KONFLIK berkepanjangan antara Palestina dan Israel terus menjadi luka berdarah dalam geopolitik global. Baru-baru ini, Israel kembali melanggar perjanjian gencatan senjata dengan melancarkan serangan ke Gaza, yang menyebabkan lebih dari 400 korban jiwa dan ratusan lainnya terluka. Tindakan ini memicu gelombang kecaman dan kemarahan dari masyarakat internasional. Pelanggaran yang dilakukan oleh rezim Zionis ini kembali menimbulkan pertanyaan mendalam: masihkah dunia dapat mempercayai perjanjian gencatan senjata yang kerap dikhianati?
Sejarah Panjang Pelanggaran Gencatan Senjata
Menelusuri catatan sejarah komplik ini, perjanjian damai dan gencatan senjata dalam konflik ini sering kali dilanggar, baik oleh Israel maupun pihak lain yang terlibat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa Israel lebih sering melanggar perjanjian yang telah ditandatangani. Sejak pendudukan pertama terhadap Palestina pada tahun 1948, berbagai perjanjian damai, seperti Perjanjian Oslo 1993 serta berbagai gencatan senjata di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sering kali hanya menjadi dokumen tanpa makna. Bahkan, terkadang perjanjian tersebut hanya memberi ruang bagi rezim Zionis untuk merencanakan gelombang kekerasan berikutnya.
Bahkan berbagai alasan pun dikemukakan untuk membenarkan pelanggaran-pelanggaran tersebut, termasuk alasan keamanan dan respons terhadap serangan kelompok bersenjata Palestina yang telah lama mengalami penindasan dan dizalimi. Namun, banyak pengamat internasional melihat tindakan ini sebagai strategi geopolitik Israel untuk semakin memperkuat cengkeraman mereka di wilayah yang dipersengketakan.
Kebuntuan Diplomasi Internasional
Melihat situasi saat ini, jika diperhalusi secara mendalam, hakikatnya sikap negara-negara besar terhadap konflik ini menjadi faktor utama dalam menentukan reaksi global. Amerika Serikat, sebagai sekutu utama Israel, terus memberikan dukungan politik dan militer yang memungkinkan Israel bertindak tanpa hambatan berarti. Di sisi lain, negara-negara Arab dan Muslim sering kali menyuarakan kecaman keras, tetapi tanggapan mereka lebih banyak terbatas pada diplomasi tanpa tindakan konkret. Berbeda dengan langkah-langkah tegas yang pernah diambil terhadap Irak, Afghanistan, Sudan, dan negara lainnya.
Sementara itu, Uni Eropa (UE) dan beberapa negara kuasa besar seperti Rusia serta China diharapkan seharusnya dapat memainkan peran yang lebih seimbang dengan mendorong kedua pihak untuk menghormati perjanjian damai. Namun, tanpa tekanan militer atau sanksi ekonomi yang tegas, Israel pasti akan terus bertindak tanpa rasa takut akan konsekuensi dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan. Hal ini menjadikan rezim Zionis tampak seolah-olah kebal terhadap tindakan internasional.
Dilema Masyarakat Internasional
Faktanya, masyarakat internasional menghadapi dilema besar dalam menangani konflik dan genosida yang dilakukan oleh rezim Zionis terhadap Palestina. Di satu sisi, kekerasan dan penindasan yang terus terjadi membangkitkan simpati bagi rakyat Palestina, terutama dari komunitas sipil yang semakin vokal dalam memperjuangkan hak asasi manusia. Namun, di sisi lain, kekuatan politik dan ekonomi Israel yang didukung oleh sekutu kuatnya menjadikan penyelesaian konflik ini semakin rumit dan tak kunjung menemukan titik terang.
PBB, yang seharusnya berperan sebagai lembaga netral dalam menjaga perdamaian dunia, sering kali gagal mengambil tindakan tegas terhadap Israel. Berbagai resolusi telah disahkan di Dewan Keamanan PBB, tetapi sebagian besar tidak memberikan dampak signifikan terhadap stabilitas kawasan dan ketundukan pihak rezim Zionis. Hal ini terjadi karena adanya hak veto yang kerap digunakan oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat untuk melindungi Israel.
Ke Mana Arah Perdamaian?
Dalam situasi di mana kepercayaan terhadap gencatan senjata semakin memudar, apakah masih ada harapan untuk perdamaian? Catatan sejarah menunjukkan bahwa solusi berbasis diplomasi sering kali menemui jalan buntu ketika salah satu pihak tidak mematuhi perjanjian yang telah disepakati.
Meskipun berbagai pihak berusaha mengakhiri konflik ini, ketidak seimbangan kekuatan antara Israel dan Palestina menjadikan perundingan damai sekadar formalitas tanpa hasil nyata. Selama pendekatan sepihak dan tindakan keras tidak diberlakukan terhadap pihak yang terus melanggar perjanjian-terutama rezim Zionis-perdamaian di wilayah tersebut akan tetap menjadi angan-angan yang sulit dicapai.
Kesimpulan
Pelanggaran perjanjian damai dan gencatan senjata oleh Israel bukanlah hal baru. Hal ini semakin menimbulkan kekhawatiran terhadap kredibilitas perjanjian damai dalam konflik Palestina-Israel, dan juga kemungkinan resolusi lain di masa depan. Dunia kini dihadapkan pada dilema: apakah masih bisa mempercayai janji-janji, resolusi-resolusi yang kerap dikhianati, ataukah perlu mencari pendekatan baru yang lebih efektif?
Yang jelas, selama masyarakat internasional tidak bertindak tegas dan berani untuk memberikan tekanan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh rezim Zionis, perdamaian di Palestina akan tetap menjadi mimpi yang tidak pernah terwujud. Pertanyaannya sekarang adalah: apakah dunia akan terus membiarkan pelanggaran ini terjadi berulang kali, atau sudah saatnya mengambil langkah lebih tegas demi keadilan dan keamanan global?
RUSLI ABDUL RONI
HoU & Dosen
Departemen Ilmu Sosial & Humaniora,
College of Continuing Education (CCEd)
Univesti Tenaga Nasional (UNITEN)
Kampus Putrajaya Selangor-Malaysia
rusli@uniten.edu.my
Discussion about this post