Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat Perbankan)
ECO REVIEW– Bank Jambi menjadi garda terdepan dalam pemulihan ekonomi daerah yang berada dalam zona hijau pada situasi pandemi. Dalam hal ini Bank Pembangunan Daerah (BPD) memang dituntut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pasalnya, ekonomi nasional merupakan gabungan dari perekonomian daerah. Ekonomi nasional bisa dibangun dengan baik jika ekonomi daerah sudah berjalan dengan baik.
Untuk mendorong peran BPD dalam penguatan ekonomi yang dimulai dari daerah, pemerintah telah melakukan penempatan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di BPD sebesar Rp16,45 triliun tahun 2020. Dana tersebut ditempatkan pada 22 BPD dan ditargetkan di-leverage ke dalam penyaluran kredit dua kali menjadi Rp 33,68 triliun.
Dana ini bagian dari peningkatan alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari tahun 2020 lalu yang sebesar Rp 579 triliun menjadi Rp 699 triliun di 2021. Peningkatan ini merupakan sense of crisis dari pemerintah bahwa pandemi bukan persoalan jangka pendek, tapi carry over dan membenahi fase akhir pandemi.
Salah satu BPD yang dipercaya pemerintah sebagai penyalur dana stimulus ekonomi PEN adalah Bank Jambi. Terdapat dua gelombang penyaluran PEN Bank Jambi pada 2020–2021 dengan nilai masing-masing Rp 300 miliar per periode.
Pada periode pertama tahun 2020, Bank Jambi selesai menyalurkan dana PEN dalam kurun waktu dua bulan sebesar Rp 300 miliar. Dana telah disalurkan seluruhnya pada 18 Oktober 2020. Hebatnya, daya ungkit (leverage) penyaluran kredit dan pembiayaan mencapai 4, 24 kali dari penempatan dana PEN Rp. 300 miliar atau 211, 28 % dari target leverage 2,01 kali.
Penyaluran dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN ) tahap II di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jambi telah disalurkan secara maksimal oleh Bank Jambi, dengan total penyaluran sampai dengan 1 Oktober 2021 tersalurkan sebesar Rp 1,24 triliun per 1 Oktober 2021 atau telah mencapai 274,62 persen dari target Rp 453 miliar. Realisasinya 3 kali lipat.
Dengan penempatan dana PEN sebesar Rp. 300 miliar, Bank Jambi telah menyalurkan 4,15 kali dari penempatan dana pemerintah yang mencapai 1.244 triliun.
Adapun jumlah debitur dalam program penempatan dana PEN tahap kedua di Bank Jambi ini sebanyak 7.378 debitur yang terdiri dari kredit konstruksi pada 72 debitur, kredit KPR diberikan pada 1.149 debitur , kredit produktif kepada 1.097 debitur dan kredit multiguna kepada 5.060 debitur.
Sedangkan realisasi nominal dari masing-masing segmen kredit yakni kredit konstruksi sebesar Rp29,70 miliar, realisasi pada kredit KPR sebesar Rp163,62 miliar. untuk Penyaluran dana PEN pada segmentasi kredit produktif dan multiguna masing-masing sebesar Rp110,22 miliar dan Rp940,51 miliar.
Jika kita amati, sebagian besar dana itu disalurkan untuk kredit konsumtif yang terkait dengan UMKM. Kredit konsumtif mendapatkan porsi lebih besar dengan tujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Contoh kredit konsumtif untuk beli barang-barang di UMKM. Karena selama pandemi, kita lihat penjualan UMKM turun karena tidak ada yang beli. Sehingga porsi kreditnya bisa di optimalkan di konsumtif.
Penyaluran kredit ke sektor konsumtif tetap dilakukan Bank Jambi untuk meningkatkan daya beli masyarakat karena pemulihan kondisi ekonomi nasional pascapandemi Covid-19 harus dimulai dari bergeraknya sektor riil atau produktif—yang akan terpicu kalau daya beli naik.
Hari ini, penyaluran dana PEN melalui Bank Jambi sangat strategis secara ekonomis dan politis. Peran Bank Jambi sebagai garda depan untuk mengungkit perekonomian di daerah sangat penting. Terutama untuk menyalurkan dana PEN ke sektor UMKM yang disesuaikan dengan keunggulan daerah masing-masing.
Penempatan dana pemerintah ke perbankan dimaksudkan untuk mendorong ekonomi di daerah bisa berjalan. Harapannya alokasi penempatan dana pemerintah ini bisa menjadi pengungkit kegiatan ekonomi di daerah. Bisa disesuaikan dengan potensi di tiap daerah. Misal di Jambi potensi perkebunan, pertanian dan batu bara, maka sebagian dana ini dialokasikan untuk sektor yang mendukung.
Hanya saja dibalik capaian ini, sebenarnya bank pembangunan daerah mengalami sejumlah kendala dalam menyalurkan kredit dari penempatan uang negara. Salah satunya yakni permintaan kredit yang menurun seiring dengan kegiatan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Selain itu terdapat concern terkait gap jangka waktu penempatan uang negara yang hanya enam bulan. Sementara itu, jangka wkatu pemberian kredit di kisaran 3 tahun, sehingga ke depan perlu adanya tambahan plafon dan perpanjangan waktu penempatan dana.
Dari berbagai kajian BPD di Indonesia ingin perpanjangan waktu, karena terbentur masalah permintaan, padahal demand is key untuk bisa salurkan lebih cepat, dan kemudian beberapa BPD ingin lebih selektif dalam salurkan dana PEN karena uang negara yang harus dijaga.
Meski sebenarnya, kinerja keuangan BPD Jambi masih baik di tengah pandemi. Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) Bank Jambi di 2021 mengalami penurunan menjadi 1,02 persen dari 1,10 persen pada semester 1 2020, atau turun 8 basis poin dari posisi sebelumnya. Namun, prinsip kehati-hatian tetap penting, termasuk dalam penyaluran dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). (***)
Discussion about this post