Oleh: Rusli Abdul Roni
HoU & Dosen Departemen Ilmu Sosial & Humaniora, College of Continuing Education (CCEd) Univesti Tenaga Nasional (UNITEN) Kajang Selangor-Malaysia rusli@uniten.edu.my
20 OKTOBER 2024 yang akan menjelang ini menjadi momen penting dalam perjalanan demokrasi dan sejarah Indonesia. Hari tersebut tidak hanya menandai akhir era pemerintahan Jokowi yang sudah berjalan selama dua periode, tetapi juga membuka babak baru yang dipenuhi dengan berbagai harapan, tantangan, dan pertanyaan.
Pasangan Presiden dan Wakil Presiden hasil PILPRES 2024 yang ditetapkan KPU RI iaitu Prabowo & Gibran akan dilantik dan mengucapkan sumpah presiden dan wakil presiden, sesuai ketentuan seperti tertuang dalam UUD 45. Berbagai spekulasi, andaian dan praduga bermunculan dikalangan khalayak. Antara persoalan yang mencuat adalah bagaimanakah situasi Indonesia setelah tanggal 20 Oktober 2024 itu? Apakah ini akan menjadi ajang perwarisan tahta, perpanjangan, atau justru perwajahan baru bagi Indonesia? Di tengah atmosfer politik yang kocak dan dinamis saat ini, masyarakat Indonesia kini dihadapkan pada persoalan yang akan menentukan arah bangsa di masa depan.Pertanyaannya juga tidak hanya berkisar soal siapa dan bagaimana pemimpinnya, tetapi juga bagaimana Indonesia akan melangkah ke depan dalam menghadapi berbagai persoalan global dan domestik yang semakin kompleks dan menantang.
Perwarisan Meneruskan Gagasan yang Telah Ada?
Perwarisan dalam konteks ini bisa dimaknai sebagai penerusan program, kebijakan, dan visi.misi yang coba dibangun selama dekade terakhir. Apakah penerus kepemimpinan akan melanjutkan agenda yang telah dirancang dengan hati-hati atau melakukan modifikasi untuk menyesuaikan dengan dinamika global dan lokal dalam neraca dan acuan semangat sustainability continuity?
Sejumlah pihak menilai bahwa stabilitas dan kontinuitas merupakan hal penting dalam proses pembangunan suatu negara. Kebijakan jangka panjang di sektor infrastruktur, digitalisasi, dan penguatan ekonomi berbasis sumber daya alam dan manusia adalah beberapa contoh yang dianggap perlu diteruskan untuk memastikan keberlanjutan pembangunan. Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa kebijakan yang hanya berfokus pada aspek-aspek ini mungkin mengabaikan isu-isu mendasar lain, seperti kesenjangan sosial, pendidikan, dan reformasi hukum yang lebih menyeluruh. Pemimpin yang menawarkan pewarisan cenderung menekankan pentingnya menjaga capaian yang telah ada, sambil berjanji untuk melanjutkan beberapa program unggulan. Namun, ada juga kritik bahwa tanpa pembaruan yang signifikan, model ini bisa terjebak dalam pola fikir lama yang mungkin tidak relevan dengan tantangan zaman yang terus berubah dan berkembang.
Perpanjangan, Apakah Pembaruan Benar-Benar Terjadi?
Perpanjangan dapat diartikan sebagai usaha untuk melanjutkan pola yang serupa tetapi dengan pembaruan yang lebih substantif. Ini melibatkan komitmen untuk menyempurnakan kebijakan-kebijakan sebelumnya sambil mengakui bahwa ada kekurangan yang perlu diperbaiki. Di dalamnya terdapat pengakuan bahwa meski program-program sebelumnya membawa perubahan positif, masih ada ruang besar untuk perbaikan, terutama dalam hal seperti transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan masyarakat. Nah, Indonesia yang besar ini dinilai memerlukan pemimpin yang tidak hanya melanjutkan agenda yang sudah berjalan, tetapi juga mampu melakukan evaluasi kritis terhadap kelemahan-kelemahan kebijakan lama. Pembaruan tidak sekadar merubah kemasan, tetapi menggali esensi dari kebijakan untuk menemukan solusi yang lebih sesuai dengan kondisi bangsa. Misalnya, dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, pengelolaan sumber daya alam dan manusia harus dilakukan secara lebih berkelanjutan, tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan, kelestarian sosial bagi generasi mendatang. Namun, perpanjangan juga membawa risiko jika perubahan yang dijanjikan hanya bersifat kosmetik tanpa menghadirkan pembaruan substantif yang berarti. Dalam konteks ini, masyarakat harus lebih kritis dalam melihat apakah janji-janji pembaruan benar-benar dilaksanakan atau hanya sekadar retorika politik untuk mendapatkan dukungan mencapai kursi dan singgahsana yang diidamkan.
