PILKADA serentak yang telah dilaksanakan pada 27 November 2024 lalu menyisakan pekerjaan rumah bagi semua anak bangsa agar hidup harmoni damai dan demokratis. Dalam konteks pilkada, rekonsiliasi politik dapat membantu mengurangi ketegangan dan konflik antara pendukung calon yang berbeda, serta membangun rasa saling menghargai dan toleransi antara kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik.
Pada point ini rekonsiliasi politik menjadi tantangan untuk mencegah perpecahan. Proses yang kini berlangsung, ada di Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sidang perkara perselisihan hasil pilkada (PHPU Kada) yang diajukan oleh para pemohon.
Sengketa pemilu, tentu saja menimbulkan ketegangan sosial. Ketidakpuasan terhadap hasil pilkada sering kali memicu ketegangan yang bisa mengancam stabilitas sosial dan politik. Kondisi ini tentu berbahaya karena bisa berdampak buruk di masyarakat, yang dapat menyebabkan perpecahan antar anak bangsa.
Fenomena ini juga menciptakan narasi negatif terhadap sistem demokrasi. Hal ini ditujukan dengan muncul adanya beberapa kelompok yang mengglorifikasi konflik pemilu sebagai preseden buruk. Bahkan ada yang menganggap demokrasi sebagai sesuatu yang kufur atau haram. Narasi semacam ini tidak hanya merusak citra demokrasi, tetapi juga bisa memecah belah masyarakat yang sudah terbiasa hidup berdampingan dalam keragaman.
Harmoni pasca pilkada suatu keniscayaan yang harus diperjuangkan. Karena itu rekonsiliasi menjadi keniscayaan, suatu keadaan yang pasti, tidak bisa tidak, atau tidak boleh tidak. Artinya, hal ini mutlak diperlukan jika kita ingin damai tanpa polarisasi yang terus menerus, meninggi dan menajam. Semua pihak harus merajut persaudaraan, mendukung perdamaian.
Pasca pemilihan kepala daerah (Pilkada) selesai, peran rekonsiliasi politik menjadi sangat penting dalam menjaga keharmonisan masyarakat. Meskipun Pemilu merupakan bagian integral dari demokrasi yang sehat, seringkali dinamika politik pasca-Pemilu bisa memicu ketegangan, bahkan perpecahan di kalangan masyarakat. Langkah untuk merajut kembali tali persaudaraan dan menjaga stabilitas sosial menjadi tugas penting bagi seluruh elemen bangsa, termasuk pemerintah, kandidat terpilih, media, dan masyarakat.
Tidak hanya menekankan pentingnya sikap terbuka, menekankan perlunya para kandidat untuk saling bekerja sama demi kepentingan bersama. Dengan demikian, pasca-Pilkada bukanlah waktu untuk mempertajam perbedaan, melainkan untuk memperkuat persatuan dengan menegakkan komunikasi yang menenangkan.
Sikap empati juga menjadi kunci dalam komunikasi yang efektif di masa pasca-Pilkada. Pemimpin terpilih perlu menunjukkan empati terhadap semua kelompok masyarakat, termasuk mereka yang tidak memilihnya. Media juga memiliki peran yang sangat penting, media harus menghindari memperpanjang narasi konflik dan sebaliknya, harus aktif menyuarakan pesan-pesan perdamaian, kebersamaan, serta membimbing masyarakat untuk memahami arti penting persatuan dan kesatuan. Dalam hal ini, media bukan hanya sebagai saluran informasi, tetapi juga sebagai pilar dalam meredam ketegangan politik yang mungkin muncul.
Selain itu, menjaga etika komunikasi juga sangat penting dalam meredakan ketegangan. Setiap individu, terutama tokoh masyarakat, perlu menjaga tutur kata yang sopan dan menghindari penyebaran informasi yang bisa memicu konflik lebih lanjut. Hoaks dan fitnah yang sering beredar di media sosial hanya akan memperburuk situasi. Oleh karena itu, penting bagi kandidat yang kalah untuk menunjukkan kedewasaan politik dan tidak memicu kontroversi yang dapat merusak kestabilan sosial. Sementara itu, kandidat yang menang juga perlu menghindari sikap yang terkesan arogan atau merendahkan lawan politik mereka. Terlepas dari semuanya, rekonsiliasi politik pasca-pilkada sangat penting karena dapat mempengaruhi stabilitas politik, sosial, dan ekonomi di daerah. Menurut saya ada alasan mengapa rekonsiliasi politik pasca-pilkada itu krusial, antara lain :
Pertama, Menghindari Polarisasi dan Menjaga Stabilitas Politik : Rekonsiliasi politik membantu mengurangi permusuhan dan ketegangan, serta membangun rasa saling menghargai dan toleransi antara kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik.
Ke dua, Mendorong Pembangunan Sosial dan Ekonomi : Rekonsiliasi politik dapat mencegah timbulnya konflik lebih lanjut dengan mengatasi akar penyebab ketegangan dan memberikan ruang bagi penyelesaian masalah secara damai.
Ketiga, Meningkatkan Legitimasi Pemimpin : Proses rekonsiliasi memperkuat legitimasi politik pemimpin yang terpilih. Memperkuat Demokrasi dan Partisipasi Politik : Rekonsiliasi politik memperlihatkan bahwa proses demokrasi dapat berjalan dengan damai dan saling menghargai.
Akhirnya, meski pilkada telah usai rekonsiliasi tetap menjadi tanggung jawab bersama. Masyarakat, perlu kembali memperkuat persatuan demi terciptanya situasi yang stabil. Harmoni dalam kebangsaan Indonesia yang majemuk. (***)
Discussion about this post