Oleh : Dr. Nuraida Fitri Habi, S.Ag, M.Ag (Dosen Fakultas Syariah UIN STS Jambi dan Koordinator Daerah Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Provinsi Jambi)
EKSODUS pemilih menjadi salah satu masalah (subtantif problem) yang harus diantisipasi penyelengara baik itu KPU, Bawaslu termasuk pemerintah daerah dalam Pilkada Provinsi Jambi 2024.
Eksodus pemilih harus diantisipasi tanpa harus menghilangkan hak pilih. Sehingga di sisi lain, KPU harus menyadari tak ada aturan yang bisa menghalangi perpindahan penduduk.
Hal ini karena hak memilih adalah hak yang dijamin dalam konstitusi sebagaimana dinyatakan dalam Putusan MK Nomor 011-017/PUU-I/2003 yang menyebutkan, Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, maupun konvensi internasional, maka pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara.
Selain itu, secara spesifik, Undang-Undang Nomor 30/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) mengatur mengenai hak memilih seperti yang tercantum dalam Pasal 43 yang menyatakan, “Setiap warga mendapatkan hak dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Secara naratif eksodus pemilih dapat diartikan sebagai bentuk mobilisasi atau eksodus warga yang tidak masuk dalam daftar pemilih untuk mencoblos pasangan calon tertentu. Untuk hal ini KPU sedari awal harus memastikan langkah – langkah mengantisipasi hal tersebut.
Untuk meminimalisir eksodus pemilih, kegiatan Pantarlih memiliki peran untuk menjalankan pemutakhiran data yang akan dicantumkan dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap). Dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2022 dijelaskan bahwa Pantarlih merupakan salah satu anggota Badan Adhoc Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang dibentuk oleh PPS. Pantarlih bertugas untuk membantu PPS dalam melaksanakan pemutakhiran data pemilih untuk Pemilu dan Pemilihan.
Petugas pemutakhiran data pemilih atau Pantarlih adalah petugas yang dibentuk oleh Panitia pemungutan suara (PPS) untuk melakukan pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih. Pemutakhiran Data Pemilih adalah kegiatan untuk memperbaharui data Pemilih berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) dari Pemilu dan Pemilihan Terakhir.
Tugas Pantarlih dalam melaksanakan pencocokan dan penelitian data pemilih adalah:
1. Mencocokkan Daftar Pemilih pada formulir Model A-Daftar Pemilih dengan KTP dan/atau KK Mencatat data Pemilih yang telah memenuhi syarat, tetapi belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Memperbaiki data Pemilih jika terdapat kekeliruan Mencatat keterangan Pemilih penyandang disabilitas pada kolom ragam disabilitas Mencatat data Pemilih yang telah berubah status dari status prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menjadi status sipil Mencatat Pemilih yang tidak memiliki KTP
2. Mencoret data Pemilih yang telah meninggal Menandai data Pemilih yang telah pindah domisili ke lain wilayah Mencoret data Pemilih yang ditemukan ganda Mencoret data Pemilih yang telah berubah status dari status sipil menjadi status prajurit TNI dan/atau anggota Polri Mencoret data Pemilih yang belum pernah kawin/menikah dan belum genap berumur 17 (tujuh belas) tahun pada hari pemungutan suara Menandai data Pemilih, yang berdasarkan KTP atau KK bukan merupakan Pemilih yang beralamat di TPS wilayah kerja Pantarlih.
3. Mencatat hasil Coklit dalam buku kerja Pantarlih. Berkoordinasi dengan RT dan RW dalam melaksanakan pencocokan dan penelitian data pemilih. Hasil pencocokan dan penelitian data pemilih disampaikan kepada PPS.
Dalam tahap Pantarlih ini petugas akan membuktikan pemilih sesuai asas domisili dengan pembuktian KTP, paspor atau kartu keluarga pemilih, hingga akhirnya ditetapkanlah Daftar Pemlih Sementara (DPS). Selanjutnya nanti penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Setelah DPT ditetapkan, jelang hari H panitia pemilihan akan mengirimkan surat C6 (undangan memilih) yang akan dikonfirmasi petugas TPS-nya masing-masing, pada proses ini pemilih dianggap sudah sesuai domisili.
Sebenarnya untuk mengantisipasi kelebihan jumlah daftar pemilih tambahan, pihak KPU menyiapkan surat suara tambahan. Jumlah surat surat tambahan itu sekitar 2,5 persen dari DPT di setiap TPS. Sehingga, jika terjadi mobilisasi penduduk atau eksodus, surat suara tambahan berpotensi kurang.
Dalam hal ini KPU dan Bawaslu perlu menaruh kecurigan jika terjadi peningkatan kedatangan penduduk yang cukup signifikan. Tujuannya agar KPU dapat mengantisipasi terjadinya eksodus warga secara masif, khususnya pada daerah perbatasan.
Kuncinya, dengan memastikan penguatan pengawasan dari tingkat RT, Dusun, Desa atau kelurahan dan kecamatan. Selain masyarakat bisa melaporkan jika menemukan ada indikasi kecurangan. (***)
Discussion about this post