PERGESERAN geopolitik kembali terjadi di panggung global. Pada pertengahan 2025, dua negara besar Eropa, Perancis dan Inggris mengumumkan niatnya untuk mengakui Palestina sebagai negara secara resmi di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ini bukan sekadar pernyataan politis biasa. Ini adalah bentuk legitimasi yang lama dinanti oleh rakyat Palestina, yang selama lebih dari tujuh dekade memperjuangkan hak atas tanah, kemerdekaan, martabat sebagai sebuah bangsa dan negara yang berdaulat.
Namun, mengapa pengakuan ini baru datang sekarang? Apa artinya bagi Palestina? Dan bagaimana posisi Palestina menurut hukum internasional?
Mengapa Inggris dan Perancis Baru Akan Mengakui Palestina?
Langkah Inggris dan Perancis tidak muncul dalam sekejap. Perubahan politik dalam negeri, tekanan publik global, serta kegagalan solusi dua negara (two-state solution) telah mendorong negara-negara besar Eropa untuk mengambil sikap lebih tegas.
Selama bertahun-tahun, dukungan Eropa terhadap solusi dua negara terkesan pasif dan normatif. Namun, agresi berulang Israel di Gaza, pelanggaran hukum humaniter internasional, dan macetnya diplomasi Timur Tengah menjadikan pengakuan terhadap Palestina sebagai bentuk tekanan politik baru terhadap Israel.
Secara politis, pengakuan tersebut memberi legitimasi internasional terhadap eksistensi Palestina sebagai negara, membuka akses ke organisasi internasional, dan memperkuat posisi Palestina dalam perundingan masa depan. Pengakuan ini juga mendorong negara-negara lain untuk mengikuti jejak serupa, meningkatkan tekanan terhadap Israel agar membuka ruang dialog yang setara.
Sejarah Negara Palestina dan Pengakuan Internasional
Sejarah Palestina sebagai entitas politik modern dimulai pada 15 November 1988, saat Dewan Nasional Palestina di Aljazair memproklamasikan kemerdekaan Negara Palestina. Meskipun deklarasi tersebut belum disertai kontrol wilayah yang efektif, ia menjadi dasar klaim kenegaraan di mata internasional.
Hingga kini, lebih dari 140 negara anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara, termasuk sebagian besar negara di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Eropa Timur. Namun, sejumlah negara penting seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jerman, dan Jepang masih belum memberikan pengakuan resmi. Beberapa negara, seperti Swedia dan Vatikan, telah mengakui Palestina secara bilateral.
Yang menarik, Majelis Umum PBB pada tahun 2012 memberikan status “Negara Pengamat Non-Anggota” (non-member observer state) kepada Palestina. Ini merupakan tingkatan status tertinggi yang bisa diberikan PBB tanpa keanggotaan penuh, dan setara dengan status yang pernah diberikan kepada Vatikan.
Status Palestina “Negara Pengamat Non-Anggota”
Sebagai negara pengamat non-anggota, Palestina tidak memiliki hak suara dalam sidang Majelis Umum PBB, namun memiliki hak untuk berpartisipasi dalam perdebatan, mengajukan proposal, dan ikut serta dalam sebagian besar kegiatan PBB.
Status ini juga membuka jalan bagi Palestina untuk bergabung dengan badan-badan PBB lainnya dan organisasi internasional, serta mengajukan tuntutan hukum di Mahkamah Internasional (ICJ) atau Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Meski begitu, Palestina belum menjadi anggota penuh PBB karena syarat utamanya adalah dukungan mayoritas di Dewan Keamanan PBB, yang hingga kini selalu diveto oleh Amerika Serikat, sekutu dekat Israel.
Syarat Berdirinya Negara Menurut Hukum Internasional
Dalam hukum internasional klasik, syarat berdirinya suatu negara diatur oleh Konvensi Montevideo tahun 1933, yang menetapkan empat unsur konstitutif dan satu unsur deklaratif sebagai berikut: Penduduk yang tetap, Wilayah yang jelas, Pemerintahan yang efektif, Kemampuan menjalin hubungan internasional, dan Pengakuan dari negara lain (unsur deklaratif)
Konvensi ini memberikan kerangka analisis bagi komunitas internasional dalam menilai apakah suatu entitas layak dianggap sebagai negara.