Perwajahan, Mencari Arah Baru bagi Indonesia
Di sisi lain, ada pilihan yang menawarkan perwajahan baru-membuka lembaran baru- bagi Indonesia dengan pendekatan yang sama sekali berbeda. Pemimpin yang mengusung konsep perwajahan ini biasanya menekankan pada transformasi menyeluruh yang tidak hanya terbatas pada kebijakan, tetapi juga cara pandang, budaya politik, dan gaya kepemimpinan. Pendekatan ini diyakini menjadi igauan generasi muda. Bahkan dianggap seiring dengan semangat generasi muda yang menginginkan perubahan cepat dan signifikan dalam tata kelola negara, termasuk dalam penegakan dan supremasi hukum, kebijakan sosial, dan penanganan isu-isu global dan lokal.
Perwajahan baru ini mungkin akan lebih fokus pada pemberdayaan masyarakat, memperbaiki sistem pendidikan, memperkuat ekonomi, memperluas jaringan digital dalam berbagai hal, serta membangun institusi yang lebih responsif terhadap kebutuhan rakyat. Selain itu, perwajahan baru seringkali diiringi oleh dorongan untuk mengatasi polarisasi sosial dan politik yang kerap berdampak kurang baik terhadap negara besar dan luas seperti Indonesia ini, antaranya adalah ancaman kesatuan dan persatuan bangsa dan masyarakat.
Namun, harapan akan perwajahan baru ini juga disertai dengan kekhawatiran bahwa perubahan besar yang terlalu cepat tanpa perencanaan matang dan jitu bisa menimbulkan instabilitas. Reformasi yang terlalu drastis dalam waktu singkat berpotensi menimbulkan resistensi dari kelompok-kelompok yang merasa terganggu oleh perubahan, atau lebih buruk lagi, menyebabkan kekacauan yang sulit dikendalikan.
Mendesign Corak Pasca 20 Oktober 2024
Menjelang detik-detik 20 Oktober 2024, pelantikan dan sumpah jabatan, dihadapan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran terpampang pilihan antara hanya menjadi pewaris, perpanjangan tangan, atau creator innovative yang mencipta perwajahan baru. Ia bukanlah hal yang sederhana memang. Masing-masing pilihan membawa tantangan, harapan dan konsekwensi tersendiri, terhadap jabatan presiden dan Wapres secara khusus dan Ibu Pertiwi secara umum. Dan pastinya, masyarakat Indonesia yang semakin cerdas, dengan keberagamannya, tentu akan memiliki perspektif yang berbeda-beda mengenai apa yang terbaik untuk bangsa ini. Dan itu telah ditunaikan mereka dengan baik melalui pesta demokrasi PEMILU dan PILPRES yang telah berlalu. Walaupun hasilnya mungkin tidak seperti yang diingini mereka. Kini kebijaksanaan dan amanah itu terletak dipundak Probowo dan Gibran yang akan dilantik dan angkat sumpah 20 Oktober 2024 ini.
Semua menyadari, masa depan Indonesia tidak hanya ditentukan oleh siapa yang memimpin, tetapi juga bagaimana kebijakan-kebijakan ke depan dirancang dan diimplementasikan untuk menghadapi tantangan yang terus berkembang. Dalam konteks global yang semakin dinamis, Indonesia perlu pemimpin yang tidak hanya mampu bertindak tegas di kancah internasional, tetapi juga peka terhadap kebutuhan negara, bangsa dan masyarakat sendiri. Dan mampu meresapi situasi bangsa yang mungkin tidak sedang baik-baik saja ini.
Sekali lagi, soalnya apakah 20 Oktober 2024 akan menjadi momen perwarisan kebijakan, perpanjangan visi misi dengan pembaruan, atau justru perwajahan total? Semua itu akan sangat bergantung pada nyali Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang akan dilantik dan bagaimana amanat demokrasi dan konstitusi dijalankan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Ini juga nanti akan tercermin dalam strategi penyusunan kebinet. Adakah ia memang atas dasar urgensitas dan kebutuhan NKRI atau hanya bagi-bagi kado kemenangan yang saling mewarisi? Mari kita tunggu, lihat dan doakan yang terbaik buat bangsa ini.
Wajah Baru, Arah Baru?
Pendek katanya, apapun kebijakannya, satu hal yang pasti: Indonesia sedang berada di persimpangan penting dalam sejarahnya. Momen ini harus dimanfaatkan untuk memikirkan arah baru yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Masa depan kita tidak hanya tentang siapa yang memimpin, tetapi juga tentang bagaimana Indonesia dapat terus tumbuh menjadi bangsa yang lebih kuat dan bersatu padu di tengah berbagai tantangan global yang semakin kompleks. Wallahu a’lam. (***)
Discussion about this post