal biasanya harus dilaporkan ke badan pemerintahan yang menangani hal ini. Itulah sebabnya pemerintah bisa mengeluarkan data, statistik, jumlah GDP, dan semua bentuk laporan – laporan lainnya yang sebetulnya sangat bermanfaat bagi pengusaha, perusahaan, dan dunia internasional.
Fenomena ini menyebabkan kerugian negara dalam hal pelanggaran aturan dan kehilangan potensi pajak. Terkait ponsel BM misalnya, pemerintah kehilangan potensi penerimaan pajak impor dan lebih jauh akan merusak industri di dalam negeri.
Shadow economy ini termasuk kegiatan tidak legal, transaksi jual beli narkoba, transaksi jual beli di bawah tangan (under the table) di mana si pengusaha tidak akan melaporkan penghasilannya, dan si pembeli juga tidak akan melaporkannya sebagai biaya dalam usaha, transaksi barter, pokoknya semua jenis kegiatan dagang yang tidak kelihatan oleh radar.
Beberapa contoh aktivitas shadow economy yang menyita perhatian publik di antaranya adalah peredaran telepon seluler BM (black market), illegal logging, PETI, prostitusi, illegal driling, mengoplos LPG, penyelewengan solar subsidi, penyelundupan berbagai komoditas seperti elektronik, makanan, minuman, kendaraan bermotor, hewan-hewan langka, hingga perdagangan manusia (TKI Ilegal).
Kita ambil contoh, kerugian negara dari peredaran ponsel selundupan (black market) saja mencapai 3 triliun pertahun. Kerugian tersebut berasal dari total penjualan ponsel BM (black market) yang mencapai Rp 10 juta unit per tahun. Kerugian triliunan rupiah ini semestinya masuk sebagai pajak pemerintah.
Potensi pajak pertambahan nilai atau PPN 10 persen dan pajak penghasilan atau PPh 2,5 persen. Jika rata-rata tiap unit ponsel dijual seharga RP 2,2 juta, maka jumlah pajak yang hilang untuk 10 juta unit ponsel terhitung mencapai Rp 3 triliun.
Perekonomian Indonesia saat ini memang terlihat terbebani dengan shadow economy ini. Besaran aktivitas shadow economy yang tak tercatat selama ini berada di kisaran 8,3 persen sampai dengan 10 persen dari PDB.
Tahun 2021 Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp16.970,8 triliun. Maka shadow economy Indonesia mencapai Rp 1.400 triliun. Suatu angka yang sangat fantastis. Melebihi penerimaan pajak di tahun 2021 mencapai Rp 1.277,5 triliun.
Besarnya nilai shadow economy ini membuat kondisi perekonomian Indonesia menjadi terdistorsi dan tumbuh di bawah potensi rill. Andai aktivitas ekonomi dapat terdata dengan baik dan menghilangkan semua produk shadow economy, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi dalam 20 tahun terakhir.
Aktivitas shadow economy ini bukan saja kejahatan ekonomi. Tapi parasit penerimaan negara. Pemerintah mengidentifikasi, rendahnya pendapatan negara selama ini akibat adanya underground economy yang sulit dipungut pajaknya, baik itu dari usaha legal maupun ilegal yang sengaja dilakukan untuk menghindari kewajiban administratif dan perpajakan.
Upaya mengatasi shadow economy harus diatasi dengan menetapkan langkah yang tepat dan sistemik, serta sinergisitas antara pemangku kepentingan dalam penegakan hukum dan pengamanan ekonomi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (***)
Discussion about this post