Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (Pengamat)
DUKUNGAN dan pertanyaan silih berganti datang berbarengan ketika tulisan tentang pemindahan pelabuhan atau terminal khusus batu bara ke Sabak publish kemarin.
Rata – rata yang mendukung mereka yang merasakan bagaimana semrawutnya angkutan Batu Bara di Jambi. Situasi macet, stres, panik hingga korban membuat mereka berharap solusi, apapun itu, yang penting batu bara tidak menganggu aktivitas mereka, termasuk ketika ada wacana merelokasi pelabuhan.
Di samping dukungan, ada juga pertanyaan tentang pemindahan itu, pertanyaannya apakah pemindahan pelabuhan itu tidak menambah titik kemacetan baru ?
Mengenai ini saya hanya menjawab, Volume angkutan batu bara tak sebanding lagi dengan kapasitas pelabuhan (Tersus) di Talang duku. Akibatnya, pelayanan bongkar muat Batu Bara jadi lambat. Dari sisi hilir (stockfile) lamanya waktu bongkar muat menimbulkan kemacetan di kawasan Talang duku dan sekitarnya.
Bayangkan ada 9000 – 12.000 truk setiap hari yang mengantri di sepanjang ruas jalan yang hanya 17,9 Km dari Talang Duku, Selincah, Pematang Lumut, Talang Bakung hingga ke Lingkar Selatan.
Jika terealisasi pemindahan pelabuhan ke Sabak akan memperlancar angkutan batu bara di Jambi, memperkecil peluang kemacetan, memberi ruang yang cukup untuk 5000 – 5500 truk melintas sepanjang jalan.
Dari mana angka 5000 itu, perhitungannya, jarak Jambi ke Sabak via Jembatan Batanghari II kurang lebih 62 KM. Jika satu truk kapasitas 8 ton panjangnya 5,7 meter, maka ruas jalan ini akan mampu menampung kurang 10.000 truk lebih.
Angka ini berdasarkan asumsi satu truk dengan truk lainnya terhitung padat hanya berjarak 5 meter. Sehingga pengalihan angkutan ke Sabak menampung jumlah truk yang besar, memperlancar dan mengurangi kemacetan.
Selain itu, dengan penerapan skenario pemindahan ini, waktu perjalanan dapat dipersingkat hingga 35 persen. atau menjadi sekitar 261 menit (4 jam 21 menit). Dengan dengan anggapan durasi operasional truk yang sama, yaitu selama 13 jam, dalam 24 jam hari kerja pengangkutan dapat dilakukan sebanyak 2 kali.
Kini, kembali ke soal produksi Batu bara, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat ekspor komoditas batu bara terbesar di dunia dan kini menempati peringkat 3 di dunia sebagai produsen batu bara terbesar, dengan jumlah produksi pada tahun 2020 sebanyak 562,5 juta ton.
Hal ini didukung oleh beberapa daerah sumber batu bara besar di Indonesia, yang salah satunya adalah Provinsi Jambi. Komoditas batu bara dari Jambi ini termasuk salah satu produsen yang sudah terkenal di mancanegara, seperti Cina, India, dan Amerika Serikat.
Kouta produksi Batu bara Jambi tahun 2022 ditetapkan 39,8 juta ton. Mengacu Produksi Batu bara Jambi tahun 2020 baru mencapai 11 juta ton. Maka tak heran kini jumlah armada truk pengangkut meningkat dengan pesat.
Paradoksnya tak ada data yang pasti mengenai jumlah angkutan Batu bara di Jambi, perhitungan kasarnya membandingkan data produksi tahun 2021 yang mencapai 13 juta ton dengan rata – rata kapasitas truk yang 8 ton, butuh 12 – 16 ribu truk untuk mengangkutnya dari tambang ke pelabuhan.
Tentu saja perusahaan lokal perlu membuat strategi-strategi dalam meningkatkan produksi memenuhi permintaan batu bara yang semakin meningkat, diimbangi aktivitas produksi yang efektif, di antaranya, adalah dengan mengoptimalkan kinerja pengangkutan batu bara tersebut.
