Oleh : Noviardi Ferzi (Pengamat)
POREV – Pokok – Pokok Pikir (Pokir) Dewan merupakan aspirasi telah dianggap bahagian tak terpisahkan dari suatu proses perencanaan pembangunan yang cukup dominan dan hangat diperbincangkan.
Hari ini, tidak dapat dipungkiri, No Pokir, No APBD. Dalam proses perencanan pembangunan, kadangkala pembahasan Pokir lebih lama waktunya jika dibandingkan dengan proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pembangunan Daerah.
Kerancuan yang muncul seputar pemahaman Program Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) Anggota DPRD perlu diluruskan. Karena, kekeliruan ini bisa memicu misleading dalam memahami Pokir.
Dalam hal ini saya tegaskan, Pokir bukanlah kegiatan yang bertentangan dengan UU. Justru UU-lah yang mengamanatkan Pokir harus dijalankan anggota dewan.
Hanya saja DPRD jangan ikut menentukan besaran rincian anggaran suatu program. Hak DPRD hanya berperan sebagai pengusul.
Pihak yang berwenang menentukan besaran jumlah anggaran adalah eksekutif, dalam hal ini SKPD terkait yang mengurus bidang yang sesuai dengan program usulan yang diajukan oleh masyarakat. Contohnya, Dinas PU untuk usulan program perbaikan jalan dan lainnya.
Pokir memiliki landasan hukum yang kokoh, yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang (UU). Aturan yang menjadi inspirasi atau semangat Pokir diantaranya UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).
Di pasal 29 disebutkan DPRD mempunyai sejumlah fungsi, selain fungsi legislasi pembuat Perda dan pengawasan, ada juga fungsi anggaran. Yang lebih penting lagi, di pasal 104 disebutkan bila DPRD memiliki kewajiban memperjuangkan aspirasi rakyat. Sesuatu yang menjadi sumpah atau janji yang harus dijalankan setiap anggota dewan. Kalau tidak diperjuangkan, sama artinya mengkhianati sumpah atau janji, mengkhianati rakyat.
Perjuangan aspirasi rakyat itu memiliki kerangka berpikir demi kepentingan bangsa dan negara. Jadi selama aspirasi yang timbul di tengah masyarakat mengarah ke kepentingan nasional, maka anggota dewan wajib memperjuangkannya.
Keharusan anggota DPRD menyerap aspirasi di tengah masyakat bahkan semakin dipertegas di pasal 108 butir (i). Menariknya UU bahkan lebih eksplisit menyebut aspirasi itu dapat dihimpun melalui konstituen. Melalui kunjungan kerja secara berkala.
Seorang anggota DPRD tidak hanya berkewajiban menampung aspirasi, UU juga mengamanatkan agar aspirasi itu ditindaklanjuti. Tidak boleh dianggurkan, didiamkan apalagi disepelekan. Tepatnya seorang anggota dewan diperintah untuk mempertanggungjawabkan berbagai pengaduan masyarakat dan aspirasi secara moral dan politis.
Apakah cuma itu aturan yang mengamanatkan dewan harus menyerap Aspirasi rakyat? Masih ada yang lain. Di Peraturan Pemerintah no 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Pada pasal 54 bahkan secara terang mengamanatkan atau memerintahkan Badan Anggaran (Banggar) DPRD harus memberikan saran dan pendapat berupa pokok pikiran DPRD. Dari berbagai aturan ini, dapat disimpullan UU memang yang memerintahkan adanya pokok – pokok pikiran.
Dalam Banggar dewan diharuskan langsung memberikan saran kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan APBD. Proses ini sebelum Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ditetapkan. Hal ini diatur dalam Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD.
Lalu, apakah ada aturan yang mengamanatkan untuk melanjurkan aspirasi menjadi Pokir? Ternyata ini diamanatkan dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Pada Pasal 78 Ayat 2, secara terang dan gamblang disebut dalam penyusunan Rancangan Awal RKPD, DPRD memberikan saran dan pendapat berupa Pokir DPRD. Pokir itu harus dilandasi hasil reses atau penjaringan aspirasi masyarakat.
Sehingga berbagai aturan ini harus dijadikan rumusan kegiatan, lokasi kegiatan, dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RPJMD.
Bahkan keharusan menjalankan Pokir diperkaya dengan aturan yang secara khusus melakukan penelaahan. Di pasal 178 Permendagri no 86 Tahun 2017 Pokir dibahas dengan sangat gamblang. Dan harus dipedomani anggota dewan dalam pelaksanaannya.
Pada ayat 1 penelaahan Pokir DPRD sebagaimana dimaksud Pasal 153 huruf k merupakan kajian permasalahan pembangunan Daerah yang diperoleh dari DPRD berdasarkan risalah rapat dengar pendapat dan/atau rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses.
Lalu di ayat 2, Pokir disebut harus diselaraskan dengan sasaran dan prioritas pembangunan serta ketersediaan kapasitas riil anggaran.
Berikutnya lagi di ayat 3 risalah rapat yang dimaksud pasal 1 adalah dokumen yang tersedia sampai dengan saat rancangan awal disusun dan dokumen tahun sebelumnya yang belum ditelaah.
Setelah itu di ayat 4 dijelaskan Pokir harus dirumuskan dalam daftar permasalahan pembangunan yang ditandatangani oleh pimpinan DPRD.
Dari uraian ini bisa disimpulkan, Pokir diatur dengan sangat rinci dan detail. Sehingga dalam pelaksanaannya berkontribusi nyata bagi kepentingan rakyat. Amanat mulia inilah yang harus menjadi semangat para anggota dewan dalam menyampaikan Pokir.
Bagaimana bila terjadi penyimpangan pelaksanaan Pokir? Maka hal itu bukan karena semangat Pokir bermasalah. Tetapi menyangkut perbuatan oknum anggota dewan secara pribadi, bukan lembaga.
Tentu bagi yang melanggar semangat Pokir, ada konsekuensi hukum yang diterima bila terbukti menyalahgunakan Pokir
Melihat dasar hukum yang ada, maka sangat jelas Pokir adalah amanat undang-undang dan memiliki legal formal yang sah.
Sehingga DPRD di seluruh Indonesia memiliki legal standing mengusulkan dana Pokir. Dana Pokir yang diajukan oleh DPRD tentu tidak serta merta akan langsung diterima oleh kepala daerah.
Tetapi akan ditelaah dan diselaraskan dengan Program Prioritas pembangunan, sebagaimana yang tertuang dalam RPJMD dan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
Selain itu perlu diketahui pula, kegiatan reses atau menyerap aspirasi adalah kegiatan wajib anggota dewan. “Anggota yang tidak melaksanakan kegiatan reses dan tidak memiliki aspirasi dari masyarakat yang diwakilinya dapat dikatakan bahwa wakil rakyat itu tidak melaksanakan kewajibannya sebagai anggota DPR/DPRD dan telah menghianati masyarakat yang diwakilinya.
Terakhir, DPRD juga memiliki tugas pokok dan fungsi mengawal dana Pokir. Agar pelaksanaan Program yang diusulkan berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sesuai dengan harapan rakyat yang diwakilinya. (***)
Discussion about this post