Thursday, July 10, 2025
  • Jambiday
  • Disclaimer
  • Pedoman
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Perlindungan
No Result
View All Result
Bacaan Online Negeri Jambi
  • INTERNASIONAL
  • NASIONAL
  • DAERAH
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • JAMBI
    • KERINCI
    • MERANGIN
    • MUAROJAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAIPENUH
    • TANJAB BARAT
    • TANJAB TIMUR
    • TEBO
  • EKBIS
  • KESEHATAN
    • COVID-19
  • KHAZANAH
    • BUDAYA
    • RELIGI
    • SELOKO
  • KRIMINAL
  • OLAHRAGA
  • OPINI
  • ORGANISASI
  • PARLEMEN
  • PEMERINTAHAN
    • PEMKAB
    • PEMKOT
    • PEMPROV
  • PEMILU
    • BAWASLU
    • KPU
  • PENDIDIKAN
  • POLITIK
    • CALEG
    • PARTAI POLITIK
Bacaan Online Negeri Jambi
  • INTERNASIONAL
  • NASIONAL
  • DAERAH
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • JAMBI
    • KERINCI
    • MERANGIN
    • MUAROJAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAIPENUH
    • TANJAB BARAT
    • TANJAB TIMUR
    • TEBO
  • EKBIS
  • KESEHATAN
    • COVID-19
  • KHAZANAH
    • BUDAYA
    • RELIGI
    • SELOKO
  • KRIMINAL
  • OLAHRAGA
  • OPINI
  • ORGANISASI
  • PARLEMEN
  • PEMERINTAHAN
    • PEMKAB
    • PEMKOT
    • PEMPROV
  • PEMILU
    • BAWASLU
    • KPU
  • PENDIDIKAN
  • POLITIK
    • CALEG
    • PARTAI POLITIK
No Result
View All Result
Plugin Install : Cart Icon need WooCommerce plugin to be installed.
Bacaan Online Negeri Jambi
No Result
View All Result
Home OPINI

Tunda Pemilu, Makna Rakyat Makin Pudar

by Redaksi
19/03/2022
in OPINI
0
1
VIEWS
PostTweetShareScan

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Peneliti LKPR Riset and Consulting)

Bacajuga

Jabatan Ganda Polisi Aktif Melanggar Undang-undang dan Cacat Hukum

Apa Itu Ambalat? Landas Kontinen Strategis yang Jadi ‘Join Development’ Indonesia Malaysia 

Sebuah Terima Kasih untuk Perludem: Harapan Baru bagi Penyelenggara Pemilu

MK Putuskan Pemilu Terpisah, KOPIPEDE: Demokrasi Butuh Prinsip, Bukan Sekedar Gonta-Ganti Format

Gaya Public Speaking Pemimpin Dunia: Dari Khamenei, Putin, Xi Jinping hingga Donald Trump, Mana Favoritmu? 

Kedamaian Dunia Tanpa Israel dan Zionis

FENOMENA penundaan Pemilu menjadi gejala kronis dari melemahnya pemaknaan rakyat dalam demokrasi Indonesia. Ibarat lagu wacana ini sebuah nyanyian sumbang demokrasi tentang makin tak ada harganya status dan hak-hak rakyat oleh oligarki dengan negosisasi kekuasaan yang manipulatif.

Wacana perpanjangan kekuasaan yang terus digaungkan dalam berbagai bentuk mencerminkan ketakutan dan akal-akalan Pemerintah pada saat ini untuk menghindari pergantian kekuasaan pada Pemilu 2024 nanti.

Bisa dikatakan penguasa sudah lebih duluan mengalami post power syndrome (sindrom pasca kekuasaan), sehingga tega mengkhianati amanat reformasi untuk membatasi kekuasaan. 

Hari ini, mau tak mau harus kita katakan eksistensi rakyat dalam pikiran elite terus memudar, sebagai pemberi mandat mereka tak lagi dipandang penting. Buktinya, elit ingin terus berkuasa tanpa harus melalui pemilu, menunda pemilu berarti elit ingin berkuasa tanpa mandat rakyat.

Wacana penundaan Pemilu, selain memunggungi konstitusi, juga memperlihatkan arah orientasi antagonistik antara rakyat dan elite. Nama rakyat dikapitalisasi untuk menggemakan kepentingan elite sekaligus dibiarkan terjerumus dalam lembah rivalitas mempertahankan hari-hari hidupnya dari berbagai ancaman krisis, persis di tengah pesta pora elite menggoreng kehendak memperpanjang kekuasaan.

Padahal idealnya upaya pencapaian tujuan itu bisa dengan koersif atau kewenangan yang mendapatkan legitimasi rakyat. Rakyat menjadi penting karena kekuatannya bisa menurunkan kekuasaan. 

Dalam negara demokrasi Pemilu merupakan sebagai syarat utama dari terciptanya sebuah tatanan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative government). Karena dengan pemilihan umum, masyarakat secara individu memiliki hak dipilih sebagai pemimpin atau wakil rakyat maupun memilih pemimpin dan wakilnya di lembaga legislatif. Proses inilah yang ingin ditiadakan oleh mereka ingin menunda pemilu.