Idealnya pengangkutan batu bara dilakukan dengan bantuan moda transportasi dengan jalur yang berbeda-beda, seperti kapal berkapasitas besar untuk melalui jalur sungai, kereta api untuk perjalanan darat menuju pelabuhan laut, dan truk besar untuk membawa batu bara dari area pertambangan ke terminal selanjutnya.
Namun sayang sampai hari ini di provinsi Jambi pengangkutan batu bara masih mengunakan jalur darat menggunakan truk yang berkapasitas minimal 8 ton.
Pengangkutan batu bara dari area pertambangan menggunakan truk merupakan salah satu aktivitas yang sulit dikontrol, karena banyaknya variabel-variabel yang berpengaruh dalam perjalanan suatu truk pengangkut batu bara, salah satunya kepatuhan sopir akan aturan lalu lintas.
Terkait hal ini angkutan Batu bara di Jambi harus ditertibkan denga aplikasi Smart GPS dapat diketahui waktu tempuh atau waktu yang dilalui oleh setiap truk dalam setiap aktivitas tersebut. Hal ini dapat memudahkan dalam melakukan pemantauan, apakah kendaraan sudah berkinerja seoptimal mungkin atau masih terdapat aktivitas-aktivitas yang sia-sia dan dapat dioptimalkan.
Penggunaan Smart GPS Tracker berbasis sistem manajemen armada dapat membantu pemilik kendaraan atau pemilik bisnis pertambangan batu bara dalam mengetahui atau melacak detail aktivitas truk pengangkut batu bara yang dimilikinya, dengan menggunakan variabel aktivitas yang sangat rinci, mulai dari pengangkutan batu bara dari stockpile hingga penurunan barang di pelabuhan.
Selain itu untuk menjawab dinamika persoalan terkait angkutan batubara ini, pemerintah provinsi Jambi bisa melakukan langkah – langkah yang tepat dan terukur.
Tepat karena langsung bisa menjawab masalah kemacetan. Terukur, tidak memiliki keberpihakan kecuali pada kepentingan masyarakat.
Jika bicara solusi tentu tak ada yang parsial akan angkutan Batu Bara, semua solusi harus simultan berjalan bersama – sama. Kecuali Gubernur Jambi berani menghentikan angkutan Batu Bara, sampai ada investor yang siap membangun jalan khusus. Namun, nampaknya solusi itu jauh panggang dari api.
Maka, ketika sikap Gubernur seperti ini kita hanya bisa mengaji solusi – solusi jangka pendek menjelang pembangunan jalan khusus batubara (hauling road) oleh PT. Putra Bulian Properti Rampung.
Menjelang itu selesai, ribuan truk harus diurai dari hulu dan di relokasi pelabuhan di hilir. Selama ini angkutan Batu bara hanya mengandalkan satu jalur Tembesi-Talang duku. Dampaknya kemacetan terjadi dan menyengsarakan.
Jika hulunya sudah dipecah via beberapa jalur, baik darat maupun sungai dan tujuan akhir bukan hanya di sekitar Talang Duku, bisa ke Sabak atau pelabuhan dagang sebagai pelabuhan feeder. Jika ini berjalan angkutan Batubara akan tersebar, tidak terjadi penumpukan dan stagnasi angkutan.
Ke depan pelabuhan feeder ini kita yakini akan berkembang membuka kawasan ekonomi baru, seiring pembukaan Pintu Tol Sengeti – Sabak – Merlung yang bisa di desain mendukung Kawasan Ekonomi khusus Pelindo Sabak.
Namun mimpi ini lagi – lagi itu jangka panjang, jangka pendek dan mendesak hanya ada dua solusi, pertama, memperluas bahu jalan di lingkar selatan dan trayek Bulian, Tempino dan Simpang Kota Baru. Butuh 800 milyar – 1.2 triliun jika jalan itu ingin diperluas dua jalur. Soal pemindahan pelabuhan batu bara bagian dari solusi ini.
Untungnya, jalan statusnya jalan nasional, di sinilah bukti kepemimpinan Gubernur melakukan loby anggaran ke pusat. Keda, solusinya, telah mulai dilakukan, yaitu mengurangi jumlah truk angkutan sesuai kapasitas jalan, hanya saja itu butuh konsistensi dan pengawasan yang terus menerus. Konsisten, sesuatu kata yang mulai diragukan publik pada leadership penguasa hari ini… (Bersambung)
Discussion about this post