Apakah palestina memenuhi unsur negara? Mari kita uji Negara Palestina dengan lima unsur Konvensi Montevideo:
Pertama, Penduduk yang Tetap. Palestina dihuni oleh sekitar 5 juta orang yang menetap di Tepi Barat (West Bank), Jalur Gaza (Gaza Strip), dan Yerusalem Timur. Jumlah ini tidak termasuk diaspora Palestina di berbagai negara akibat konflik dan pengungsian. Meski menghadapi tekanan dan pendudukan militer, identitas dan keberadaan penduduk tetap tersebut telah diakui secara luas.
Kedua, Wilayah yang Jelas. Palestina mengklaim wilayah berdasarkan garis perbatasan sebelum perang 1967, yaitu meliputi Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur. Namun, realitas di lapangan menunjukkan fragmentasi wilayah karena: Tepi Barat sebagian besar dikuasai oleh Israel, termasuk permukiman illegal, Yerusalem Timur dianeksasi sepihak oleh Israel, meski tidak diakui PBB, dan Gaza dikuasai oleh Hamas sejak 2007, dan diblokade oleh Israel dan Mesir.
Meski demikian, wilayah yang diklaim Palestina memiliki kejelasan batas dalam konteks hukum internasional, terutama berdasarkan Resolusi PBB dan hasil Konferensi Madrid (1991) serta Perjanjian Oslo (1993).
Ketiga, Pemerintahan yang Efektif. Palestina memiliki Pemerintahan Otoritas Nasional Palestina (Palestinian Authority/PA) yang mengelola sebagian wilayah Tepi Barat. PA memiliki presiden, perdana menteri, parlemen, sistem peradilan, dan lembaga pemerintahan lainnya.
Namun, sejak 2007, terjadi perpecahan politik antara Fatah (menguasai PA di Tepi Barat) dan Hamas (menguasai Gaza). Ini menyebabkan terbatasnya efektivitas pemerintahan secara nasional, tetapi struktur kelembagaan tetap berjalan dan diakui oleh banyak negara dan organisasi internasional.
Keempat, Kemampuan Menjalin Hubungan Internasional. Palestina telah membuka lebih dari 100 perwakilan diplomatik di luar negeri dan menjalin hubungan bilateral dengan ratusan negara.
Palestina juga merupakan anggota atau partisipan aktif dalam berbagai organisasi internasional, antara lain: UNESCO, Interpol, ICC, OKI, Gerakan Non-Blok, Liga Arab, dan G77 + China (sebagai ketua pada tahun 2019).
Bahkan di bidang olahraga, Palestina adalah anggota penuh FIFA dan Komite Olimpiade Internasional (IOC), yang memungkinkan atlet Palestina tampil di berbagai ajang olahraga internasional termasuk Piala Dunia dan Olimpiade.
Kelima, Pengakuan dari Negara Lain. Sejauh ini, lebih dari 140 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara, termasuk hampir seluruh negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, termasuk negara-negara besar seperti China, Rusia, Brasil, dan sebagian besar negara di Global South.
Namun, Pengakuan dari negara-negara kunci di Eropa Barat seperti Inggris dan Perancis akan memperkuat status politik internasional Palestina dan meningkatkan tekanan terhadap Israel dan sekutunya.
Penutup: Pengakuan Bukan Akhir, Tapi Awal
Palestina telah memenuhi hampir semua unsur berdirinya negara menurut hukum internasional. Namun, politik internasional tidak berjalan semata-mata berdasarkan hukum. Faktor kekuatan, aliansi, dan veto di Dewan Keamanan memainkan peran dominan.
Pengakuan dari negara-negara besar seperti Inggris dan Perancis adalah kemajuan signifikan, tapi masih ada jalan panjang menuju keanggotaan penuh di PBB dan tercapainya kemerdekaan yang sejati. Meski demikian, setiap pengakuan adalah batu pijakan penting dalam perjuangan panjang menuju keadilan dan perdamaian di Negeri Para Anbiya. (***)
Discussion about this post