Dalam kajian tentang negara, Thomas Hobbes menyebutkan terbentuknya negara karena adanya perjanjian (covenant) antara pemerintah dan rakyat dalam menjalankan organisasi bernama negara untuk mewujudkan kepentingan bersama. Perjanjian ini biasa diwujudkan dalam bentuk pemilu.

Dalam perspektif ini, rakyat sejatinya tidak menyerahkan kedaulatannya pada elite (negara). Namun, para elite hanya merepresentasikan kepentingan rakyat untuk diperjuangkan bagi kepentingan bersama.

Rakyat tetap memiliki kedaulatan penuh untuk mengawasi termasuk menagih dan mengadili sikap dan pilihan politik pemerintah jika hal tersebut bertentangan dengan isi kontrak. Posisi rakyat di sini memiliki nilai sentral dan substantif dalam perjanjian, kesepakatan, dan dalam aktualisasi berbagai kehendak politik negara.

Apa yang terlihat saat ini, makna rakyat seolah mengalami pengerdilan. Dalam demokrasi kontemporer yang mengedepankan logika transaksional dan materialistik, posisi rakyat kerap diinstrumentalisasi sebagai subjek komoditifikasi politik untuk memperlancar agenda kekuasaan segelintir orang.

Rakyat hanya menjadi variabel pelengkap dari berbagai sikap dan kebijakan sekelompok elite agar mereka tidak kehilangan legitimasi di hadapan prinsip dan nilai demokrasi dan warga masyarakat. Kenyataan ini terus berlanjut dan menjadi kerikil bagi perkembangan demokrasi saat ini karena posisi rakyat hanya menjadi reservoir dari organisme kekuasaan.

Akibatnya yang terjadi kini rakyat terombang-ambing mendefinisikan posisi mereka di tengah isu penundaan pemilu dan kebutuhan dasar minyak goreng yang kian langka serta harga pangan yang kian mahal.

Jika berlanjut usaha ini akan melahirkan potensi dampak yang ditimbulkan, berupa keributan (chaos) di masyarakat. Sejarah mengajarkan pada kita, ketika rakyat terus ditekan dan ditakut-takuti, mereka akan tiba pada satu titik saat mereka melawan balik, sehingga bisa terjadi chaos besar. 

Sementara itu, elite terus memompa berbagai dalil, argumen ke tengah publik dan mengerahkan pendukung artifisialnya demi untuk menangkis resistensi publik dari berbagai isu dan kebijakan yang mereka gulirkan di tengah masyarakat dari ruang-ruang gelap negosiasi politik. Jika penundaan pemilu terjadi, maka sesungguhnya Demokrasi Indonesia telah hilang arah. (***)

Tags: DR Noviardi Ferzi
Previous Post

Dorong Inovasi Pelayanan Publik, Bupati Sukandar Tanda Tangani Nota Kesepakatan Dengan LAN RI

Next Post

Demokrat Mashuri Rapat di Gedung DPRD, Risna: Katanya Punya 4 Kantor, Kok Gunakan Fasilitas Negara

Next Post
Ketua DPD Partai Demokrat Jambi dan Pengurusnya. Foto: Ist

Demokrat Mashuri Rapat di Gedung DPRD, Risna: Katanya Punya 4 Kantor, Kok Gunakan Fasilitas Negara

KFA Tindak Lanjuti Laporan Warga Terkait Drainase Di Perumahan Griya

Gugatan Camelia, Iday: Kader Jangan Merongrong Keputusan Partai

DPRD Provinsi Jambi Akan Sediakan Media Center, Ketua DPRD:  Insya Allah Tahun Ini 

Mitra Binaan Pupuk Kaltim Berfhoto bersama Menteri BUMN RI, Erick Thohir. Foto: Ist

Diundang Kemenkop RI, Pupuk Kaltim Fasilitasi Pameran Produk Dua UMKM Binaan di Ajang MotoGP Mandalika

Discussion about this post

Iklan

Kalender

July 2025
SMTWTFS
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031 
« Jun    
Bacaan Online Negeri Jambi

© 2021 PT Limo Konco Mandiri - Jalan Kapten Pattimura No 67, Telanaipura. Developed by Ara.

  • Jambiday
  • Disclaimer
  • Pedoman
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Perlindungan

Media Sosial

No Result
View All Result
  • INTERNASIONAL
  • NASIONAL
  • DAERAH
    • BATANGHARI
    • BUNGO
    • JAMBI
    • KERINCI
    • MERANGIN
    • MUAROJAMBI
    • SAROLANGUN
    • SUNGAIPENUH
    • TANJAB BARAT
    • TANJAB TIMUR
    • TEBO
  • EKBIS
  • KESEHATAN
    • COVID-19
  • KHAZANAH
    • BUDAYA
    • RELIGI
    • SELOKO
  • KRIMINAL
  • OLAHRAGA
  • OPINI
  • ORGANISASI
  • PARLEMEN
  • PEMERINTAHAN
    • PEMKAB
    • PEMKOT
    • PEMPROV
  • PEMILU
    • BAWASLU
    • KPU
  • PENDIDIKAN
  • POLITIK
    • CALEG
    • PARTAI POLITIK